PHRI Kota Malang Minta Mekanisme Pembayaran Royalti Musik Dikaji Ulang

PHRI Kota Malang Minta Mekanisme Pembayaran Royalti Musik Dikaji Ulang

Muhammad Aminudin - detikJatim
Rabu, 27 Agu 2025 15:30 WIB
ARTOTEL Living World Kota Wisata - Cibubur dibangun di atas lahan 18.000 meter persegi. Hotel ini terdiri dari 11 lantai yang dilengkapi 196 kamar tamu dengan tiga pilihan tipe kamar, yakni Studio 24 (Superior), Studio 38 (Deluxe), dan Studio 52 (Suite).
Ilustrasi hotel (Foto: Rifkianto Nugroho)
Malang -

Perhimpunan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) Kota Malang meminta ketentuan tarif royalti musik dan sistem pembayaran dikaji ulang. Hal ini disebabkan pelaku usaha merasa keberatan dengan aturan yang ditentukan.

Ketua PHRI Kota Malang Agoes Basoeki pengenaan royalti musik masih menjadi polemik di kalangan pelaku usaha yang merasa terbebani oleh aturan yang dinilai belum sepenuhnya berpihak kepada kondisi riil di masing-masing daerah.

Persoalan ini muncul setelah diterbitkannya PP Nomor 56 Tahun 2021 dan SK Menteri Hukum dan HAM yang menetapkan skema tarif baru, terutama untuk sektor restoran, kafe, pub, bar, hingga klub malam.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dari daftar yang diterima, lanjut Agoes, restoran dikenakan Rp 120 ribu per kursi per tahun. Sementara pub dan bistro dikenai Rp 360 ribu per meter persegi.

Sedangkan, diskotek serta klub malam Rp 430 ribu per meter persegi per tahun.

ADVERTISEMENT

"Ini dinilai terlalu tinggi dan memberatkan pelaku usaha," ujar Agoes kepada wartawan, Rabu (27/8/2025).

Agoes mengaku, pihaknya telah menerima laporan dari sejumlah resto, di mana mereka telah membayar royalti. Di luar itu, pelaku usaha memilih belum melakukan pembayaran, karena dinilai terlalu memberatkan.

"Ada yang melapor ke saya, beberapa resto sudah membayarkan royalti. Sebagian belum, karena merasa angka itu terlalu berat bagi mereka," kata Agoes.

Meski demikian, Agoes menegaskan bahwa pelaku usaha tidak menolak pembayaran royalti. Terlebih aturan tersebut telah tertulis di aturan Undang-undang Nomor 28 Tahun 2014 tentang Hak Cipta dan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2021 tentang Pengelolaan Royati Hak Cipta Lagu dan/atau musik.

Namun, mereka berharap agar penetapan tarif dilakukan secara lebih bijak dan adil, terutama bagi pelaku usaha kecil hingga menengah.

"Kami tidak keberatan membayar, tapi jangan memberatkan. Apalagi kami juga sudah menanggung banyak beban operasional, termasuk membayar musisi untuk tampil secara langsung dan pajak lainnya," bebernya.

Selain meminta peninjauan tarif, PHRI Kota Malang juga mengusulkan agar sistem pembayaran royalti bisa berbasis teknologi.

Menurut Agoes, pemanfaatan teknologi dapat memberikan solusi agar penggunaan musik untuk kepentingan komersial dapat terdeteksi secara otomatis.

"Misalnya, lagu yang diputar bisa dilacak atau diunduh secara berbayar melalui sistem digital. Kalau ini bisa diterapkan, kami yakin pelaku usaha akan patuh," paparnya.

Agoes juga berharap nantinya ada aturan baru terkait royalti dan pemerintah dapat segera melakukan sosialisasi yang menyeluruh hingga ke daerah.

PHRI Kota Malang pun menyatakan siap berkoordinasi dan menyampaikan informasi kepada anggotanya.

"Terpenting adalah sosialisasi, jika aturannya sudah jadi ke daerah termasuk Kota Malang kami siap berkoordinasi dengan teman-teman tergabung dalam PHRI," pungkasnya.




(auh/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads