Pakar Unair Sebut Dentuman Sound Horeg Bisa Picu Gangguan Jantung

Pakar Unair Sebut Dentuman Sound Horeg Bisa Picu Gangguan Jantung

Aprilia Devi - detikJatim
Kamis, 14 Agu 2025 14:30 WIB
Dosen Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Dr Meity Ardiana
Dosen Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Dr Meity Ardiana. (Foto: Istimewa)
Surabaya -

Dentuman musik dengan volume tinggi melebihi ambang batas aman pendengaran, seperti dari sound horeg ternyata juga dapat membahayakan kesehatan jantung. Hal itu diungkapkan oleh Dosen Jantung dan Pembuluh Darah Fakultas Kedokteran Universitas Airlangga, Dr Meity Ardiana.

Menurutnya, paparan suara ekstrem bisa memicu respons fisiologis yang berpotensi mengganggu fungsi kardiovaskuler, utamanya pada individu dengan faktor risiko penyakit jantung.

"Pada orang yang sehat, kemungkinan dampaknya relatif kecil. Namun, bagi yang sudah memiliki faktor risiko seperti gangguan irama jantung, paparan suara keras bisa menjadi pencetus terjadinya aritmia atau henti jantung," ujar Meity, Kamis (14/8/2025).

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Meity melanjutkan bahwa kebisingan yang timbul di lingkungan kerja hingga hiburan adalah salah satu faktor risiko dari penyakit jantung. Namun sayangnya hal ini sering diabaikan.

"Paparan bising di atas 85 dB, jika terjadi secara terus-menerus, bisa mempengaruhi pembuluh darah, memicu stres fisiologis, serta meningkatkan risiko penyakit jantung koroner," lanjutnya.

ADVERTISEMENT

Risiko gangguan jantung karena paparan suara keras menurutnya juga kerap terjadi tanpa gejala awal yang jelas. Misalnya aritmia yang bisa muncul secara tiba-tiba namun berujung fatal.

"Maka jika tahu volumenya berlebihan, sebaiknya segera menjauh dari sumber suara," tuturnya.

Karena bahaya tersebut, ia pun mendorong adanya pencegahan. Dirinya memberi contoh di manajemen risiko lingkungan kerja yang menempatkan kebisingan sebagai salah satu bahaya utama.

Sehingga standar keselamatan kerja internasional pun telah merekomendasikan langkah preventif lewat audit kebisingan rutin, pemasangan peredam suara, dan penggunaan alat pelindung diri seperti earplug atau earmuff.

"Pelajaran dari dunia kerja ini dapat diadopsi dalam pengelolaan kegiatan publik. Kalau di tempat kerja saja ada batasan kebisingan dan kewajiban memakai pelindung telinga, maka di kegiatan hiburan pun seharusnya ada pembatasan agar aman bagi kesehatan," paparnya.

Tak hanya itu, diperlukan pula kesadaran bersama hingga regulasi yang tepat, untuk meminimalisir risiko gangguan jantung akibat kebisingan ekstrem tersebut.

"Apapun bentuknya, suara yang melebihi ambang batas aman akan berdampak buruk bagi jantung, baik pada usia muda maupun lanjut," pungkas Meity.




(auh/hil)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads