Lonjakan kadar belerang di Telaga Ngebel kembali bikin resah. Ribuan ikan di keramba milik petani mati mendadak dalam beberapa waktu terakhir. Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Ponorogo pun mendorong para petani mulai beralih ke budidaya ikan kolam yang dianggap lebih aman dan berkelanjutan.
"Kalau dulu kadar belerang naik hanya dua kali setahun dan masih bisa diantisipasi. Tapi sekarang munculnya tidak terduga, bisa lebih sering, dan menyebabkan kerugian besar bagi petani," ungkap Kabid Pengendalian Pencemaran, Kerusakan Lingkungan, dan Konservasi SDA DLH Ponorogo, Ervina Nurdianti, Selasa (22/7/2025).
DLH menilai, perubahan sistem budidaya menjadi langkah strategis jangka panjang. Apalagi, Pemkab Ponorogo menargetkan agar Telaga Ngebel ke depan bisa terbebas dari keramba jaring apung. Selain berdampak pada ekosistem, keberadaan keramba juga disebut mengganggu estetika telaga sebagai destinasi wisata.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Keramba memang mendukung kebutuhan ikan, tapi di sisi lain bisa mempercepat pencemaran air dan merusak keindahan alam. Apalagi sekarang kita dorong Ngebel jadi kawasan wisata unggulan," jelas Ervina.
Namun, transisi ini bukan tanpa tantangan. Banyak petani menolak karena usaha keramba sudah digeluti selama puluhan tahun dan menjadi tumpuan hidup warga sekitar.
"Makanya kami tidak memaksa. Pendekatannya persuasif. Misalnya mengimbau agar petani tidak memberi pakan secara berlebihan, karena itu juga bisa memperburuk kualitas air," tambahnya.
Ervina mengajak petani melihat peluang jangka panjang dari budidaya kolam. Menurutnya, kolam dinilai lebih minim risiko, hasilnya lebih pasti, dan tidak tergantung kondisi perairan terbuka yang fluktuatif.
"Ini saatnya beralih. Budidaya ikan di kolam bisa jadi masa depan yang lebih menjanjikan," tegasnya.
Sementara itu, petani keramba Telaga Ngebel, Hadi Santoso, menyampaikan kekhawatirannya jika rencana 'zero keramba' benar-benar diterapkan. Ia menilai keputusan tersebut bisa berdampak pada pasokan ikan segar di wilayah tersebut.
"Kebutuhan ikan di Ngebel ini bisa sampai satu ton per minggu. Kalau keramba dihapus, masa harus beli dari luar daerah? Ini kan menyangkut hidup rakyat sini juga," ujar Hadi.
Ia mengungkapkan, usaha keramba di Ngebel sudah ada jauh sebelum telaga ini ramai dikunjungi wisatawan. Ia menyebut peran petani penting dalam mendukung wisata kuliner dengan pasokan ikan segar langsung dari danau.
"Kita ini menyediakan ikan segar buat warung-warung sekitar dan pengunjung. Usaha ini dirintis sejak zaman mbah-mbah kami," lanjutnya.
Hadi tidak menolak jika wisata Telaga Ngebel dimajukan. Namun ia berharap pemerintah juga tidak menutup mata terhadap nasib ekonomi warga sekitar.
"Kalau wisata dimajukan, kami sangat mendukung. Tapi jangan lupakan rakyat kecil yang selama ini hidup dari sini," pungkasnya.
(auh/hil)