MK Pisah Pemilu Nasional dan Daerah, Walkot Eri: Itu Lebih Baik

MK Pisah Pemilu Nasional dan Daerah, Walkot Eri: Itu Lebih Baik

Esti Widiyana - detikJatim
Selasa, 01 Jul 2025 20:15 WIB
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi. (Foto: Esti Widiyana/detikJatim)
Surabaya -

Mahkamah Konstitusi (MK) memutuskan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah atau lokal. Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyampaikan tanggapan positif terkait putusan MK itu.

Dijelaskan dalam putusan MK bahwa pemungutan suara Pemilu nasional dilakukan secara dipisah. Akan ada jarak paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan umum di tingkat daerah.

Wali Kota Eri Cahyadi mengatakan bahwa putusan MK itu lebih baik. Melalui keputusan tersebut pemilu nasional maupun pemilu daerah tidak diselenggarakan secara bersamaan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Kalau itu sudah diputuskan, tapi memang lebih baik kalau dipastikan ada perbedaan, tidak berbarengan. Itu memang jauh lebih baik," kata Eri, Selasa (1/7/2025).

Baginya, dengan pemilu nasional maupun daerah yang diselenggarakan secara terpisah hal itu bisa mengatasi gesekan politik yang terjadi. Pemilu dengan waktu bersamaan atau jarak waktu yang dekat juga dirasa akan membuat pemilih jenuh.

ADVERTISEMENT

"Orang itu bosan, mari presiden, pileg, maringono langsung Pilkada sama DPRD. Itu mungkin dipisah lebih bagus," ujarnya.

Di sisi lain, Eri meyakini ada cukup banyak pertimbangan yang telah diperhatikan oleh MK sebelum mengambil keputusan untuk memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah.

"Saya yakin keputusan itu pasti akan mempertimbangkan lebih baik manfaatnya daripada mudaratnya. Makanya diambil keputusan itu," pungkasnya.

Diketahui, Perkumpulan untuk Pemilu dan Demokrasi (Perludem) menggugat dan mengajukan pengujian sejumlah pasal pada UU Pemilu dan UU Pilkada ke MK. Perludem meminta agar Pemilu tingkat nasional dipisah dan diberi jarak 2 tahun dengan Pemilu tingkat daerah.

Sebagaimana dilansir dari detikNews, dari gugatan tersebut MK akhirnya memutuskan memisahkan pemilu nasional dengan pemilu daerah dan diberi jarak paling lama 2 tahun 6 bulan dengan pemilihan tingkat daerah.

"Menyatakan Pasal 3 ayat (1) Undang-Undang Nomor 8 Tahun 2015 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2015 tentang Penetapan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Walikota Menjadi Undang-Undang (Lembaran Negara Republik Indonesia Tahun 2015 Nomor 57, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor 5678) bertentangan dengan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan tidak mempunyai kekuatan hukum mengikat secara bersyarat sepanjang ke depan tidak dimaknai. Pemilihan dilaksanakan secara serentak di seluruh wilayah Negara Kesatuan Republik Indonesia untuk memilih anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah provinsi, anggota Dewan Perwakilan Rakyat Daerah kabupaten/kota dan gubernur/wakil gubernur, bupati/wakil bupati, dan walikota/wakil walikota yang dilaksanakan dalam waktu paling singkat 2 (dua) tahun atau paling lama 2 (dua) tahun 6 (enam) bulan sejak pelantikan anggota Dewan Perwakilan Rakyat dan anggota Dewan Perwakilan Daerah atau sejak pelantikan Presiden/Wakil Presiden'," kata Ketua MK Suhartoyo, Kamis (26/6).




(dpe/abq)


Hide Ads