Cerita unik datang dari dr Dito Oktawijaya Pratama SpOG saat bertugas sebagai dokter spesialis dalam program Pendayagunaan Dokter Spesialis (PGDS) di daerah terpencil. Ia pernah menangani kasus langka, yakni seorang perempuan berusia 20 tahun yang belum pernah haid.
Kala itu, dr Dito mengikuti program Kemenkes PGDS di Kabupaten Toli-Toli, Sulawesi Tengah sejak Februari 2024-April 2025. Berdasarkan spesialisasinya, ia terfokus pada pemeriksaan ibu hamil sampai persalinan dan menangani kesehatan organ reproduksi wanita.
Semasa menjalani PGDS di daerah terpencil, alumni FK Unair ini pernah mendapatkan satu kasus yang cukup unik. Seorang wanita datang dengan keluhan tidak haid sampai dengan menginjak usia 20 tahun.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Ada wanita datang ke Rumah sakit, belum menikah, mengeluh tidak haid sampai dengan usianya menginjak 20 tahun. Saat dilakukan pemeriksaan USG saya menemukan gambaran 'menyerupai' rahim namun ukurannya sangat kecil hingga meragukan untuk menyebut gambaran tersebut suatu rahim. Perlu diketahui jika seorang wanita belum haid hingga usia 16 tahun dikatakan amenorrhea primer dan diperlukan pemeriksaan lebih lanjut," kata dr Dito kepada detikJatim di Jalan Pemuda Surabaya, Sabtu (30/5/2025).
"Diperlukan pemeriksaan MRI dan pemeriksaan penunjang lainnya di fasilitas yang lebih lengkap maka harus saya rujuk ke Palu atau bahkan ke Makassar. Proses edukasinya cukup sulit, pihak keluarga sudah dijelaskan, tapi sepertinya masih sulit memahami dan masih berharap bisa haid dan hamil setelah menikah, belum lagi terkendala biaya dan jarak yang jauh," imbuhnya.
Bila seorang perempuan sampai dengan usia 16 tahun belum haid perlu dievaluasi akar permasalahannya, apakah ada kelainan kromosomal, hormonal, ataukah kelainan anatomi. Pada kasus amenorrhea primer perlu pemeriksaan dan penanganan lanjutan ke SPOG-Konsultan Fertilitas dan Endokrinologi Reproduksi (KFER).
Menurutnya, ketika menjadi dokter di daerah terpencil, tantangannya adalah mengedukasi perempuan terkait dengan sistem reproduksi. Ilmu medis pun bisa kalah dengan mitos dan supranatural atau dukun.
Selama setahun, dr Dito mendapatkan beberapa kasus janin yang meninggal dalam kandungan. Karena kehamilan yang lewat waktu dan ibu yang tidak pernah memeriksakan kehamilannya. Ibu baru datang saat tidak merasa gerak janin dalam perutnya.
"Kalah dengan mitos, perdukunan, pijat perut (ibu hamil), datang dalam kondisi pendarahan, kehamilan lewat 3 minggu dari HPL, ketuban warna hijau hingga bau busuk sampai bayi meninggal dalam kandungan. Karena tidak melakukan pemeriksaan dari awal di puskesmas ataupun di pelayanan kesehatan lainnya. Tahu bahwa hamil, tapi dibiarkan saja. Sudah dikasih tahu HPL-nya, sudah lewat HPL nya tetap tidak periksa karena takut. Sampai datang dalam kondisi terburuk," jelasnya.
Selain itu, dr Dito juga mendapatkan banyak pasien hamil di usia remaja mulai dari 14 tahun, bahkan usia 30-an sudah memiliki 4-5 anak. Sebab, pernikahan muda di daerah ini masih banyak terjadi.
Ia menjelaskan, hamil di usia terlalu muda kesulitannya adalah organ panggul yang masih belum sepenuhnya matang. Lalu secara hormon belum matang, ditambah ketidakstabilan emosi.
"Ibu muda, paling seringnya gangguan pertumbuhan pada bayi, bayinya kecil. Tidak tahan sakit, dan akhirnya dilakukan tindakan operasi. Bukan karena indikasi tidak bisa lahir normal, tapi ketidaksiapan mental belum cukup jadi ibu," katanya.
Selama di Toli-Toli, dr Dito pernah mendapat pasien ibu hamil di usia 48 tahun dengan hamil ke 11. Lalu dia juga pernah menangani kelahiran bayi terbesar, yakni 5.35 kg dengan section caesarea.
Kini dr Dito sudah berpraktik di RS Surabaya. Yakni di RSIA Pura Raharja dan RSUD Eka Candrarini Surabaya.
Ia juga baru diangkat sebagai CPNS sebagai salah satu dokter spesialis kandungan di RSUD Eka Candrarini milik Pemkot Surabaya pada Rabu (28/5).
Dokter kandungan awamnya diketahui menangani kehamilan atau kelahiran. Namun, realitanya lebih luas, dokter spesialis obstetri dan ginekologi (obgyn) menangani berbagai kondisi kesehatan reproduksi wanita, mulai dari gangguan siklus haid, infeksi, hingga tumor organ reproduksi wanita.
"Saya berharap saya dapat terus berkontribusi dalam meningkatkan kualitas pelayanan pada kesehatan organ reproduksi wanita Indonesia dan mengawal baik kehamilan dan kelahiran para Ibu di Indonesia, khususnya di Surabaya," pungkasnya.
(auh/hil)