Elemen Guru Besar dan Alumni Fakultas Kedokteran (FK) Unair yang tergabung dalam Arek Kedokteran Suroboyo dan beberapa FK kampus lain menggelar aksi mengkritisi kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemkes). Menurut mereka, saat ini dunia medis juga sedang tidak baik-baik saja.
Aksi itu digelar sejak sore hingga jelang petang. Mereka prihatin selama setahun terakhir ada serangkaian kebijakan dan tindakan Kemkes yang mencerminkan pendekatan otoriter dan tidak dialogis pada profesi kedokteran.
Pemberlakuan UU Nomor 17/2023 tentang Kesehatan diikuti serangkaian kebijakan dianggap mengancam independensi profesi, khususnya terkait kendali atas kolegium yang selama ini berada di bawah naungan organisasi profesi.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Pertanyaan mendasar yang muncul sudah bukan tentang posisi administratif kolegium, tetapi intervensi sistematis terhadap otonomi profesi kedokteran.
Para dokter di Surabaya itu mencatat keprihatinan kebijakan mutasi sepihak tenaga kesehatan, pernyataan publik yang memojokkan profesi dokter, hingga penghentian proses pendidikan di RS Pendidikan Utama Program Studi Pendidikan Spesialis yang dilakukan tanpa proses evaluasi komprehensif dan transparan.
"Kolegium itu jelas bahwa itu harus guru besar. Jadi kita bukan untuk dokter sendiri, tapi untuk masyarakat. Kalau kami diobrak-obrik gini, kami enggak bisa bekerja dengan bagus, enggak bisa melayani dengan bagus, enggak bisa melayani yang terbaik, dan dampaknya apa yang ada sekarang, layanan dengan dasar itu belum selesai," kata salah satu alumnus FK Unair Dokter Spesialis Obstetri dr Poedjo Hartono SpOG (K) di halaman Kampus A, Selasa (10/5/2025).
"Jadi enggak ada planning yang bagus di dunia kesehatan. Semuanya hanya ilusi dan responsif yang ini enggak benar, harus tambah ini, dan akhirnya larinya ke alat dan sebagainya. Banyak peralatan-peralatan yang dikirim tetapi tenaganya enggak disiapkan," tambahnya.
![]() |
Kemudian, dr Poedjo mengatakan, yang dihadapi Kemkes hanya yang high end hingga robot. Ia tak menampik kemajuan teknologi yang harus diterima, namun di balik itu ada layanan dasar yang belum tercapai.
"Malaysia, Thailand, Singapura, Vietnam itu sudah selesai dengan layanan dasar. Kita belum. Angka kematian ibu masih banyak, stunting masih tinggi, TBC nomor dua. Itu enggak pernah tersentuh. Jadi yang di tersentuh semua costly, urusan uang," jelasnya.
Sementara Koordinator Aksi, dr Bambang Wicaksono SpBP mengatakan aksi ini adalah bentuk solidaritas profesi kedokteran. Hal ini usai mengalami keresahan selama 2 tahun terakhir.
"Kami (dokter) sudah kompak, solid dari Sabang sampai Merauke, seluruh komponen pendidikan ada gerakan yang sifatnya serentak bahwa kedokteran dan dunia medis saat ini sedang tidak baik-baik saja. Kegaduhannya terjadi 1-2 tahun terakhir ini. Kami harap ada solusi signifikan yang benar-benar memberikan solusi yang terbaik buat semuanya," kata dr Bambang.
Terdapat 6 poin pernyataan sikap dan tuntutan usai mempertimbangkan fakta-fakta dari Arek Kedokteran Suroboyo (Elemen Guru Besar dan Alumni FK-Unair). Berikut sikap dan tuntutannya:
1. Menolak dengan tegas segala bentuk pengambilalihan kendali kolegium yang independen ke Kementerian Kesehatan sebagaimana diindikasikan dalam turunan peraturan dari UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan.
2. Mengecam keras tindakan mutasi sepihak dan pembekuan Proses Pendidikan RS Utama Pendidikan Program Studi Dokter Spesialis yang dilakukan tanpa proses yang transparan dan berkeadilan.
3. Menuntut penghentian segera terhadap narasi publik yang merendahkan dan memojokkan profesi dokter yang secara sistematis dilakukan oleh pejabat Kementerian Kesehatan.
4. Mendesak peninjauan ulang terhadap UU No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan dan peraturan turunannya yang berpotensi merusak sistem pendidikan kedokteran yang telah mapan.
5. Meminta dengan tegas dilakukannya dialog nasional yang setara dan bermartabat antara Kementerian Kesehatan, Organisasi Profesi Kedokteran, dan Institusi Pendidikan Kedokteran.
6. Menuntut pemulihan terhadap pembekuan kegiatan pendidikan RS Pendidikan Utama Program Studi Pendidikan Dokter Spesialis yang dibekukan secara sewenang-wenang dan perlindungan hukum bagi institusi pendidikan kedokteran dari intervensi politik.
(dpe/abq)