Sejumlah guru besar Fakultas Kedokteran (FK) Unair meminta negara tidak mengambil kolegium kedokteran yang akan ditempatkan di bawah kendali pemerintah. Hal ini disampaikan melalui mini simposium yang diikuti sejumlah guru besar dari 7 fakultas kedokteran di Indonesia.
Mereka menyuarakan keprihatinan dan kekhawatiran terkait Undang-Undang (UU) No. 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan. Di mana saat ini UU itu sedang diuji di Mahkamah Konstitusi (MK) dan memunculkan potensi bahwa kolegium kedokteran akan diambil alih oleh pemerintah.
Guru Besar FK Unair di bidang bedah plastik, Dr dr Djohansjah Marzoeki SpB SpBRE SubspEL(K) menekankan bahwa kolegium kedokteran bukan ranah negara dan bukan ranah Kementerian Kesehatan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Prof Djohan mengatakan bahwa kedokteran terbagi menjadi 2 sisi. Yaitu sisi keilmuan dan sisi praktik atau profesi.
"Keilmuan ini yang diampu oleh kolegium. Sejauh ini kolegium itu bekerja untuk pendidikan dokter spesialis dan menentukan kompetensi. Bermacam-macam kompetensi itu dibuat di kolegium, di bidang keilmuan. Berbeda dengan profesi, kita memakai ilmu itu untuk pasien. Kalau kolegium pada segi keilmuannya," kata Prof Djohan di FK Unair, Jumat (13/6/2025).
Menurutnya, kolegium merupakan pengampu keilmuan dan tidak bisa dipisahkan antara kolegium dengan ilmu. Keilmuannya pun bersifat universal, di mana ilmu di Indonesia harus sama dengan Amerika atau negara lainnya.
"Ada kaidah-kaidah keilmuan yang berlaku universal. Makanya kata-kata kuncinya, kolegium pengampu keilmuan, kata kuncinya independen universal. Jangan diambil alih oleh pemerintah, tapi memberi power, menaungi, menghidupi atau men-support, boleh. Tapi bukan mengambil alih," tegasnya.
Ia juga menyampaikan terkait dokter umum dapat melakukan operasi sesar. Dalam kompetensi tersebut, dirinya menyebutkan bahwa penentuan kompetensi itu merupakan wewenang kolegium.
"Tidak bisa orang yang bukan di yang tidak berkecimpung dalam keilmuan itu menentukan kompetensi untuk memberikan kompetensi kepada dokter umum. Itu kesalahan besar itu. Tidak bisa kompetensi itu dibuat oleh politikus. Harus oleh ilmuwan sendiri di dalam kolegium," jelasnya.
Sementara Gubes FK Unair Prof Dr dr David Sontani Perdanakusuma SpBP-RE(K) mengatakan, bila kolegium kedokteran diambil alih oleh pemerintah akan terjadi kekacauan. Salah satunya pada pola mengelola keilmuan.
"Jelas akan kacau. Menentukan orang yang tidak pernah berkecimpung dalam pendidikan, ilmunya enggak mumpuni, terus dia memegang suatu pengampu keilmuan sebagai. Misalnya melakukan operasi harusnya A, B, C, D, dia enggak pernah mendidik, tidak pernah tahu, standar, karena kolegium itu yang membuat standar pendidikan, standar kompetensi dan kurikulum," pungkas Prof David.
(dpe/abq)