Sisi Suram yang Jarang Diketahui di Balik Negara-negara Paling Bahagia

Kabar Edu

Sisi Suram yang Jarang Diketahui di Balik Negara-negara Paling Bahagia

Cicin Yulianti - detikJatim
Senin, 10 Feb 2025 05:01 WIB
Denmark Negara Paling Bahagia
Warga Denmark yang menjadi negara paling bahagia di dunia. (Foto: iStock)
Surabaya -

Negara-negara Skandinavia seperti Denmark menempati peringkat teratas negara dengan populasi paling bahagia di dunia. Tapi benarkah warga di negara itu sama sekali tanpa tekanan?

Ternyata ada sisi suram yang tidak diketahui banyak orang di balik kebahagiaan orang-orang yang hidup di negara-negara dengan tingkat kebahagiaan tinggi.

Meski dianggap sebagai negara paling bahagia di dunia, masyarakat di Denmark maupun negara bahagia lainnya mengalami kesejahteraan yang buruk akibat tekanan sosial untuk terus merasa bahagia.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dilansir dari detikEdu mengutip Science Alert, hal itu diungkapkan sebuah riset yang dipublikasikan di Scientific Reports yang meneliti tekanan sosial orang-orang yang selalu merasakan emosi positif dan menghindari sisi negatif.

Sisi Suram Negara Paling Bahagia

Tekanan Media Sosial-Iklan

Tekanan ini berasal dari berbagai sumber seperti media sosial, buku self-help, dan iklan. Akhirnya orang-orang memiliki pola pikir tentang jenis emosi apa yang dihargai dan tidak dihargai orang-orang di sekitar mereka.

ADVERTISEMENT

Dalam riset ini, peneliti menyurvei 7.443 orang dari 40 negara tentang kesejahteraan emosional, kepuasan hidup (kesejahteraan kognitif), dan keluhan suasana hati (kesejahteraan klinis).

Mereka kemudian mempelajari survei itu dengan persepsi tentang tekanan sosial untuk merasa bahagia.

Hasil penelitian menemukan orang-orang yang dipaksa selalu merasa bahagia dan menghindari kesedihan, cenderung mengalami gangguan kesehatan mental seperti depresi, kecemasan, dan stres.

Penelitian ini juga mengkaji hubungan antara tekanan untuk merasa bahagia dan masalah gangguan mental di negara-negara paling bahagia di dunia.

Tim peneliti menghimpun data dari 40 negara peringkat teratas World Happiness Index dari Gallup World Poll.

Indeks ini dibuat berdasarkan peringkat kebahagiaan subjektif dari sampel perwakilan nasional dalam skala besar.

Perasaan Bahagia Menjadi Norma

Mereka menemukan hubungan yang cenderung lebih kuat di negara-negara dengan peringkat lebih tinggi pada World Happiness Index.

Artinya, di negara-negara seperti Denmark, tekanan sosial yang dirasakan beberapa orang untuk merasa bahagia justru menyebabkan kesehatan mental yang buruk.

Mereka menyimpulkan hal itu bisa terjadi karena apabila seseorang dikelilingi orang yang merasa bahagia bisa memperburuk perasaan akibat tekanan sosial untuk selalu bahagia.

Beberapa tanda kebahagiaan orang lain tidak terbatas pada ekspresi kebahagiaan yang eksplisit, tetapi juga dibuktikan dalam bentuk lain.

Contohnya seperti memiliki banyak teman atau terlibat dalam kegiatan yang menyenangkan.

Sinyal ini cenderung lebih kuat di negara-negara yang lebih bahagia, meningkatkan efek dari ekspektasi sosial dalam masyarakatnya.

Di negara-negara ini, perasaan bahagia dipandang sebagai norma. Ini menambah tekanan sosial yang dirasakan orang untuk mematuhi norma ini, dan menimbulkan dampak buruk bagi mereka yang gagal mencapainya.

Penelitian ini menyarankan meski merasa bahagia adalah hal yang baik, terkadang kita juga perlu peka tentang bagaimana ekspresi emosi positif kita dapat memengaruhi orang lain.

Meskipun baik untuk membawa kebahagiaan dan kepositifan ke dalam interaksi kita, ada baiknya untuk mengetahui kapan harus meredam dan tidak mengasingkan mereka yang belum merasa bahagia.

Lebih luas, penelitian ini juga mengingatkan untuk memikirkan kembali tentang tolok ukur kesejahteraan nasional.

Menurut penelitian itu, kebahagiaan dalam hidup tidak selalu tentang emosi positif, tetapi juga tentang merespons dengan baik terhadap emosi negatif.

Selain itu tentang bagaimana menemukan nilai dalam ketidaknyamanan, dan berfokus pada faktor lain seperti makna dan hubungan interpersonal.

Artikel sudah tayang di detikEdu. Baca selengkapnya di sini.




(dpe/iwd)


Hide Ads