Usai Tinjau HGB di Laut Sidoarjo, Pernyataan Kades Segoro Tambak Berubah

Usai Tinjau HGB di Laut Sidoarjo, Pernyataan Kades Segoro Tambak Berubah

Tim detikJatim - detikJatim
Selasa, 21 Jan 2025 18:50 WIB
Rombongan petugas BPN dan Kades Segoro Tambak, Sedati, Sidoarjo hendak meninjau lokasi HGB di laut seluas 656 hektare yang viral.
Rombongan petugas BPN didampingi Kades Segoro Tambak dan perangkat desa lainnya meninjau HGB di atas laut Sidoarjo. (Foto: Suparno/detikJatim)
Sidoarjo -

Kades Segoro Tambak, Sedati, Sidoarjo, Anik Mahmudah turut mendampingi sejumlah petugas BPN Sidoarjo meninjau lokasi HGB 656 hektare di laut. Sebelum naik perahu, Anik mengaku bersyukur masalah menahun di sana bisa segera selesai. Setelah peninjauan pernyataannya mendadak berubah.

Seperti diketahui, setelah viralnya temuan HGB di Tangerang, seorang warganet pemilik akun X @thanthowy, Thanthowy Syamsuddin menemukan HGB seluas 656 hektare di laut antara Surabaya dan Sidoarjo melalui aplikasi Bhumi ATR/BPN.

Berkaitan temuan Thanthowy yang juga dosen FEB Unair itu Kepala Kanwil BPN Jatim Lampri membantah lokasi berada di Surabaya. Dia sebutkan bahwa HGB itu berada di perairan Sidoarjo.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Di Surabaya tidak ada (HGB 656 Ha di atas laut Surabaya). Bukan (masuk Surabaya)," kata Lampri saat dikonfirmasi detikJatim. "Iya, benar ada di Sedati, Sidoarjo," ujarnya.

Pihak BPN Jatim menjanjikan akan memberikan penjelasan lebih lanjut dalam konferensi pers yang digelar Selasa sore sekitar pukul 15.00 WIB. Namun hingga pukul 16.30 WIB konferensi pers belum juga dimulai.

ADVERTISEMENT

Sekitar pukul 15.00 WIB, sejumlah petugas BPN Sidoarjo didampingi Anik meninjau lokasi HGB yang viral di media sosial. Kebetulan tim reporter detikJatim berada di lokasi.

Sebelum berangkat naik perahu milik nelayan bersama para petugas BPN, Anik menyampaikan bahwa data yang didapatkan masih prematur. Artinya, dia tidak menampik keberadaan HGB di kawasan laut Sidoarjo itu.

"Biar lengkap dulu, biar tidak separuh-separuh. Karena ini masih prematur sekali datanya. Tanpa mengurangi rasa hormat kami, mohon maaf, biar data ini kami tabulasikan dulu nanti setelah lengkap kami informasikan ke panjenengan," ujar Anik kepada detikJatim.

Anik mengatakan dia berjanji tidak akan menutup-nutupi permasalahan yang ada di balik HGB 656 hektare itu. Dia justru mengaku bersyukur ada pemberitaan tentang HGB itu sehingga permasalahan yang menurutnya sudah menahun bisa segera selesai.

"Kami paham tugas panjenengan mempublikasikan. Jangan khawatir, kami tidak berusaha menutupi, saya pun bersyukur dengan adanya berita semacam ini sehingga permasalahan yang selama menahun ini bisa terselesaikan," ujarnya.

Pernyataan itu berubah ketika Anik dan sejumlah petugas kembali dari laut usai peninjauan. Anik menegaskan hasil tinjauan itu tidak ditemukan adanya pagar laut dan dia mengklaim tidak ada penguasaan HGB seperti yang viral di media sosial.

"Ya sudah sebagai pemangku wilayah kami tunjukkan letak SHGB yang dimaksud. Dan memang di lokasi, seperti kami tunjukkan, tidak ada pagarisasi dan sebagainya," katanya, Selasa petang.

Lebih jauh Anik menegaskan pula bahwa HGB yang termuat dalam aplikasi Bhumi ATR/BPN tidak berada di wilayah Sidoarjo, tetapi berada di wilayah Gunung Anyar, Surabaya.

"Bukan (yang viral di medsos itu) di Gunung Anyar, bukan di desa kami. Kalau Gunung Anyar saya tidak punya kapasitas menyampaikan, kalau wilayah Segoro Tambak saya pastikan steril. Nggak ada itu penguasaan atau pagarisasi," tegasnya.

"Nanti setelah ada pengkajian dari BPN monggo jenengan nanti kalau masih mau koordinasi saya akan menyampaikan sesuai hasil koordinasi dengan BPN atas pengkajian tadi," katanya.

Sebelumnya, pemilik akun X @thanthowy sebagai salah satu warganet yang menemukan HGB di atas laut itu mengaku sempat menanyakan langsung kepada Menteri KKP Sakti Wahyu Trenggono melalui WhatsApp. Namun Sang Menteri juga menyampaikan dirinya tidak tahu soal itu.

"Beliau menyatakan tidak tahu. Namun, beliau menegaskan pemberian sertifikat tanah di laut itu tidak boleh, terkecuali untuk masyarakat laut seperti Suku Bajo, dan itu pun harus melalui proses KKPRL (Kajian Kesesuaian Kegiatan Pemanfaatan Ruang Laut) yang diterbitkan oleh KKP," kata Thanthowy.




(dpe/iwd)

Koleksi Pilihan

Kumpulan artikel pilihan oleh redaksi detikjatim

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads