Kasus demam berdarah dengue (DBD) di Kabupaten Mojokerto biasa melonjak mulai Januari hingga mencapai puncaknya pada Februari dan Maret. Oleh sebab itu, masyarakat diimbau waspada khususnya yang tinggal di wilayah Puri, Trowulan, Jetis dan Sooko.
Belajar dari data yang dirilis Dinas Kesehatan Kabupaten Mojokerto, terdapat 226 orang menderita DBD sepanjang 2024. Lonjakan kasus terjadi mulai Januari dengan 24 pasien. Bulan berikutnya, penyakit akibat virus dengue yang ditularkan nyamuk aedes aegypti ini terus menyebar.
Sebab, 66 orang menderita DBD pada Februari 2024. Kemudian mulai turun pada Maret dengan 48 pasien. Disusul April 26 pasien, Mei 16 pasien, Juni 13 pasien, Juli 8 pasien, Agustus 4 pasien, September 4 pasien, Oktober 7 pasien, November 3 pasien, serta Desember 7 pasien.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Karena (pada Februari-Maret) pancaroba dari musim hujan ke kemarau. Banyak genangan air, banyak sampah-sampah berserakan menjadi tempat yang baik berkembang biaknya nyamuk," kata Kepala Dinkes Kabupaten Mojokerto dr Ulum Rokhmat Rokhmawan kepada wartawan di kantornya, Rabu (8/1/2025).
Oleh sebab itu, masyarakat diimbau meningkatkan kewaspadaan. Terlebih warga Kabupaten Mojokerto yang tinggal di 4 kecamatan dengan kasus DBD tertinggi. Yaitu Puri 49 kasus, Jetis 34 kasus, Trowulan 28 kasus dan Sooko 21 kasus.
Disusul Kecamatan Jatirejo 16 kasus DBD, Mojoanyar 13 kasus, Dlanggu dan Ngoro masing-masing 12 kasus, Gedeg 11 kasus, Kemlagi 6 kasus, Dawarblandong, Gondang dan Mojosari masing-masing 5 kasus, Bangsal 4 kasus, Pacet 2 kasus, serta Pungging 1 kasus.
Menurut dr Ulum, Kecamatan Puri, Jetis, Trowulan dan Sooko menjadi endemik nyamuk aedes aegypti karena suhu udaranya yang hangat. Selain itu, empat kecamatan tersebut padat penduduk dan mobilitas penduduknya tinggi.
"Kalau di udara dingin, nyamuk aedes aegypti tidak bisa hidup dengan baik. Dari dulu Pacet dan Trawas tidak ada kasus. Yang jadi masalah kalau ada migrasi penduduk, nyamuk ikut dalam kendaraan," jelasnya.
Untuk mengantisipasi ledakan kasus DBD yang berpotensi terjadi awal 2025, dr Ulum mengajak masyarakat meningkatkan perilaku hidup bersih dan sehat (PHBS), pemberantasan sarang nyamuk (PSN), memasang kelambu saat tidur, memakai lotion antinyamuk, serta membasmi jentik nyamuk dengan Abate.
"Kalau diperlukan kami lakukan fogging. Semua puskesmas di Kabupaten Mojokerto sudah mampu melakukan fogging. Seperti tahun 2024, ada 275 lokus fogging," terangnya.
Dr Ulum bersyukur tidak ada kematian akibat DBD sepanjang 2024. Karena tingginya kesadaran masyarakat untuk membawa anggota keluarganya yang mengalami gejala DBD ke fasilitas kesehatan. Sehingga penanganan lebih dini bisa diberikan.
Ditambah 2 jalur penanganan kondisi darurat yang selama ini diterapkan Dinkes Kabupaten Mojokerto. Yaitu sistem penanggulangan gawat darurat terpadu (SPGDT) PSC 119 dan sistem kewaspadaan dini respons (SKDR).
"Jadi, siapa pun yang punya gejala awal DBD bisa segera dibawa ke puskesmas sehingga bisa dideteksi untuk penanganan dini. Dengan penanganan dini, kesembuhannya lebih tinggi," tandasnya.
(irb/hil)