Simak profil Yati Pesek, seniman senior yang menerima hinaan dari pendakwah Miftah Maulana Habiburrahman.
Video pendakwah Miftah Maulana Habiburrahman, atau yang dikenal dengan nama Gus Miftah mengolok-olok penjual es teh saat sedang memberikan ceramah viral di media sosial. Netizen menyayangkan sikap pendakwah yang juga dilantik sebagai utusan khusus presiden bidang Kerukunan Beragama dan Pembinaan Sarana Keagamaan.
Tak lama, video lain yang menunjukkan perangai tak terpuji Gus Miftah Kembali viral. Saat itu, Ia terlihat sedang bersama seorang seniman senior, Yati Pesek di sebuah acara. Gus Miftah terdengar memberikan komentar yang tak pantas terkait fisik dan profesinya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya itu bersyukur Bude Yati ini jelek dan milih jadi sinden, kalau cantik jadi lo**e," kata Miftah dalam penggalan video tersebut. Tak pelak, Ucapan ini menuai kritik tajam dari berbagai pihQak.
Belakangan juga terungkap, dalam sebuah obrolan Yati Pesek dengan Erick Estrada yang diunggah ke dalam akun Instagram aktor dan presenter itu, Yati Pesek akhirnya buka suara bahwa dirinya sebenarnya menyimpan rasa sakit hati atas peristiwa itu.
Lalu siapa sosok Yati Pesek? Berikut profil singkatnya
Riwayat Yati Pesek
Yati Pesek memiliki nama asli Suyati. Ia lahir di Yogyakarta pada 8 Agustus 1952. Ayahnya, Sujito, adalah seorang pengrawit, sementara ibunya, Sujilah, adalah seorang penari.
Sejak kecil, Yati sudah akrab dengan dunia seni, terutama tari, yang dipelajarinya secara langsung dari sang ibu, serta melalui bimbingan guru-guru tari ternama seperti R.M. Joko Daulat dan Basuki Koeswaraga.
Ia mengawali kariernya sebagai penari pembuka di kesenian wayang orang yang dulu terkenal sebagai kesenian rakyat. Ia juga menjadi sinden dalam banyak pertunjukan wayang kulit. Keahlian vokalnya yang khas dan aksi panggungnya yang berkarakter kemudian mampu menuai decak kagum para penonton pada masa-masa itu.
Dalam dekade-dekade awal kariernya, Yati menjelajahi berbagai peran, dari sinden hingga pelawak. Ia dikenal dengan gayanya yang autentik, menggunakan logat dan budaya Jawa untuk menciptakan daya tarik yang luas. Penampilan panggungnya sering kali diiringi oleh humor, menjadikannya salah satu seniman yang dihormati di kalangan masyarakat seni tradisional.
Yati Pesek Seniman Multi talenta
Karier profesional Yati dimulai pada 1964 ketika ia bergabung dengan komunitas Wayang Orang Jati Mulya di Kebumen. Selanjutnya, ia aktif berpindah dari satu tobong seni ke tobong lainnya, termasuk Panca Murti, Darma Mudha, dan Sari Budaya.
Nama Yati mulai dikenal luas saat ia direkrut oleh Handung Kussudyarsana untuk tampil dalam program Sandiwara Jenaka KR di TVRI Yogyakarta pada 1980. Acara ini menjadi salah satu tonggak awal popularitasnya, terutama ketika ia tampil bersama Marwoto dan Daryadi dalam Trio Jenaka KR. Ketiganya dikenal sebagai "Trio Plesetan," yang berhasil menciptakan hiburan jenaka dengan gaya khas mereka.
Popularitasnya terus menanjak hingga menarik perhatian sutradara-sutradara ternama seperti Arifin C. Noer, yang mengajaknya bermain dalam film Serangan Fajar (1982), dan Slamet Raharjo, yang menggarap film Langitku Rumahku (1984).
Kepiawaian Yati Pesek dalam seni pertunjukan tak hanya terbatas pada ketoprak atau film. Ia juga dikenal sebagai salah satu pelawak perempuan yang mampu mencuri perhatian dalam berbagai acara seni, termasuk dalam pertunjukan wayang kulit.
Dalang legendaris Ki Manteb Sudarsono pernah mengajaknya tampil spontan di Taman Ismail Marzuki, menciptakan tren baru berupa kehadiran "bintang tamu" dalam pertunjukan wayang kulit.
Berkat kiprahnya, Yati berhasil menjadi lambang dari seni tradisional Indonesia yang berperan penting dalam melestarikan budaya Jawa selama lebih dari lima dekade karirnya.
(ihc/iwd)