Presiden Joko Widodo berupaya mengendalikan konsumsi gula, garam dan lemak masyarakat. Kandungan batas maksimal gula, garam dan lemak akan ditentukan di setiap pangan olahan, termasuk olahan siap saji.
Kebijakan tersebut pun disambut positif ahli gizi. Olivia Gresya, ahli gizi dari Siloam Hospitals Group mengatakan kebijakan tersebut bisa membantu menekan angka prevalensi penyakit tidak menular, salah satunya diabetes.
"Penyakit tidak menular adalah salah satu penyebab kematian terbesar di Indonesia. Diabetes, tekanan darah tinggi, stroke, kanker, itu termasuk. Tetapi untuk menyadarkan masyarakat di Indonesia tidak cukup dari edukasi saja, peraturan juga jadi hal yang penting," ujar Olivia kepada detikJatim, Jumat (2/8/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun menurutnya kebijakan itu juga perlu diiringi dengan sosialisasi maupun edukasi secara masif kepada masyarakat soal gizi seimbang.
"Biasanya masyarakat yang penting enak tanpa mempertimbangkan kandungan gizi. Maka ada tugas juga untuk memberikan edukasi dan konseling terkait makanan tinggi gula, lemak, garam, dan kalori," kata Olivia.
Apalagi dia juga menyoroti anak-anak mulai menjadi korban dari pangan olahan yang tinggi gula, garam, dan lemak.
"Kita lihat fenomena anak-anak cuci darah. Ikatan Dokter Anak Indonesia (IDAI) sudah mulai menekan prevelansi diabetes pada anak, saat ini angka diabetes pada anak meningkat 70 kali lebih tinggi tinggi dibanding tahun 2010," tuturnya.
Dengan kebijakan yang tepat, termasuk kemungkinan pemberlakuan cukai pada pangan olahan tertentu. Harapannya masyarakat bisa semakin sadar untuk beralih ke makanan dengan gizi seimbang.
"Kalau ada cukainya misal, maka biaya yang dikeluarkan akan semakin tinggi. Masyarakat bisa berpikir untuk beralih ke makanan yang minim olahan namun justru lebih baik untuk kesehatan tubuh," ungkapnya.
Melansir dari detikFinance, pemerintah telah menetapkan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 tentang Peraturan Pelaksana UU No 17 Tahun 2023 tentang Kesehatan yang telah disahkan pada 26 Juli 2024.
"Dalam rangka pengendalian konsumsi gula, garam dan lemak, Pemerintah Pusat menentukan batas maksimal kandungan gula, garam dan lemak dalam pangan olahan, termasuk pangan olahan siap saji," tulis Pasal 194 ayat (1) aturan tersebut.
Selain itu, berdasarkan aturan tersebut, pemerintah pusat dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan perundang-undangan.
"Selain penetapan batas maksimum kandungan gula, garam dan lemak sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Pusat dapat menetapkan pengenaan cukai terhadap pangan olahan tertentu sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan," bunyi Pasal 194 ayat (4).
Selanjutnya dalam Pasal 195 dijelaskan, setiap orang yang memproduksi, mengimpor dan/atau mengedarkan pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji wajib memenuhi ketentuan batas maksimum kandungan gula, garam dan lemak yang ditetapkan; dan mencantumkan label gizi termasuk kandungan gula, garam dan lemak pada kemasan untuk pangan olahan atau pada media informasi untuk pangan olahan siap saji.
Setiap orang yang memproduksi, mengimpor dan/atau mengedarkan pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji yang melebihi ketentuan batas maksimum kandungan gula, garam dan lemak dilarang melakukan iklan, promosi, dan sponsor kegiatan pada waktu, lokasi, dan kelompok sasaran tertentu.
Setiap orang dilarang melakukan penjualan atau peredaran pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji yang melebihi ketentuan batas maksimum kandungan gula, garam dan lemak pada kawasan tertentu.
Setiap orang yang memproduksi, mengimpor dan/atau mengedarkan pangan olahan termasuk pangan olahan siap saji dibatasi dan/atau dilarang menggunakan zat bahan yang berisiko menimbulkan penyakit tidak menular.
Jika melanggar ketentuan di atas, dapat dikenakan sanksi administratif berupa peringatan tertulis; denda administratif; penghentian sementara dari kegiatan produksi dan/atau peredaran produk; serta penarikan pangan olahan dari peredaran; dan/atau pencabutan perizinan berusaha.
(dpe/iwd)