Butiran es atau embun upas menyelimuti sejumlah tanaman yang tumbuh di wilayah Ranupani. Adanya embun upas karena suhu dingin di wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru beberapa waktu terakhir.
Kemunculan embun upas itu direkam kamera wisatawan saat berkunjung ke Ranupani pagi tadi. Tampak permukaan dedaunan tertutup butiran es.
Sampetono warga Ngadas, Kecamatan Poncokusumo, Kabupaten Malang menyebut suhu ekstrem tengah melanda wilayah Taman Nasional Bromo Tengger Semeru (TNBTS).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Iya, setiap pagi ada embun es karena suhu dingin," ujar Sampetono kepada detikJatim, Sabtu (20/7/2024).
Balai Besar TNBTS selaku pengelola taman nasional membenarkan fenomena embun es terjadi di wilayahnya. Kepala Bagian Tata Usaha BBTNBTS Septi Eka Wardhani menyebut fenomena ini biasa terjadi saat kemarau.
"Frost atau embun upas dapat dijumpai saat pagi hari, terutama saat musim kemarau," kata Septi terpisah.
Menurut Septi, embun upas terjadi karena udara dingin akibat angin munson timur yang berembus dari benua Australia. Fenomena ini terjadi ketika suhu udara cukup dingin berkisar antara 5-9 derajat celsius.
"Dan, hanya dijumpai pada pagi hari, atau sebelum matahari terbit dengan sempurna. Embun upas akan menghilang saat matahari mulai meninggi," katanya.
Septi menambahkan, pada musim kemarau, cuaca cenderung lebih dingin. Pasalnya, ada penurunan suhu yang cukup ekstrem.
"Kemunculan embun upas yang membeku menyerupai salju membuat kawasan wisata Gunung Bromo dan sekitarnya tampak semakin eksotis. Pemandangan kawasan Lautan Pasir Gunung Bromo tampak memutih dan lebih menarik," imbuhnya.
Septi menjelaskan, bagi wisatawan yang akan mengunjungi kawasan wisata Bromo diharapkan mempersiapkan diri. Mulai dari menggunakan pakaian dan jaket tebal, memakai sarung tangan, penutup atau kerpus.
"Serta bagi yang memiliki riwayat penyakit asma, harap berhati-hati dan menjaga kondisinya sebaik mungkin," jelasnya.
Sementara Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memprediksi puncak musim kemarau 2024 di sebagian besar wilayah Indonesia terjadi bulan Juli dan Agustus. BMKG mengimbau kementerian/lembaga, pemerintah daerah, institusi terkait, dan seluruh masyarakat untuk lebih siap.
Pihak-pihak terkait diminta mengantisipasi kemungkinan dampak musim kemarau, terutama di wilayah yang mengalami sifat musim kemarau bawah normal. Sebab, wilayah tersebut diprediksi dapat mengalami peningkatan risiko bencana kekeringan meteorologis, kebakaran hutan dan lahan, dan kekurangan sumber air.
(irb/fat)