Keberadaan rumah doa jemaat Kristen di Desa Mergosari, Kecamatan Tarik, Sidoarjo dipersoalkan oleh kepala desa (kades) setempat. Polemik tersebut mencuat ke publik usai viral video perdebatan antara kades dengan jemaat.
Video itu pertama kali diunggah oleh @permadiaktivis2. Narasi video itu bertuliskan 'Diskriminasi SARA pelarangan ibadah Kristen'. Video itu kemudian diunggah ulang oleh akun Instagram berita lokal di Sidoarjo.
"Viral beredar sebuah video diduga pelarangan kegiatan ibadah umat Kristen di desa Mergosari Tarik, video yang diunggah aktivis @permadiaktivis2 (30/6) diakun pribadinya itu mendapat banjir komentar, pasalnya video yang menunjukkan perdebatan antara jemaat gereja dan lurah setempat tersebut terlihat sangat alot.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Semoga dinas terkait @cakband1 segera turun tangan memberi solusi untuk masalah ini agar kerukunan di Sidoarjo tetap terjaga" tulis akun tersebut seperti dilihat detikJatim, Senin (1/7/2024).
Di video berdurasi 53 detik itu terdengar Kades Mergosari Eko Budi Santoso berdebat dengan beberapa jemaat. Para jemaat mempertanyakan sikap Eko yang mempersoalkan keberadaan rumah doa tersebut.
"Kita tidak bikin kerusuhan pak, ya mohon maaf pengertiannya," ujar salah satu jemaat perempuan.
"Kita ini ibadah kepada Tuhan pak," sahut umat Kristiani lainnya.
"Kita memang dari mana-mana tempat, karena memang kita minoritas, kita sedikit, gitu loh, jadi tolong pengertiannya," tambah perempuan tersebut.
"Setiap melakukan kegiatan, ini ada Pak RW, Pak RT, nggih, setiap warga melakukan kegiatan, harus ada izin dari lingkungan, udah itu titik," jawab Eko memberikan penjelasan kepada jemaat.
"Kegiatan apa dulu pak?" sanggah umat Kristiani.
"Semuanya," ujar sang kades.
"Kita ini ibadah, bukan kegiatan pak, ojok dipadakno ambek jaran kepang (jangan disamakan dengan jaran kepang)," bantah umat Kristiani.
"Sebentar, yang dibatasi itu yang seperti apa pak? Kami hanya minggu saja loh kegiatannya," imbuh umat Kristiani lainnya.
Namun, sang kades tetap teguh pada pendiriannya dan meminta warga Kristen untuk meminta izin dalam melakukan ibadah.
"Mpun, mpun, wis wis wis wis (sudah sudah)," tutupnya.
Dikonfirmasi detikJatim, Eko membenarkan terkait perdebatan yang ada di video tersebut. Namun, dia membantah melarang jemaah untuk beribadah.
"Tidak benar kalau saya melarang warga melakukan ibadah," jelas Eko ditemui di Balai Desa Mergosari.
Eko menjelaskan selama ini pihaknya mendapatkan laporan bahwa di Dusun Mergosari tersebut telah berdiri rumah ibadah.
"Kedatangan kami di sana hanya menanyakan IMB (Izin Mendirikan Bangunan) rumah ibadah yang (dilaporkan) resahkan oleh warga sekitar," imbuh Eko.
Sementara itu, warga sekitar rumah doa itu merasa tak terganggu dengan aktivitas ibadah jemaat Kristen. Meski ada ratusan jemaat yang datang, warga welcome dengan mereka.
"Selama ini kami tidak merasa terganggu dengan keberadaan rumah ibadah ini. Saat ada kegiatan di rumah doa tersebut, tidak pernah menggunakan alat pengeras suara, jadi kegiatannya tidak terdengar dari luar," jelas warga Dusun Mergojok, Desa Mergosari, Mulyati (53).
Hal yang sama disampaikan oleh Agus Febro (25), warga Dusun Mergojok lainnya. Ia mengatakan warga sekitar, terutama di kalangan pemuda tidak pernah merasakan keresahan akibat kegiatan rumah doa yang dilakukan setiap Minggu.
"Yang datang ke rumah doa itu setiap hari Minggu banyak sekali, namun warga kalangan muda tidak merasa resah dengan keberadaan rumah doa itu," kata Agus.
Penjelasan pendeta dan janji Plt Bupati Sidoarjo. Baca halaman selanjutnya...
detikJatim telah mendatangi rumah doa tersebut dan ditemui oleh Pendeta Gereja Pantekosta di Indonesia, Yoab Setiawan. Yoab menceritakan, kejadian ini berawal saat umat Kristiani melakukan ibadah pada Minggu (30/6). Lalu, pihaknya didatangi oleh Kades Mergosari Eko. Kades pun menanyakan mengapa pihak rumah doa setiap hari Minggu selalu mengadakan kegiatan ibadah?
"Kami sangat kaget bahwa kades menyampaikan kalau menggelar ibadah harus ada izin dari desa. Padahal, saya bersama 100 jemaah, setiap Minggu selalu menggelar ibadah tanpa ada izin," kata Yoab ditemui di rumah doa.
Yoab menjelaskan, kedatangan kades juga untuk menanyakan terkait IMB. Ia mengatakan, ketentuan dari kades bahwa sebelum memiliki IMB tersebut, pihaknya dilarang melakukan ibadah.
"Sementara itu, untuk mengurus IMB kami butuh waktu selama 2 tahun, kemudian, kami tanyakan untuk ibadahnya seperti apa, tapi pihak kades tidak memberikan jawaban," jelas Yoab.
Yoab menambahkan sebelumnya pihaknya diundang oleh pihak desa tentang sosialisasi FKUB dan mengenai SK 2 menteri. Setelah selesai acara, ada dialog untuk mempertanyakan bahwa rumah doa itu melakukan kegiatan setiap Minggu, apa tidak sebulan sekali.
"Kemudian kami memberikan penjelasan bahwa rumah doa ini memang melakukan ibadah setiap Minggu sekali. Apalagi ada jemaat yang memberikan hibah bahwa tanah ini dibangun rumah," tandas Yoab.
Terkait dengan gaduh izin rumah tersebut, Plt Bupati Sidoarjo Subandi berjanji akan membantu pengurusan IMB yang belum dimiliki rumah doa. Subandi sendiri hadir langsung di Balai Desa Mergosari saat dilakukan mediasi antara pihak jemaat dan instansi terkait.
"Permasalahan yang ditanyakan oleh warga adalah IMB rumah doa, kami atas nama Pemkab Sidoarjo akan membantu sepenuhnya perizinan tersebut," ujar Subandi di Balai Desa Mergosari.
Subandi mengatakan selama proses perizinan IMB belum selesai, pihaknya mengharapkan para jemaat untuk melakukan ibadah di rumahnya masing-masing.
"Kami memberikan tempo dalam waktu satu bulan perizinan selesai. Tapi selama perizinan IMB belum selesai kami meminta jemaat melakukan ibadah di rumahnya masing-masing," jelas Subandi.
"Kami tidak akan mempersulit dalam pendirian rumah ibadah, yang penting ada rekomendasi dari lingkungan. Sudah kami sampaikan ke Kades, Camat, dan Danramil untuk membantu secara maksimal untuk segera menuntaskan perizinan," tandas Subandi.
(hil/dte)