Sebagai Ketua RT yang peduli dengan warganya, Utomo mengaku sedih dengan rendahnya pendidikan warga Dukuh Pencol. Masalah sumber daya manusia (SDM) di dukuh terpencil Tuban ini terjadi karena akses pendidikan yang terbatas. Anak-anak di sana terpaksa disekolahkan di Bojonegoro.
Seperti diketahui, dukuh terpencil di Tuban yang masuk wilayah administratif Dusun Ketapang, Desa Campurejo, Kecamatan Rengel, Tuban ini wilayahnya justru lebih dekat dengan Desa Pilang, Kecamatan Kanor, Bojonegoro.
Untuk menuju ke wilayah Dusun Ketapang, misalnya, warga setempat harus memutar melewati Jembatan Kanor-Rengel yang jaraknya kurang lebih mencapai 7 kilometer atau dengan menyeberangi Bengawan Solo naik perahu tambang bila ingin menempuh jarak lebih dekat.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dengan menaiki perahu tambang, jarak tempuh melalui jalur darat itu bisa dipersingkat hanya 1 kilometer saja. Masalahnya, layanan perahu tambang itu buka siang dan melayani hanya sampai sore pukul 17.00 WIB.
Kondisi geografis yang membuat dukuh ini terasing dari wilayah administratif semakin mempersulit warganya dalam mengakses layanan pendidikan dan kesehatan. Oleh karena itu, warga memilih menyekolahkan anaknya ke sekolah terdekat di Bojonegoro.
Anak-anak Dukuh Pencol disekolahkan di sejumlah SD atau MI, juga SMP atau MTS yang ada di Kecamatan Kanor, Bojonegoro. Sedangkan untuk SMA/SMK, warga memilih menyekolahkan anak di Kecamatan Baureno. Jarang ada yang masuk negeri karena terkendala sistem zonasi dan jarak sekolah yang jauh.
"Anak-anak SMP atau SMA di sini ini sekolah ada yang di Kanor, Kalau SMA atau SMK ya milih di Boureno, Bojonegoro. Anak saya saja sekolah di SMK Boureno. Karena sudah jadi kebiasaan kalau tak lihat," ujarnya saat ditemui detikJatim di rumahnya, Senin (17/6/2024).
Imbasnya, ketika Pemkab Bojonegoro meluncurkan program beasiswa untuk siswa-siswi sejumlah sekolah, anak-anak dari Dukuh Pencol tidak bisa mendapatkan fasilitas itu karena tidak memungkinkan secara administratif.
![]() |
"Ya terkadang kalau di sekolah ada kabar bantuan, ya kami hanya bisa mendengar saja. Karena kami warga kabupaten lain. Tapi ini sudah mulai diusahakan bisa dapat, mboh piye carane (entah bagaimana caranya) pihak sekolah," kata Utomo.
Dia sampaikan bahwa sebenarnya warga setempat berharap ada sekolah mengaji seperti diniyah di dukuh itu. Sehingga anak-anak di sana tetap bisa terus belajar. Tapi harapan itu belum terwujud karena kendala minimnya jumlah anak-anak di Dukuh Pencol.
"Kami sebenarnya berharap ada sekolah ngaji atau diniyah di sini. Namun kami komunikasikan belum bisa karena minimnya jumlah anak-anak di sini. Tempat ngaji ini kami kira sangat penting bagi SDM warga Pencol agak bisa terus belajar," harap Utomo.
Ada 74 kepala keluarga yang terdiri dari 200 orang penduduk di Dukuh Pencol yang terbagi menjadi dua rukun tetangga (RT), yakni RT 4 dan RT 5 di lingkungan satu rukun warga (RW) yakni di RW 3, Dusun Ketapang. Dari 2 RT itu, jumlah anak-anak di bawah 5 tahun saat ini hanya ada 4 orang saja.
"Ada sekitar 74 Kepala keluarga di dukuh Pencol ini. Warga sini nggak begitu banyak anak. Balita saja saat ini hanya ada empat di dua RT ini," kata Utomo diamini oleh istrinya.
Warga Dukuh Pencol sendiri rata-rata lulusan SD. Mereka yang lulusan SMP dan SMA sangat sedikit. Apalagi yang sampai lulus perguruan tinggi. Utomo mengatakan, baru 3 orang warganya yang bergelar sarjana.
Rendahnya pendidikan inilah yang membuat warganya rata-rata bekerja sebagai buruh tani. Hanya sebagian kecil yang mengandalkan mata pencaharian sebagai pedagang dan peternak. Tidak satu pun yang menjadi pegawai negeri atau perangkat desa setempat.
Utomo menyebutkan, sejak Dusun Ketapang terbelah dan Dukuh Pencol menjadi terpencil dan terasing dari wilayah administratifnya, hingga saat ini belum ada satupun perangkat desa Campurejo yang berasal dari Dukuh Pencol maupun dari Dusun Ketapang.
"Kalau menurut cerita dulu sebelum dukuh ini terbelah, kepala desa pertama di Campurejo itu merupakan warga dari Dusun Ketapang. Seiring berjalannya waktu, juga karena kondisi geografis yang cukup sulit ini, tidak ada satupun perangkat desa yang berasal dari sini (Pencol)," kata Utomo.
Respons pemerintah. Baca di halaman selanjutnya.