Bolehkah Berkurban dengan Sapi Betina? Begini Hukumnya

Bolehkah Berkurban dengan Sapi Betina? Begini Hukumnya

Allysa Salsabillah Dwi Gayatri - detikJatim
Jumat, 14 Jun 2024 04:04 WIB
Pedagang sapi kurban bak jamur di musim hujan jelang Hari Raya Idul Adha 2024. Mereka muncul di kiri-kanan jalan untuk menarik minat masyarakat yang hendak berkurban. Agar bisnis berjalan lancar, tak jarang para pedagang bersiaga 24 jam untuk melayani para pelanggan. detikcom mengunjungi sejumlah pedagang sapi kurban di kawasan Radio Dalam, Jakarta Selatan.
Ilustrasi sapi kurban. (Foto: Samuel Gading/detikcom)
Surabaya -

Jelang Hari Raya Kurban, Umat islam perlu tahu soal jenis hewan yang boleh dijadikan kurban. Para ulama berpendapat kurban hanya boleh menggunakan hewan ternak seperti unta, sapi, domba, kambing, dan lainnya.

Lantas bagaimana hukum kurban dengan Sapi Betina? Yuk simak selengkapnya di bawah ini.

Hukum Kurban dengan Sapi Betina

Seperti dilansir dari laman resmi NU Online, tak ada penjelasan langsung soal pilihan atau keutamaan jenis kelamin untuk hewan kurban. Namun para ulama menyamakan jenis kelamin hewan kurban dengan hewan akikah.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Imam An-Nawawi dalam Al-Majmu Syarh al-Muhadzzab pernah menjelaskan tentang hal ini. Menurut An-Nawawi, jenis kelamin hewan kurban ini dianalogikan dengan hadis yang menjelaskan kebolehan untuk memilih jenis kelamin jantan atau betina untuk akikah.

ويجوز فيها الذكر والانثى لما روت أم كرز عن النبي صلى الله عليه وسلم أنه قال: على الغلام شاتان وعلى الجارية شاة لا يضركم ذكرانا كن أو أناثا

ADVERTISEMENT

Artinya:

"Dan diperbolehkan dalam berkurban dengan hewan jantan maupun betina. Sebagaimana mengacu pada sebuah hadits yang diriwayatkan oleh Ummu Kuraz dari Rasulullah shallallahu 'alaihi wasallam, bahwa beliau pernah bersabda '(akikah) untuk anak laki-laki adalah dua kambing dan untuk perempuan satu kambing. Baik berjenis kelamin jantan atau betina, tidak masalah.'" (Lihat: An-Nawawi, al-Majmū' Syarḥ Muhazzab, Beirut: Dār al-Fikr, tt., j. 8, h. 392)

Menurut An-Nawai, apabila jenis kelamin hewan dalam hal akikah tidak dipermasalahkan, maka untuk hewan kurban juga demikian.

وإذا جاز ذلك في العقيقة بهذا الخبر دل على جوازه في الاضحية ولان لحم الذكر أطيب ولحم الانثى أرطب

Artinya:

"Jika dalam hal akikah saja diperbolehkan dengan landasan hadits tersebut, maka hal ini menunjukkan kebolehan untuk menggunakan hewan berjenis kelamin jantan maupun betina dalam kurban. Karena daging jantan lebih enak dari daging betina, dan daging betina lebih lembab." (Lihat: An-Nawawi, al-Majmū' Syarḥ Muhazzab, Beirut, Dār al-Fikr, tt., j. 8, h. 392)

Dengan demikian, tidak ada keutamaan mengenai jenis kelamin hewan untuk kurban. Maka hukum kurban dengan sapi betina berarti sah-sah saja selama hewan itu sesuai syarat sah hewan kurban.

Syarat Sah Hewan Kurban

1. Hewan Ternak

Kriteria pertama yakni jenis hewannya harus binatang ternak. Misalnya saja unta, sapi, kambing, dan domba yang bisa dijadikan pilihan untuk hewan kurban

2. Usia Hewan

Usia hewan kurban harus berusia sesuai dengan ditentukan syariat. Berikut usia hewan ternak yang boleh dijadikan hewan kurban :

  • Kambing minimal berusia 1 tahun dan telah masuk tahun ke-2
  • Sapi minimal berusia 2 tahun dan telah masuk tahun ke-3
  • Unta minimal berusia 5 tahun dan telah masuk tahun ke-6
  • Domba berusia 1 tahun atau minimal berusia 6 bulan untuk yang sulit dapat domba berusia 1 tahun

3. Tidak cacat

Kriteria selanjutnya hewan harus sehat dan tidak boleh cacat. Nabi Muhammad SAW menjelaskan ada beberapa hal yang tidak boleh dialami oleh hewan yang akan dikurbankan. Untuk memenuhi syarat hewan kurban, maka jangan memilih hewan yang buta, sebelah, pincang, sakit, sangat kurus, dan tidak memiliki sumsum tulang.

4. Bukan Milik Orang Lain

Hewan kurban tidak sah apabila didapatkan dengan cara mencuri milik orang lain. Hukum berkurban juga tidak sah apabila menggunakan hewan gadai (milik orang lain) atau hewan warisan.

5. Penyembelihan Hewan Kurban

Penyembelihan hewan kurban harus dilakukan pada waktu yang telah ditentukan oleh syariat. Menurut Ibnu Rusyd dari Madzhab Maliki didukung oleh Imam Ahmad, Imam Abu Hanifah, dan Imam lainnya, penyembelihan dilakukan setelah salah Idul Adha.

Batas akhir dari penyembelihan yakni ketika terbenamnya matahari pada tanggal 13 Dzulhijjah. Sementara menurut Madzhab Syafi'i adalah 4 hari setelah Idul Adha.

Artikel ini ditulis oleh Allysa Salsabillah Dwi Gayatri, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom




(dpe/dte)


Hide Ads