Apa Itu Dam Haji? Ini Pengertian, Biaya dan Cara Pendistribusian

Apa Itu Dam Haji? Ini Pengertian, Biaya dan Cara Pendistribusian

Albert Benjamin Febrian Purba - detikJatim
Jumat, 07 Jun 2024 16:16 WIB
Ilustrasi dam haji
Ilustrasi kakbah (Foto: M. Fakhry Arrizal/detikcom)
Surabaya -

Bagi umat Islam yang menjalankan haji, sudah tidak asing dengan istilah Dam haji. Meskipun begitu, beberapa yang lain mungkin belum mengetahui apa itu dam haji dan tujuannya.

Dam haji merupakan denda atau tebusan yang harus dibayarkan karena melanggar salah satu rukun atau syarat haji.

Lantas, apa sebenarnya pengertian Dam haji dan bagaimana cara pendistribusiannya?

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Pengertian Dam Haji

Dilansir dari laman Baznas, Dam dalam konteks ibadah haji merupakan istilah yang merujuk pada sanksi atau denda yang harus dibayar oleh jemaah haji. Sanksi ini muncul karena pelanggaran tertentu selama pelaksanaan ibadah haji atau umrah.

Dam secara etimologis berarti mengalirkan darah dengan menyembelih hewan kurban yang dilakukan sebagai bagian dari ibadah haji. Setiap jemaah yang melanggar larangan haji atau meninggalkan kewajiban haji selama menjalankan ibadah haji dan umroh diwajibkan untuk membayar Dam (denda).

ADVERTISEMENT


Penyebab dan Jenis Pelanggaran yang Menyebabkan Dam

Dalam menjalankan ibadah haji, terdapat berbagai larangan yang harus dihindari serta kewajiban yang harus dipenuhi. Jika larangan tersebut dilanggar atau kewajiban tidak dipenuhi, jamaah haji diwajibkan membayar dam.

Beberapa contoh pelanggaran meliputi:

- Melakukan larangan-larangan, seperti bersetubuh, bermesraan, berbuat maksiat, dan bertengkar
- Dilarang menikah dan menikahkan atau menjadi wali
- Memakai pakaian berjahit, menggunakan pewangi, menutup kepala, menggunakan sepatu yang menutup mata kaki.
- Dilarang berburu atau membunuh binatang liar yang halal dikonsumsi.
- Tidak menyempurnakan wajib haji, seperti tidak bermalam di Mina atau Muzdalifah.


Khusus bagi jamaah haji dari Indonesia, jenis pelanggaran yang sering terjadi adalah pelaksanaan Haji Tamattu'. Dalam Haji Tamattu', jamaah melakukan umrah terlebih dahulu sebelum menunaikan haji.

Haji Tamattu terjadi ketika jemaah melakukan ihram untuk umrah dari miqat sebelum waktu haji tiba. Setelah menyelesaikan ihram dan melakukan tahallul dengan memotong rambut, mereka menunggu hingga datangnya waktu haji pada hari Tarwiyah dan Arafah, yaitu tanggal 8-9 Zulhijjah.

Akibatnya, jemaah tersebut harus membayar Dam dengan cara menyembelih seekor kambing. Jika tidak mampu, mereka diwajibkan berpuasa selama 10 hari, dengan rincian 3 hari di Tanah Suci dan 7 hari sisanya di Tanah Air.


Dalil tentang Dam

Dalil mengenai kewajiban membayar Dam dapat ditemukan dalam Al-Quran, di antaranya:

- Surah Al-Maidah, ayat 95:

"Hai orang-orang yang beriman, janganlah kamu membunuh binatang buruan ketika kamu sedang ihram. Barang siapa di antara kamu membunuh dengan sengaja, maka dendanya ialah mengganti dengan binatang ternak seimbang dengan buruan yang dibunuhnya, menurut putusan dua orang yang adil di antara kamu sebagai hadnya yang dibawa sampai ke kabah atau membayar kafarat dengan memberi makan orang miskin atau puasa seimbang dengan makanan yang dikeluarkan itu. Supaya dia merasakan akibat yang buruk dari perbuatannya."

- Surah Al-Hajj, ayat 33:

"Bagi kamu padanya (hewan hadyu) ada beberapa manfaat, sampai waktu yang ditentukan, kemudian tempat penyembelihannya adalah di sekitar Baitul Atiq (Baitullah)."


Pendistribusian Dam Haji

Penyembelihan hewan dam dilakukan di Tanah Suci, Mekah. Mengenai pendistribusiannya, terdapat pandangan yang membolehkan distribusi daging Dam keluar dari Tanah Suci. Namun, yang lebih utama adalah pendistribusian kepada orang-orang miskin di Mekah, kecuali jika terdapat kebutuhan lebih mendesak di tempat lain.

Dalam beberapa tahun terakhir, pemerintah Arab Saudi telah melakukan pendistribusian daging dam dalam bentuk kalengan atau daging beku ke berbagai negara Islam. Di Indonesia, mulai tahun 2023, Badan Amil Zakat Nasional (BAZNAS) bekerja sama dengan Kementerian Agama dan Badan Pengelola Keuangan Haji (BPKH) menyalurkan daging dam dari Tanah Suci ke Indonesia.

Pengelolaan daging dam ini dilakukan sesuai dengan UU No. 23 Tahun 2011 tentang Pengelolaan Zakat dan Surat Edaran Dirjen Penyelenggaraan Haji dan Umrah No. 2 Tahun 2023. Pendistribusian diprioritaskan untuk masyarakat di Daerah Tertinggal, Terdepan, dan Terluar (3T) Indonesia, yang memiliki kondisi geografis, sosial, ekonomi, dan budaya yang kurang berkembang dibanding daerah lain.

Dengan demikian, selain memenuhi ketentuan ibadah, pembayaran dam juga membantu meringankan beban masyarakat yang membutuhkan, baik di Tanah Suci maupun di tempat lain yang memerlukan.


Ketentuan dan Biaya Dam Haji 2024

Direktorat Jenderal Penyelenggaraan Haji dan Umrah (PHU) dari Kementerian Agama Republik Indonesia telah mengeluarkan Surat Edaran Dirjen PHU Nomor 04 Tahun 2024. Edaran ini mengatur tentang Petunjuk Teknis Pembayaran DAM/Hadyu untuk tahun 1445 H/2024 M.

Langkah ini diambil untuk melindungi jemaah haji serta memastikan pengelolaan pemotongan dam sesuai syariah.

Pembayaran Dam dapat dilakukan melalui dua Rumah Pemotongan Hewan (RPH), yaitu RPH Al-Ukaisyiyah dan RPH Adhahi. Jemaah dan petugas haji dapat membayar dam mereka di kedua RPH ini untuk memastikan keamanan dan kesesuaian syariah.

Adapun besaran biaya Dam Haji 2024 sebagai berikut:

1. RPH Adhahi:

Biaya: SR 720
Komponen: harga kambing, jasa penyembelihan, pengulitan, pembersihan perut, pendinginan (storage cold), packing, serta biaya pengiriman dan distribusi.

2, RPH Al Ukaisyiyah

Biaya: SR 580
Komponen: harga kambing, jasa penyembelihan, pengulitan, pembersihan perut, pendinginan (storage cold), packing, pengelolaan daging dengan proses retort, serta biaya pengiriman dan distribusi.

Pembayaran dapat dilakukan secara tunai atau transfer ke rekening RPH Adhahi dan RPH Al Ukaisyiyah di Makkah. Waktu penyembelihan hewan dam dijadwalkan pada tanggal 10 hingga 13 Zulhijah 1445 H/2024 M. Hewan yang telah disembelih akan dikirim dan didistribusikan dalam bentuk retort atau karkas untuk wilayah Makkah dan/atau Indonesia.


Artikel ini ditulis oleh Albert Benjamin Febrian Purba, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.




(irb/fat)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads