Semburan lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur, yang dikenal sebagai lumpur Lapindo, telah menjadi luka lama bagi masyarakat. Bencana alam yang dimulai pada 29 Mei 2006 ini, tak henti-hentinya menyemburkan lumpur panas, menelan wilayah pemukiman, dan mengubah kehidupan ribuan orang.
Hingga saat ini, setelah 18 tahun, semburan lumpur Lapindo belum menunjukkan tanda-tanda akan berhenti. Berbagai upaya penanggulangan telah dilakukan, namun sayangnya, menutup semburan secara permanen masih mustahil.
Alasan Semburan Lumpur Lapindo Tidak Bisa Ditutup
Semburan lumpur panas di Sidoarjo, Jawa Timur, yang dikenal juga sebagai lumpur Lapindo tidak bisa ditutup karena beberapa alasan ilmiah yang telah disepakati oleh para geolog internasional.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Berikut penjelasan lebih rinci mengenai mengapa semburan tersebut sulit dihentikan.
1. Fenomena Mud Volcano
Para geolog mengidentifikasi semburan lumpur ini sebagai "mud volcano." Ini adalah fenomena alam di mana sedimen dan aliran fluida dari dalam bumi mengalami remobilisasi dan keluar melalui titik lemah di permukaan. Karena fenomena ini adalah hasil dari proses geologi dalam skala besar yang melibatkan tekanan dan pergerakan sedimen dari dasar laut jutaan tahun lalu, menghentikan semburan secara teknis sangat sulit.
2. Bidang Patahan Geologis
Geolog juga menyatakan bahwa sebagian besar lumpur yang keluar berasal dari bidang patahan. Bidang patahan ini terbentuk akibat proses patahan geologis yang bisa dipicu oleh gempa bumi.
Bidang patahan yang besar dan bercabang membuat penutupan semburan hampir mustahil karena jika ditutup di satu tempat, lumpur kemungkinan besar akan menemukan jalur keluar lain melalui percabangan patahan tersebut.
3. Ketidakpastian Penyebab Semburan
Penyebab pasti semburan masih diperdebatkan. Beberapa ahli menyimpulkan bahwa semburan dipicu oleh kegiatan pengeboran, sementara yang lain menunjukkan bukti bahwa ini adalah fenomena alam. Tanpa pemahaman yang jelas tentang penyebab pastinya, mencari solusi teknis yang efektif menjadi semakin sulit.
4. Kondisi Lumpur Lapindo Terkini
Hingga saat ini, lumpur Lapindo masih menyembur tanpa adanya tanda-tanda akan berhenti dalam waktu dekat. Meskipun begitu, pemerintah terus berupaya untuk menangani bencana alam ini.
Dikutip dari detikFinance, kondisi lumpur Lapindo saat ini telah menjadi fokus utama bagi Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR). Dalam upaya penanganannya, PUPR telah mengalokasikan dana sebesar Rp 287 miliar untuk program infrastruktur pengendalian semburan lumpur di Sidoarjo.
Dana tersebut diprioritaskan untuk beberapa kegiatan utama, termasuk pengaliran lumpur ke Kali Porong dengan volume hingga 20 juta kubik per tahun dan peningkatan tanggul penahan lumpur sepanjang 2 km per tahun. Selain itu, pembangunan 10 embung secara bertahap juga menjadi bagian dari alokasi dana tersebut.
Program ini dijalankan melalui Pusat Pengendalian Lumpur Sidoarjo (PPLS) yang berada di bawah Direktorat Jenderal Sumber Daya Air. Tanggul yang dibangun memiliki spesifikasi tertentu, seperti tanggul tipe urugan homogen dengan panjang 11 kilometer, lebar puncak tanggul mencapai 5 meter, dan luas waduknya mencapai 5.557.848 m2. Selain itu, tanggul tersebut memiliki kapasitas tampung sebesar 44.622.788 m2.
Selain upaya penanganan langsung, PPLS juga terlibat dalam pengembangan wilayah yang sudah dibebaskan dari lumpur. Salah satu strateginya adalah menjadikan wilayah tersebut sebagai kawasan geowisata. Tujuan dari inisiatif ini adalah untuk mengembangkan potensi ekonomi masyarakat setempat sambil menjaga konservasi dan memberikan edukasi kepada masyarakat.
Kawasan geowisata akan terbagi menjadi beberapa zona, termasuk zona anjungan pusat semburan, museum lumpur Sidoarjo, green house dan outbond, embrio museum, pemanfaatan lumpur, serta berbagai zona lainnya yang mencakup olahraga, Ruang Terbuka Hijau (RTH), kolam tampung dan konservasi fauna, serta RTH perairan.
Sebelumnya, peristiwa ini telah menewaskan 17 orang dan menyebabkan kerugian ekonomi yang sangat besar, lebih Rp 45 miliar. Sebanyak 7 desa terdampak semburan lumpur lapindo di Sidoarjo dan menggenangi 19 desa, yang tersebar di tiga kecamatan, yakni Kecamatan Porong, Tanggulangin dan Jabon.
Bencana ini menjadi pelajaran berharga bagi Indonesia untuk meningkatkan kesiapsiagaan dan penanggulangan bencana alam di masa depan.
Artikel ini ditulis oleh Albert Benjamin Febrian Purba, peserta Magang Bersertifikat Kampus Merdeka di detikcom.
(irb/fat)