Gempa Bawean terjadi pada Jumat (22/3/2024). Gempa pertama terjadi dengan kekuatan M 5,9 dan gempa kedua terjadi lebih kuat, yakni M 6,5. Lantas kenapa gempa susulan lebih besar?
Gempa terjadi karena ada aktivitas sesar aktif di Laut Jawa. Gempa tersebut jenis gempa kerak dangkal dan dipicu reaktivasi sesar tua di Laut Jawa.
Kepala Pusat Gempa Bumi dan Tsunami BMKG, Daryono menyebut gempa susulan di Bawean sebesar M 6,5 terjadi karena asperity (bidang bakal geser di bidang sesar) yang ukurannya lebih besar (M 6,5) mengalami pecah belakangan. Salah satunya karena dipicu tekanan dari gempa pertama (M 5,9) dengan aspertity yang ukurannya relatif lebih kecil.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Bidang sesar yang pecah pertama kali (first rupture) adalah asperity pada struktur batuan yang lebih lemah, sehingga mengalami pecah duluan sebagai gempa pembuka (foreshock)," kata Daryono dalam keterangannya, Minggu (24/3/2024).
Hingga Minggu (24/3/2024) pagi, BMKG telah mencatat terjadi 239 kali gempa susulan. Hal ini disebabkan karakteristik gempa kerak dangkal di Bawean terjadi pada batuan kerak bumi permukaan yang batuannya bersifat heterogen sehingga mudah rapuh patah.
Berbeda dengan gempa kerak samudra yang batuan bersifat homogen dan elastik sehingga biasanya miskin gempa susulan bahkan terkadang tidak diikuti gempa susulan meskipun magnitudo gempanya cukup besar.
"Gempa susulan lazim terjadi pasca terjadi gempa kuat dan bukan untuk ditakuti. Banyaknya gempa susulan justru dapat memberi informasi peluruhan gempa sehingga kita dapat mengestimasi kapan berakhirnya gempa susulan," bebernya.
(auh/iwd)