Fakta Medis di Balik Kasus Kepala Bayi Tertinggal Dalam Rahim Ibu di Bangkalan

Round-up

Fakta Medis di Balik Kasus Kepala Bayi Tertinggal Dalam Rahim Ibu di Bangkalan

Imam Wahyudiyanta - detikJatim
Rabu, 13 Mar 2024 07:00 WIB
puskesmas kedungdung bangkalan
Puskesmas Kedungdung Bangkalan (Foto: Kamaluddin)
Bangkalan -

Kasus bayi tertinggal dalam rahim Mukarromah (25) ditanggapi oleh Puskesmas Kedungdung Bangkalan. Pihak puskesmas mengatakan apa yang dilakukan tenaga kesehatan (nakes) sudah sesuai prosedur.

Melalui Kuasa Hukumnya, Risang Bima Wijaya, puskesmas menampik terjadi malapraktik. Risang mengatakan pada Januari 2024, bidan desa sudah menyatakan bahwa janin yang dikandung Mukarromah sudah tak ada detak jantungnya. Namun, sang ibu menyatakan bahwa bayinya itu bergerak meski lemah.

Lalu pada tanggal 4 Maret 2024 dini hari, pasien kembali datang ke bidan desa karena merasa mau melahirkan.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

"Sehingga dibuat lah rujukan oleh bidan desa ke Puskesmas Kedungdung. Dalam rujukannya itu sudah ada diagnosa Intrauterine Fetal Death (IUFD) atau kematian janin dalam kandungan, itu dari bidan desa ke puskesmas diagnosanya begitu," kata Risang kepada detikJatim, Selasa (12/3/2024).

Atas rujukan tersebut, pihak puskesmas lalu memeriksa pasien sambil menunggu tanggapan rujukan dari RSUD Bangkalan. Hasil pemeriksaan menunjukkan detak jantung si bayi tidak ada, sedangkan tensi darah pasien sangat tinggi yakni mencapai 160-180. Sehingga, harus diberi penanganan untuk menstabilkan tensi agar bisa dilakukan penanganan operasi secto caesar (sc).

ADVERTISEMENT

"Tapi, saat proses pemeriksaan dilakukan, si ibu ini sudah mengejan dan ada dokter di sana, ternyata ketika diperiksa sudah terjadi pembukaan lengkap, bokong bayi sudah kelihatan, artinya bayi ini sungsang tapi tidak ada darah di sana, tidak ada air ketuban," beber Risang.

Pihak puskesmas tidak bisa langsung melakukan rujukan dalam kondisi tersebut. Sebab, ibu dalam kondisi kejang bisa berisiko meninggal dunia di jalan. Sehingga, bidan dan tim berupaya segera mengeluarkan janin dari dalam perut.

"Karena khawatir terjadi kejang, tidak bisa langsung dirujuk karena bisa meninggal di tengah jalan," tegasnya.

"Apalagi, ada dua lilitan di leher bayi yang perlu dipotong untuk melepas bayi yang sungsang. Ternyata, tali ari-arinya sudah rapuh, sudah cokelat dan tidak ada darah, kondisi bayi sudah melepuh, istilah kedokterannya itu maserasi," imbuhnya.

Risang menegaskan penanganan yang dilakukan puskesmas sudah sesuai prosedur penangan bayi sungsang. Namun, karena kondisi janin mulai membusuk saat ditarik, bayi itu terlepas dari rahangnya hingga kepala sang bayi tertinggal di rahim ibu.

"Ketika ditarik menggunakan alat ternyata terlepas dari rahangnya karena kondisi itu sudah membusuk, tidak ada darah dan air ketuban di sana, bukan digunting (leher bayi)," jelasnya.

"Nah di situ akhirnya dirujuk untuk mengeluarkan kepala ke RSIA Glamour Husada terdekat," jelas Risang.

Dinas Kesehatan Bangkalan membantah tindakan medis yang dilakukan bidan di Puskesmas Kedungdung merupakan malapraktik. Tindakan bidan membantu Mukarromah melahirkan namun kepala dan tubuh bayi putus saat menolongnya sudah sesuai dengan SOP.

"Kami lakukan tindakan yang sudah dilakukan sesuai SOP sesuai prosedur, " kata Kepala Dinas Kesehatan Bangkalan Nur Hotiba.

Hotiba mengatakan tindakan medis yang dilakukan bidan puskesmas bukan tindakan perorangan, melainkan tim. Sesuai ketentuan UU No 17 tahun 2023 untuk persalinan ditangani dua orang bidan, perawat dan dokter. Dokter sebagai tempat konsultasi.

"Intinya kita menurunkan angka kematian ibu dan bayi. Karena bayi itu sebelumnya sudah meninggal (Di dalam rahim) dan kami mencoba menyelamatkan ibunya," tegasnya.

Dia menyebut kondisi badan bayi yang lahir tersebut sudah lama meninggal di dalam perut. Selain itu kondisi tubuh bayi mengelupas dan rapuh.

"Mohon maaf, kalau bayi meninggal lebih dari satu minggu (dalam perut/rahim) bahasa medis itu maserasi (Janin mati mengalami proses degeneratif aseptik) sudah mengelupas semua ya, jadi sudah empuk," tambahnya.

Pihaknya telah melakukan Audit Maternal Perinatal (AMP) atau penelusuran sebab kematian persalinan ibu dan si bayi.

"Jumat (8/3/2024) kemaren kita melakukan audit Maternal Perinatal terkait dengan persalinan ibu dan bayi. Itu dengan tim ada nakes ada bidan ada perawat ada dokter ada SpOG (Dokter Obgyn). Kami sudah melakukan audit dan diagnosa terakhir mati dalam kandungan itu aja," ungkapnya.

Terkait langkah keluarga pasien menempuh jalur hukum, dinkes menganggap hanya miskomunikasi antara puskesmas dengan pihak keluarga pasien. Sehingga menurutnya hal ini perlu ada langkah persuasif untuk menyampaikan kepada pihak keluarga terkait kondisi dari awal hingga akhir.

"Kami mengadakan pendekatan secara persuasif kepada pihak keluarga untuk menyampaikan pemahaman kepada keluarga," tandas Hotiba.




(abq/iwd)


Hide Ads