Beasiswa yang diterima perempuan 22 tahun sangat berarti. Sebab dengan begitu, impiannya menjadi tenaga kesehatan kembali terbuka. Safira memang bukan berasal dari keluarga mampu. Ia bahkan telah menjadi yatim sejak kecil.
"Dari kecil saya besar tanpa bimbingan sosok peran ayah, tahun 2007 saat saya masih duduk di bangku TK-B, ayah saya meninggal dunia," kata Safira.
Meski tanpa sosok ayah dan serba kekurangan, ternyata ibunda Safira selalu menekankan pentingnya pendidikan. Buktinya, Safira mendapat dukungan saat memilih melanjutkan pendidikannya di STIKES RS Soetomo.
Sejak kecil, Safira memang sudah bercita-cita menjadi tenaga kerja kesehatan. Untuk mewujudkan cita-citanya ini, ia lalu memutuskan masuk jurusan D3 Rekam Medis.
Namun, baru saja Safira hendak mengenyam bangku kuliah, ibunya harus menerima kenyataan pahit terkena PHK saat pandemi COVID-19 merebak. Saat itu, ia sempat berpikir drop out tak melanjutkan kuliah.
"Saya sempat putus asa dan tidak ingin melanjutkan untuk berkuliah, tetapi ibu tetap memaksa ingin saya melanjutkan ke pendidikan tinggi," tutur Safira.
"Ibu saya sangat bersemangat ingin melihat anaknya jauh lebih baik dari dirinya. Melihat tekad ibu yang sangat besar saya memutuskan untuk melanjutkan kuliah," imbuhnya.
Awalnya, kuliah yang ditempuh Safira berjalan lancar. Namun hingga memasuki semester 5, kuliah menjadi tersendat. Penyebabnya klasik, ibunya tak lagi mampu membiayai kuliahnya.
Ia lalu mengajukan beasiswa dan cuti kuliah selama setahun. Selama cuti ini, Safira memutuskan untuk bekerja mengumpulkan uang sambil menunggu kabar beasiswanya.
![]() |
"Saya tidak ingin menjadi anak yang egois, saya memutuskan berkerja terlebih dahulu membantu ekonomi keluarga," ujar Safira.
Berbagai pekerjaan serabutan pun dilakukan Safira. Awalnya, Safira mencoba menjadi sales susu keliling. Demi mencapai target penjualan, ia bahkan menawarkan dagangannya dengan jalan kaki.
Namun pekerjaan sales susu ini hanya bertahan selama sepekan. Sebab ibunya merasa iba karena pekerjaannya itu mengharuskan Safira keliling sejak pukul 09.00 WIB hingga 23.00 WIB.
Safira juga sempat mencoba bekerja di salah satu rumah makan. Namun hanya bertahan sekitar 2 pekan. Pasalnya, ia dikeluarkan pemiliknya karena kinerjanya dinilai tak memuaskan.
Tak putus asa, Safira kembali menjadi sales. Kali ini, ia menjadi sales pakaian batik di salah satu mall di Surabaya. Pekerjaan ini ternyata cocok, ia sempat bertahan selama 11 bulan.
"Selama 11 bulan saya tetap berikhtiar, tetap berusaha untuk mencapai target penjualan, agar bisa melanjutkan kuliah entah itu di tahun berapa," terang Safira.
Selama hampir sekitar setahun itu lah, kabar gembira datang. Pengajuan beasiswa yang diajukan mendapat jawaban dari kampus. Safira terpilih menjadi salah satu penerima beasiswa.
"Dan Alhamdulillah, doa dan usaha saya terjawab. Berkat dorongan dan usaha dari pihak kampus sehingga saya mendapat beasiswa. Pada tanggal 8 September 2023 saya dapat panggilan dari pihak kampus mengenai konfirmasi kuliah," ujarnya.
Safira menerima beasiswa tak sendirian. Namun bersama empat teman kuliahnya masing-masing bernama Ayu Crissa, Abidatu Zahrotul Firdaus, Tria Nafa Ramadhani, dan Ratna Amaliya Ramadhani.
Mereka menerima beasiswa dari Program BRI Peduli Tanggung Jawab Sosial dan Lingkungan (TJSL). Beasiswa diserahkan secara simbolis oleh Branch Manager BRI Jemursari, Fenny Amalo kepada Ketua STIKES, drg Widi Astuti dan kelima mahasiswa penerima.
Branch Manager BRI Jemursari, Fenny Amalo mengatakan pemberian beasiswa dilakukan secara simbolis pada Senin 19 Februari dari pihaknya kepada Ketua STIKES dr Soetomo, drg. Widi Astuti.
Fenny menambahkan pemberian beasiswa selain sebagai bentuk kepedulian BRI, juga diharapkan mampu meningkatkan brand awareness dan literasi keuangan terutama di kalangan anak muda, khususnya mahasiswa.
"Beasiswa ini juga bertujuan untuk membantu mahasiswa kurang mampu melalui bantuan biaya kuliah dalam bentuk tabungan BRItama. Jumlah beasiswa yang diberikan kepada 5 mahasiswa adalah sebesar Rp30.500.000," tandas Fenny.
(abq/iwd)