Putusan Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu (DKPP) terkait pelanggaran etik yang dilakukan Ketua Komisi Pemilihan Umum (KPU) Hasyim Asy'ari, tidak membuat pencalonan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka gugur. Seperti yang disampaikan Pakar Hukum Tata Negara Unair Dr Radian Salman, S.H., LL.M.
Radian menyikapi putusan DKPP yang telah memutus perkara Nomor 161-P/L-DKPP/X/2023 yang diregistrasi dengan Perkara Nomor 135-PKE-DKPP/XII/2023, Pengaduan Nomor 166-P/L-DKPP/XI/2023 yang diregistrasi dengan Perkara Nomor 136-PKE-DKPP/XII/2023, Pengaduan Nomor 168-P/L-DKPP/XI/2023. Dalam putusan-putusan tersebut, para teradu dinyatakan bersalah dan dijatuhkan sanksi peringatan Keras. Termasuk peringatan keras terakhir kepada Ketua KPU.
Namun ia menilai putusan DKPP tidak berakibat pada penetapan KPU mengenai calon presiden dan wakil presiden. Putusan DKPP adalah putusan sebatas pelanggaran kode etik penyelenggara Pemilu, yang berdasarkan sumpah atau janji. Ini dilakukan sebelum menjalankan tugas sebagai penyelenggara Pemilu. Sehingga dapat diartikan putusan DKPP adalah kepada personal atau pejabat publik in casu komisioner KPU saja.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sementara apa yang dilakukan KPU sebagai kelembagaan dalam menetapkan calon presiden dan wakil presiden tetap sah dan berlaku," ungkapnya.
Radian juga menyebutkan apa yang dilakukan KPU sudah tepat. Apa yang dilakukan KPU sudah sesuai undang-undang dan konstitusi. Jika pendaftaran itu tidak diterima maka KPU akan salah.
"KPU dalam keadaan terjepit, jika tidak diterima mereka akan salah," tuturnya.
Ia mengungkapkan, mengenai pertanyaan mengapa Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) tidak diubah terlebih dulu, perubahan PKPU tidak bisa dilakukan secara singkat. Ditambah lagi, ketika pendaftaran tersebut sedang ada reses DPR. Sementara yang berhak mengubah peraturan tersebut adalah Dewan Perwakilan Rakyat (DPR).
"Saat itu DPR sedang reses sementara jika tidak diterima maka KPU salah," terangnya.
Putusan DKPP memberikan pembelajaran penting bagi penyelenggara Pemilu. Ini menjadi pesan bagi mereka untuk menyelenggarakan Pemilu sesuai dengan undang-undang (UU) Pemilu. KPU harus menyelenggarakan Pemilu secara mandiri, ujur, adil, berkepastian hukum, tertib, terbuka, proporsional, profesional, akuntabel, efektif, dan efisien.
"Ini juga menjadi pembelajaran bagi masyarakat untuk berperan serta melakukan pengawasan terhadap penyelenggaraan Pemilu termasuk pengawasan terhadap KPU sebagai penyelenggara Pemilu," tuturnya.
Radian tercatat sebagai Associate Professor yang aktif mengajar di Fakultas Hukum Universitas Airlangga. Ia berharap kejadian ini menjadi pembelajaran untuk semua, terutama bagi penyelenggara Pemilu.
"KPU harus bekerja lebih independen, profesional, dan dapat meraih kepercayaan masyarakat saat melaksanakan tugasnya," tutupnya.
Melansir detikNews , DKPP RI menjatuhkan sanksi kepada Ketua KPU RI Hasyim Asy'ari. Selain itu, sanksi juga dijatuhkan pada anggota KPU RI lainnya, yakni Yulianto Sudrajat, August Mellaz, Betty Epsilon Idroos, Parsadaan Harahap, Idham Holik, dan M Afifuddin.
Dalam putusan ini, Ketua dan Anggota DKPP menilai ketua dan anggota KPU terbukti melakukan pelanggaran kode etik pedoman perilaku penyelenggara pemilu. DKPP memerintahkan KPU menjalankan putusan ini. DKPP juga meminta Badan Pengawas Pemilu (Bawaslu) mengawasi putusan ini.
"Memerintahkan Komisi Pemilihan Umum untuk melaksanakan putusan ini paling lama 7 hari sejak putusan ini dibacakan. Memerintahkan Badan Pengawas Pemilu untuk mengawasi pelaksanaan putusan ini," tegasnya.
Simak Video 'Ragam Komentar soal DKPP Vonis Komisioner KPU Melanggar Kode Etik':
(sun/iwd)