Sosialisasi pembayaran parkir berbasis nontunai atau memakai QRIS di Surabaya sempat mendapatkan penolakan dari juru parkir (jukir). Bahkan, sempat terjadi ketegangan antara jukir dengan petugas Dishub Surabaya.
Dalam video yang beredar, ada salah satu perempuan berseragam Dishub yang dengan tegas dan lantang melawan jukir yang menolak sistem pembayaran parkir QRIS. Sosoknya pun menjadi perhatian. Banyak warganet yang mendukung hingga mempertanyakan sosok petugas Dishub pemberani itu.
Perempuan pemberani tersebut adalah Jeane Taroreh. Ia merupakan Kepala UPT Parkir Tepi Jalan Umum Dishub Surabaya. Jeane menjadi perhatian warganet karena ketegasannya dengan jukir.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Kepada detikJatim, Jeane menceritakan, pada Senin (8/1/2024) ia tengah menjalankan tugasnya melakukan sosialisasi formula baru pembayaran parkir dengan QRIS kepada jukir. Lokasi penerapan kebijakan ini, salah satunya di Jalan Tunjungan.
Ia merasa selama ini memiliki hubungan yang baik dengan paguyuban parkir, karena parkir juga penyumbang Pendapatan Asli Daerah (PAD) Surabaya.
"Beberapa kali kita melakukan sosialisasi seperti itu bahwa tujuan pemerintah kota untuk kebaikan Kota Surabaya, kota besar, semuanya pasti serbamodern dan digitalisasi. Harapannya dengan QRIS ini bisa tertata dengan baik, transparan. Beberapa kali, mulai Agustus, saya dan tim sudah melakukan persiapan, ternyata ada penolakan," ujarnya Jeane kepada detikJatim, Jumat (12/1/2023).
Ia menjelaskan, sosialisasi ini telah dilakukan sejak Agustus hingga November. Namun saat sosialisasi, ia menemui gelombang penolakan yang cukup besar di Jalan Tunjungan.
Saat itu di Jalan Tunjungan ada salah satu dari paguyuban parkir yang tidak terima dengan sistem QRIS. Kemudian, jukir menyampaikan penolakannya dengan nada yang lebih keras.
![]() |
"Itu awalnya sebelum bergeser mereka (jukir) bertanya, 'Bagaimana ini? Apa akan terus dilakukan?' Loh iya, saya terus menjalankan program ini. Itu mungkin mereka mulai emosi. Intinya mereka tidak ingin QRIS ini dijalankan," ceritanya.
Lantaran situasi saat itu sedang panas dan banyak yang menyerangnya dengan nada keras, Jeane terpaksa ikut melawannya dengan nada tinggi. Namun, maksudnya bukan untuk menjadi kasar, tapi tegas dalam mengemban amanah yang diberikan kepadanya.
"Bukan karena arogan atau melawan mereka. Saya sudah mencoba melakukan pendekatan, sosialisasi kepada jukir, kenapa masih ditolak? Saya sampaikan dari UPT parkir melakukan kebaikan, peningkatan kesejahteraan jukir dari 20% menjadi 35%. Namanya juga manusia, cuaca panas juga, cukup memancing juga. Saya bertanya maunya apa, kalau kemauan ada yang tidak puas sampaikan saja," jelasnya.
Sebenarnya, lanjut Jeane, ada penolakan yang lebih besar lagi. Padahal, Dishub sudah menaikkan pembagian hasil kepada jukir, tetapi malah ditolak.
"Kemarin itu tidak seberapa, November banyak sekali. Ketika kami mencoba melakukan yang terbaik, melakukan kebaikan untuk kesejahteraan jukir, ditingkatkan dari 20% menjadi 35%, kita tetap ada penolakan," ujar perempuan berusia 50 tahun ini.
Sementara terkait permasalahan parkir di Surabaya, khususnya minimarket, Jeane tidak memungkiri adanya jukir yang bandel. Di mana diam-diam menarik tarif parkir di tempat parkir di tepi jalan umum (TJU) depan halaman toko modern.
"Kalau di minimarket atau toko modern, hampir semua halaman, TJU hanya sekian persen. Kalau di halaman mereka sudah membayar pajak, seharusnya memang free parkir. Hampir semua halaman toko modern ada TJU pasti ada jukir. Ada sebagian yang resmi dari Dishub, hanya beberapa persen yang ada TJU. Kebanyakan mereka tidak resmi kalau di toko modern," urainya.
"Ketika saya survei di satu titik, mereka bilang 'saya nggak narik kok TJU, hanya halaman'. Tapi pada kenyataannya, mereka menarik TJU. Pasti itu membuat masyarakat kesal dan sudah jelas di toko modern ditulis free parking dan toko modern sudah membayar pajak parkir di Bapenda," tambahnya.
Setiap harinya, pihaknya selalu mendapat keluhan dari warga terkait parkir. Ketika mendapat keluhan di aplikasi Wargaku, saat itu juga petugas Dishub diterjunkan ke lokasi pengaduan.
"Minimal sehari 2 (pengaduan) pasti ada di Wargaku dan Tim Walet langsung menindak di lapangan. Kalau perkara tarif tidak sesuai langsung ada penindakan saat itu juga," pungkasnya.
(hil/dte)