Penerapan sistem pembayaran parkir non tunai atau menggunakan QRIS menuai pro dan kontra dari juru parkir (Jukir). Ada yang menerima dan mengikuti aturan baru pemerintah, ada juga yang menolak karena sistem bagi hasil dianggap terlalu banyak untuk Pemkot Surabaya.
Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi menyebut, selama ini parkir tidak terpenuhi untuk Pendapatan Asli Daerah (PAD). Selain itu, dengan sistem non tunai ingin mensejahterakan jukir agar mendapat hasil yang pas dan tidak dipotong.
"Selama ini juru parkir selalu menyampaikan tidak terpenuhi, karena apa? wong saya sudah setor ke dishub. Berarti siapa yang benar? Sehingga kita akan lakukan dengan model non tunai. Non tunai tidak hanya QRIS, bisa pakai voucher. Sehingga kita tahu berapa yang diterima juru parkirnya," kata Eri saat ditemui setikJatkm di Balai Kota Surabaya, Jumat (12/1/2024).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Eri mengaku cara yang dilakukan ini untuk memastikan bahwa tidak ada berkuasa terkait parkir di Surabaya. Khususnya tepi jalan umum (TJU) atau lahan pemkot.
"Di Surabaya tidak ada yang berkuasa, tidak ada. Surabaya itu satu untuk kepentingan umat dan kesejahteraan rakyat. Dengan model non tunai ini memberikan kepastian kepada juru parkir dapatnya berapa," tegasnya.
Sebelumnya Eri mengaku sistem non tunai lebih transparan dan terlihat siapa yang bermain di dalamnya.
"Kalau laporan bermain itu kan selalu tidak tercapai, tapi kita diskusikan dengan jukir ngomongnya disetor ke Dishub tapi tidak tersampaikan. Padahal sudah disetor.
"Janganlah kita ini di Surabaya dengan saling menyalahkan. Dengan non tunai kita menunjukkan tidak saling menyalahkan, tapi ayo dicari, PAD bisa masuk dan kembali kepada umat, masyarakat Surabaya," jelasnya.
"Kedua, juga memberikan ketenangan. Ini kan Suroboyo, ada parkir yang ditarik Rp 5.000. Ini sudah tidak ada lagi kan, jadi warga Surabaya juga tenang. Jadi ayok kita tidak ada yang jagoan dan yang benar ditunjukkan," tambahnya.
Sementara Kepala UPT Parkir Dishub Kota Surabaya Jeane Taroreh mengatakan, pihaknya masih menggodok lagi hasil untuk pemkot, kepala pelataran (Katar) dan jukir. Sebab, ada peningkatan 10% pada pendapatan dari hasil pasrkir untuk jukir.
"Seperti yang kami sampaikan 60/40. 60% Untuk pemerintah, 40% dibagi, 5% untuk katar dan 35% untuk jukir. Sebelumnya 70/30. 30% terbagi dari 10% katar dan 20% jukir dan 70% pemkot," kata Jeane.
Saat ini, sudah ada dua kawasan yang sudah menerapkan sistem pembayaran parkir non tunai. Yakni Balai Kota Surabaya dan Taman Bungkul menggunakan mesin tapping e-money dan QRIS.
Meski sudah ada mesin dan papan barcode QR, masyarakat masih bisa membayar tunai atau karcis. Sehingga ada 3 alternatif pembayaran parkir yang bisa dilakukan pengendara.
"Masih bisa, karena masih ada karcis di sini. Misalnya hari libur di insidentil dibantu dengan karcis insidentil. Ada 3 alat bayar, selain tapping, QRIS dan karcis (tunai) masih berlaku," jelasnya.
Rencananya, akan ada 1.370 titik parkir yang akan diterapkan sistem pembayaran non tunai mulai Februari mendatang. Sementara ada 5 titik pilot project pembayaran parkir cashless atau pakai Qris, yakni Jalan Tunjungan, Jalan Tanjung Anom, Jalan Genteng Besar, Jalan Embong Malang dan Jalan Blauran.
"Harapannya Februari sudah non tunai semua. Kalau Februari semua digitalisasi, ya semuanya harus digitalisasi. Mungkin butuh proses semuanya untuk ketika tidak bisa pembayaran dnegan Qris karena PJB tidak punya e-money, itu kita siapkan dengan voucher," pungkasnya.
(esw/fat)