Wali Kota Surabaya Eri Cahyadi turut merespons gugatan Emil Dardak dkk yang dikabulkan oleh Mahkamah Konstitusi (MK). Emil bersama sejumlah kepala daerah menggugat terkait masa jabatan yang terpotong.
Eri menyebut, putusan MK itu berlaku untuk kepala daerah yang terpilih dalam Pilkada 2018. Sedangkan untuk Pilkada 2021, tidak berlaku.
"Kalau yang zaman saya (Pilkada) tahun 2021 tidak berdampak dengan itu (putusan MK). Kami tetap dipotong sampai dengan tahun 2024. Tapi ini yang tahun 2018, dia dikabulkan dan diperpanjang sesuai dengan masa pelantikan dia, tapi tidak termasuk yang angkatan saya," tegas Eri dihubungi detikJatim melalui telepon, Jumat (22/12/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Ia mengatakan, rekan sesama kepala daerah ada yang menanyakan kepadanya apakah yang terpilih pada Pilkada 2021 juga mengajukan gugatan ke MK? Dengan tegas, ia menjawab tidak.
Lantas, apakah Eri berharap jabatannya bisa diperpanjang? Eri menjelaskan, aturan ini untuk yang terpilih pada Pilkada 2018, ada yang menyampaikan kepala daerah terpilih pada Pilkada 2021 tidak bisa sampai 2026 dan harus mengajukan gugatan ke MK lagi. Ia kembali menegaskan, secara pribadi tidak akan pernah mengajukan gugatan serupa.
"Karena jabatan itu adalah amanah. Ada aturan pemerintah membuat negara lebih baik lagi dengan Pilkada serentak, sudah ditetapkan, tiba-tiba dituntut, lalu berubah lagi. Kan kasihan masyarakat. Saya ingin memberikan contoh kepada masyarakat, bahwa pemimpin nggak ngaboti jabatan. Kedua memberikan kepastian dan contoh kepada rakyat," ungkap Eri.
"Aturan yang dikeluarkan pemerintah saat itu sudah aturan yang dikaji panjang. Kalau sebagai pemimpin tidak tegak lurus pada aturan, tidak menjalankan, menuntut lagi dan aturan berubah, terus aturan lama didasarkan apa? Rakyat jadi bingung. Kalau saya, apa yang dikeluarkan pemerintah ya saya ikuti," pungkas pria yang juga menjabat sebagai Ketua Dewan Pengurus Asosiasi Pemerintah Kota Seluruh Indonesia (APEKSI) periode 2023-2025 tersebut.
Diberitakan sebelumnya, MK mengabulkan gugatan soal masa jabatan yang terpotong. Gugatan ini dilayangkan oleh Wagub Jatim Emil Dardak, Wali Kota Bogor Bima Arya, Gubernur Maluku Murad Ismail, Wakil Wali Kota Bogor Dedie A Rachim, Wali Kota Gorontalo Marten A Taha, Wali Kota Padang Hendri Septa, dan Wali Kota Tarakan Khairul.
Mereka mengajukan gugatan terkait Pasal 201 ayat (5) UU Pilkada. Para pemohon merasa dirugikan karena masa jabatannya akan terpotong, yaitu berakhir pada 2023, padahal pemohon belum genap 5 tahun menjabat sejak dilantik.
Para pemohon merasa dirugikan dengan Pasal 201 ayat 5 UU Pilkada tersebut karena pasal tersebut mengatur masa jabatan hasil Pilkada 2018 menjabat sampai 2023, padahal para pemohon mengaku dilantik pada 2019 sehingga terdapat masa jabatan yang terpotong mulai 2 bulan hingga 6 bulan. Permohonan itu pun dikabulkan MK.
"Pasal Pasal 201 ayat 5 UU Pilkada selengkapnya menjadi menyatakan 'Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati, dan Wakil Bupat serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil pemilihan dan pelantikan 2018 menjabat sampai dengan tahun 2023 dan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali Kota hasil pemilihan tahun 2018 yang pelantikannya dilakukan tahun 2019 memegang jabatan selama 5 tahun terhitung sejak tanggal pelantikan, sepanjang tidak melewati 1 bulan sebelum diselenggarakannya pemungutan suara serentak secara nasional tahun 2024'," kata Ketua MK, Dr Suhartoyo, dalam sidang yang disiarkan channel YouTube MK, Kamis (21/12).
Ditanya soal gugatannya yang dikabulkan, Emil Dardak mengaku terkejut. Ia mengaku baru tahu kabar itu setelah membaca berita di media massa.
"Tentu kaget, karena sejak awal kan saya ikut menggugat sebagai solidaritas juga bersama teman-teman kepala daerah. Saya baru tahu malah dari berita," kata Emil saat dikonfirmasi detikJatim, Kamis malam.
(dpe/dte)