Biografi Kiai Ageng Basyariyah

Biografi Kiai Ageng Basyariyah

Nabila Meidy Sugita - detikJatim
Senin, 09 Okt 2023 14:30 WIB
Praying muslim and mosque at night sky hilal half moon
Ilustrasi/Foto: Getty Images/iStockphoto/oxinoxi
Madiun -

Kiai Ageng Basyariyah lahir dengan nama Raden Mas Bagus Harun pada akhir abad ke-17. Ia merupakan anak seorang Bupati Ponorogo.

Kiai Basyariyah merupakan putra dari Ki Ageng Prongkot (Ki Ageng Nolojoyo). Darah biru mengalir dari Panembahan Senopati (Danang Sutawijaya). Ia merupakan pendiri Kerajaan Mataram Islam.

Selain keturunan berdarah biru, Kiai Basyariyah juga memiliki garis keturunan bernasab mulia. Mengutip situs resmi Nusantara Institute, Kiai Basyariyah memiliki leluhur yang merupakan seorang wali, yakni Maulana Malik Ibrahim. Untuk diketahui, Maulana Malik Ibrahim atau Sunan Gresik merupakan orang pertama yang menyebarkan agama Islam di Jawa.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Biografi Kiai Ageng Basyariyah:

1. Jadi Murid Kiai Ageng Muhammad Hasan Besari

Bagus Harun muda menghabiskan waktunya dengan mengenyam pendidikan di suatu pondok di Tegalsari, Ponorogo. Ia menimba ilmu kepada Kiai Ageng Muhammad Hasan Besari.

Ia mempelajari ilmu syariat, tauhid, tasawuf, hingga Tarekat. Karena kecerdasan dan keluguannya, beliau menjadi murid kinasih dari Kiai Besari.

ADVERTISEMENT

Tak hanya itu, Bagus Harun juga kemudian dinikahkan dengan putri sang guru. Namanya Nawang Wulan.

2. Ikut Memecahkan Konflik Keraton

Suatu ketika, Bagus Harun diberi amanat oleh Kiai Muhammad Besari menjadi pemimpin pondok pesantren. Dipilihnya Bagus Harun bertepatan dengan peristiwa besar Geger Pacinan (1742).

Konflik tersebut terjadi antara kelompok Tionghoa dan VOC. Akibatnya, keraton pun turut diserang.

Pakubuwono II kabur dari keraton untuk menghindari konflik yang terjadi di keraton. Bagus Harun turut andil membantu Pakubuwono II untuk mengusir Sunan Kuning dan bala tentara Tionghoa dari Keraton Kartasura.

Kiai Basyariyah mengajak Pakubuwono II untuk menemui gurunya, Kiai Besari. Perlu diketahui, Kiai Besari merupakan pengasuh Pesantren Gebang Tinatar, Tegalsari, Ponorogo.

Keberhasilan Bagus Harun dalam memecahkan konflik membuatnya diberi posisi sebagai Adipati (Bupati) di Banten. Namun ia menolak.

Hingga akhirnya, Pakubuwono II memberikan penghargaan untuk masing-masing Desa Tegalsari dan Desa Sewulan. Penghargaan tersebut yakni desa perdikan. Artinya desa-desa tersebut akan dilindungi oleh kerajaan dan bebas dari pajak.

3. Kiai Basyariyah Diminta untuk Berdakwah

Setelah konflik selesai, Bagus Harun yang hendak pulang dibekali songsong (payung) dan juga lampit (tikar) oleh Pakubuwono II. Kiai Besari meminta Bagus Harun menghanyutkan payung tersebut ke sungai.

Sungai yang dimaksud yakni Sungai Bang Pluwang di Ponorogo. Lalu Bagus Harun diminta mencari kembali payung tersebut. Kemudian mengembangkan ajaran Islam di tempat payung itu ditemukan.

Bagus Harun berhenti di satu tempat yakni tempat penemuan payung tersebut. Tepatnya di Desa Sewulan, Kabupaten Madiun.

4. Kiai Basyariyah Mendirikan Pondok Pesantren

Kiai Basyariyah mendirikan masjid dan pondok pesantren untuk menyiarkan agama Islam di Desa Sewulan. Garis keturunannya melanjutkan perjalanan dakwah dengan mendirikan pondok pesantren yang tersebar di banyak daerah.

Di antaranya Pondok Pesantren Mambaul Hikam (Blitar), Pondok Pesantren Tebuireng (Jombang), Pondok Pesantren Darul Ulum (Jombang), dan masih banyak lagi yang lainnya.

Kiai Basyariyah wafat dan dimakamkan di kompleks pemakaman yang terletak di Dusun Sewulan, Kecamatan Dagangan, Kabupaten Madiun. Kompleks pemakaman ini dijadikan sebagai area pemakaman bagi bani Basyariah. Pemakaman ini jadi jujukan para peziarah khususnya di Bulan Ramadhan.




(sun/fat)


Hide Ads