Apa itu kesehatan mental? Berikut ini penjelasan mengenai kesehatan mental, lengkap dengan cara menjaganya menurut pakar Universitas Airlangga (Unair).
Mengutip situs resmi Unair, kesehatan mental sama pentingnya dengan kesehatan fisik. Kesehatan mental merupakan kondisi dari kesejahteraan yang disadari individu, yang di dalamnya terdapat kemampuan-kemampuan untuk mengelola stres kehidupan yang wajar, bekerja secara produktif dan menghasilkan, serta berperan di lingkungan.
Itu merupakan penjelasan kesehatan mental menurut WHO. Lalu apa itu gangguan jiwa atau mental illnes? Menurut ahli, gangguan jiwa merupakan keadaan di mana seseorang mengalami kesulitan mengenai persepsinya tentang kehidupan, hubungan dengan orang lain, dan sikapnya terhadap dirinya sendiri.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Baca juga: Malang Darurat Bunuh Diri! |
Sementara dalam UU RI NO.18 Tahun 2014, gangguan jiwa adalah suatu kondisi di mana seseorang mengalami gangguan dalam pikiran, perilaku, dan perasaan yang termanifestasi dalam bentuk sekumpulan gejala atau perubahan perilaku yang bermakna, serta dapat menimbulkan penderitaan dan hambatan dalam menjalankan fungsi orang sebagai manusia.
Lalu bagaimana cara menjaga kesehatan mental? Atau cara menghindari stres yang bisa berujung gangguan jiwa?
Pakar Psikologi Unair, Atika Dian Ariana M Sc M Psi menyarankan detikers untuk berbagi cerita atau curhat. Ia mengatakan masalah yang bertumpuk lambat laun akan menjadikan pikiran jenuh dan menimbulkan stres. Itu terjadi karena kemampuan diri tak sebanding dengan tekanan yang dialami.
Gejala kesehatan yang timbul seperti daya tahan tubuh menurun, mudah lelah, serta penurunan kekuatan otot kaki. Sedangkan pada psikis akan sulit berkonsentrasi, semangat menurun dan semakin sensitif.
Sensitif di sini seperti mudah marah dan muncul perasaan kesepian. Itu bisa terjadi karena detikers menolak untuk berbagi cerita atau curhat.
Menurut Atika, masalah berat yang sedang dipikirkan bisa menjadi momok menakutkan. Terutama dalam memikirkan jalan keluar dari masalah tersebut.
Dengan curhat, detikers akan mendapat berbagai perspektif baru dari berbagai solusi yang mungkin dapat dicoba. Orang lain hanya bisa memberikan saran. Yang mengeksekusi tetap diri sendiri.
"Dengan membagikan cerita, kita akan memiliki perspektif berbeda dari apa yang dialami. Melihat persoalan lebih objektif. Namun bagi orang yang diam saja, pintu solusi mungkin akan tertutup karena terpaku pada perspektif yang kita gunakan," kata Atika dikutip dari situs resmi Unair.
Selain itu, detikers akan merasakan perasaan lega setelah curhat. Sebab masalah yang lama terpendam, dapat dikeluarkan dari pikiran.
Atika berpesan, detikers harus menemukan orang yang tepat untuk curhat. Apabila tidak memiliki seseorang yang dirasa tepat, dengan kemudahan teknologi informasi, detikers dapat memanfaatkan berbagai layanan kesehatan mental digital yang dapat diakses melalui perangkat komunikasi.
Sebaliknya, detikers juga bisa menjadi pendengar yang baik bagi orang yang sedang butuh bercerita atau curhat. Coba pahami dari sudut pandang orang tersebut, bagaimana ia memaknai masalah yang terjadi.
Tunjukkan detikers menyimak curhatan tersebut dengan beberapa cara. Misalnya dengan mengulang kembali apa yang sudah disampaikan sebelumnya.
Berikan penekanan hingga menunjukkan detikers menyimak setiap ceritanya. Sehingga orang yang bercerita merasa lebih nyaman karena mendapat perhatian yang utuh.
(sun/fat)