Budiman Sudjatmiko, Politisi PDI Perjuangan (PDIP) butuh waktu 25 tahun untuk merenung hingga akhirnya bertemu dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo Subianto. Mantan Anggota DPR RI itu mengaku tak pernah menyimpan dendam pada Prabowo.
Dia jelaskan bahwa dirinya dengan Prabowo pernah berhadapan saat proses menumbangkan Orde Baru, saat itu dirinya aktivis dan Prabowo adalah prajurit TNI. Setelah itu dia pernah bertemu dengan Prabowo dalam beberapa kesempatan saat menjadi politisi tapi bukan karena kehendaknya sendiri.
Hingga akhirnya dia berinisiatif untuk bertemu dengan Prabowo pada Selasa (18/7) malam. Dia pun menceritakan dengan blak-blakan tentang alasan dirinya akhirnya menemui Prabowo dengan inisiatif sendiri pada Malam 1 Muharam.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Saya mau bercerita kenapa alasan saya pada akhirnya bertemu dengan Bapak Prabowo di malam 1 Muharam. Itu adalah keputusan yang saya pikirkan setelah 23 tahun atas inisiatif saya sendiri," kata Budiman Sudjatmiko dilansir dari detikSumut, Senin (7/8/2023).
Budiman menyampaikan itu saat mengisi diskusi dalam Deklarasi Relawan Persatuan Nasional di Deli Serdang, Sumatera Utara. Dalam diskusi itu Budiman menceritakan dia pernah pernah bertemu Prabowo saat menemani temannya wawancara pada 2002 dan pada Pilpres 2009.
Pada 2009 itu Megawati Soekarnoputri berpasangan dengan Prabowo Subianto. Namun kedua pertemuan itu bukan atas inisiatifnya, Budiman saat itu dalam rangka menjalankan tugas partai dan menemani temannya yang sekarang menjadi Wamen Kominfo.
"Tentu saya pernah bertemu dengan Pak Prabowo pada waktu beliau dicalonkan sebagai wakil presiden di tahun 2009 saat beliau mendampingi Ibu Megawati di Pilpres 2009. Saya kebetulan waktu dipercaya jadi Koordinator Nasional Badan Saksi untuk Pilpres, tapi setidaknya pertemuan saya dengan Pak Prabowo bukan inisiatif saya, itu atas tugas partai yang harus mengawal Ibu Mega dan Pak Prabowo sebagai capres dan cawapres," katanya.
Setelah pertemuan itu Budiman mengaku banyak melakukan perenungan. Banyak pertanyaan yang muncul di benaknya terkait tidak adanya rasa marah dan dendam kepada orang-orang yang pernah menjadi lawannya saat menjadi aktivis di zaman Orde Baru.
"Salah satunya begini 'kenapa saat saya bertemu orang-orang yang pernah menghadapi saya, berhadapan dengan saya, baik itu yang dulu pernah menangkap saya, baik itu yang dulu pernah menginterogasi saya, baik itu hakim yang pernah memvonis saya 13 tahun penjara, baik itu orang yang pernah membocorkan tempat saya bersembunyi sehingga saya dan teman-teman saya ditangkap dan akhirnya saya divonis 13 tahun penjara. Kenapa saat saya bertemu, tuan guru, kok tidak pernah setitik pun saya punya rasa marah dan dendam?" Ungkapnya.
Budiman mengaku telah merenungkan itu sejak terakhir kali ditangkap pada 1996. Dia mengaku setidaknya sudah 6 kali ditangkap polisi sejak masih duduk di SMA bukan gegara perilakunya atau kenakalan remaja, tapi karena demo.
"Saya merenungkan itu 25 tahun, sejak saya ditangkap terakhir 96. Saya ditangkap sudah 6 kali bapak ibu, sejak SMA. Bukan karena narkoba, bukan karena korupsi, tapi karena diskusi, demo begitu lah kira-kira," bebernya.
Dalam perenungan itu, Budiman mencari jawaban kenapa dia tidak pernah marah kepada lawan-lawannya dulu. Hingga Budiman mengaku mengambil kesimpulan bahwa orang-orang itu dikirim Tuhan sebagai sahabat terselubung untuk menempa dirinya.
"Tapi kenapa saya saat bertemu dengan orang-orang yang pernah (berhadapan dengan saya), saya tidak pernah ada rada kekesalan, nggak. Saya butuh 25 tahun untuk mencerna, jangan-jangan orang yang di dunia itu pernah berhadapan dengan saya dikirim oleh Tuhan bukan untuk memperburuk tabiat saya, tapi untuk mengingatkan 'Hei Budiman, aku kirim orang-orang itu untuk menjadi sahabat-sahabat terselubung-mu. Aku kirim orang-orang yang tampak sebagai lawan itu sesungguhnya kukirim mereka' kira-kira seperti itu saya tafsirkan kata-kata Allah SWT 'ku kirim orang-orang di dunia tampak sebagai lawan mu itu sesungguhnya mereka adalah kawan-kawan terselubungmu yang belum kamu ketahui untuk mengajari kamu satu keberanian, bukan kepengecutan, untuk mengajari kamu bahwa jika punya cita-cita jangan berharap kemudahan'," ujarnya.
Sehingga setelah melewati 25 tahun perenungan, Budiman akhirnya memutuskan untuk menemui Prabowo Subianto. Dia sadar apa yang mereka lakukan dulu dalam rangka menjalankan tugas masing-masing.
"Saya butuh 25 tahun untuk merenung dan pada akhirnya saya putuskan, oke saya temui Pak Prabowo Subianto. Karena apa? Saya disadarkan bahwa pada akhirnya apa yang kami lakukan, apa yang kami alami kalau mengutip kata-kata Bung Ikhyar tadi adalah dulu di zaman Orde Baru, tugas negara dan tugas sejarah itu bentrok, tugas negara dan tugas sejarah di Orde Baru itu berlawanan dan itu adalah salah. Tidak seharusnya tugas negara itu melawan tugas sejarah, karena sebuah negara itu harus berkembang sesuai dengan tuntutan zaman dan sejarah," tutupnya.
Baca lengkap di halaman selanjutnya.