Maret lalu, Menteri Dalam Negeri Tito Karnavian menyerahkan tropi penghargaan kepada Bupati Malang Sanusi karena berhasil mewujudkan cakupan kesehatan semesta atau Universal Health Coverage (UHC) saat puncak acara UHC Award 2023. Penghargaan diberikan karena Pemkab Malang berhasil memenuhi syarat minimal cakupan jaminan kesehatan sebesar 95% jumlah penduduk.
Lalu pada Agustus 2023, 5 bulan setelah penyerahan penghargaan itu, Pemkab Malang memutuskan untuk mencoret lebih dari 419 ribu warga Malang dari daftar peserta BPJS Kesehatan kategori penerima bantuan iuran daerah (PBID). Alasannya karena biaya iuran bagi peserta BPJS Keshatan PBID itu nyaris bikin APBD Pemkab Malang jebol.
Padahal, seperti dikutip dari situs resmi Pemkab Malang, Bupati Sanusi sempat menyatakan syukur dan bangga karena berhasil memberikan jaminan kesehatan bagi 97,26% warganya. Pemkab Malang sendiri melalui program PBID telah menganggarkan APBD untuk membantu iuran bagi warga yang saat itu jumlahnya mencapai 676.482 jiwa.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
''Cakupan UHC Kabupaten Malang hingga bulan Maret 2023 sudah mencapai 2.580.323 atau 97,26% dari total jumlah penduduk 2.653.085 jiwa. Terima kasih kepada masyarakat Kabupaten Malang yang aktif bergabung bersama BPJS Kesehatan," ujar Sanusi usai menghadiri acara yang turut dihadiri Wapres RI Ma'ruf Amin pada Selasa, 14 Maret 2023.
Data Maret 2023 menunjukkan bahwa 97,26% warga Malang yang kesehatannya dijamin program JKN-KIS selain terdiri dari peserta PBID juga terdiri dari peserta PBI APBN sebanyak 1.021.208 jiwa. Sisanya ialah Pekerja Penerima Upah (PPU) 484.236 jiwa, Pekerja Bukan Penerima Upah (PBPU) 359.469 jiwa, dan Bukan Pekerja (BP) 308.928 jiwa.
Kini, warga Malang peserta BPJS Kesehatan kategori PBI APBD atau PBID yang jumlahnya bertambah menjadi 679.721 jiwa per Agustus 2023 malah dianggap beban bagi keuangan Pemkab Malang. Biaya bantuan iuran BPJS Kesehatan untuk ratusan ribu jiwa warga itu membengkak mencapai Rp 25 miliar per bulan. Pemkab Malang pun terbelit utang Rp 84 miliar ke BPJS Kesehatan.
"Posisi per hari ini Pemkab Malang masih memiliki utang sekitar Rp 84 miliar ke BPJS Kesehatan," kata Kepala Dinas Kesehatan Malang Wiyanto Wijoyo kepada detikJatim, Jumat (4/8/2023).
Karena itulah, kata Wiyanto, Bupati Sanusi memintanya membenahi data peserta BPJS Kesehatan PBID supaya keuangan Pemkab Malang nggak jebol. Kebijakan penonaktifan sementara layanan BPJS Kesehatan untuk ratusan ribu peserta itu diberlakukan mulai 1 Agustus. Nasib ratusan ribu warga itu ditentukan dari hasil verifikasi Dinkes Malang.
"Perintah Bapak Bupati harus segera dibenahi. Kalau diteruskan jebol keuangan kita," ujar Wiyanto.
Penonaktifan sementara hingga pencoretan 419 ribu peserta. Baca di halaman selanjutnya.
Akhirnya diputuskan dari total 679.721 warga Malang peserta BPJS Kesehatan PBID itu, hanya 260 ribu di antaranya yang layanan BPJS-nya diaktifkan kembali mulai 1 September 2023. Sisanya, sebanyak lebih dari 419 ribu jiwa dicoret dari daftar penerima bantuan. Kepala Dinkes Malang meminta warga yang dicoret berbesar hati dan menyarankan mereka tetap menjadi peserta BPJS kategori mandiri.
"Yang sudah terverifikasi sebanyak 260 ribu peserta BPJS PBID, dan akan diaktifkan kembali mulai 1 September besok. Sisanya sekitar 419 ribu jiwa, kami sarankan ikut BPJS Mandiri. Sebulan iuran BPJS hanya Rp 38.700 saja," kata Wiyanto Wijoyo, Kepala Dinkes Malang.
Masalah utamanya, kata Wiyanto, adalah anggaran. Biaya Rp 25 miliar per bulan yang harus dibayar ke BPJS Kesehatan itu sudah melebihi kemampuan APBD Pemkab Malang. Dia sampaikan bahwa sebenarnya kemampuan APBD Pemkab Malang untuk menanggung iuran BPJS Kesehatan PBID tidak lebih dari Rp 5 miliar per bulan.
"Kemampuan anggaran kita hanya Rp 5 miliar untuk pembayaran BPJS PBID. Makanya kemudian dilakukan verifikasi menjadi 260 ribu dari 679.721 jiwa," ujarnya.
Wiyanto pun menuding bahwa biang kerok pembengkakan jumlah peserta BPJS Kesehatan PIBD itu adalah banyaknya peserta BPJS Kesehatan yang sebelumnya masuk kategori mandiri pindah menjadi peserta PBID.
"Jumlah peserta PBID membengkak, karena peserta BPJS mandiri banyak pindah ke PBID," katanya.
Pertanyaannya berikutnya adalah, siapa yang membolehkan warga Malang yang tadinya peserta BPJS Kesehatan mandiri yang setiap bulannya membayar iuran sendiri pindah menjadi peserta BPJS Kesehatan PBID yang dibayari APBD Pemkab Malang?
Pihak yang mengizinkan kepindahan peserta BPJS Kesehatan itulah yang seharusnya bertanggung jawab atas pembengkakan APBD Pemkab Malang hingga nyaris jebol.