Mendagri Angkat Bicara soal Larangan MA Nikah Beda Agama

Kabar Nasional

Mendagri Angkat Bicara soal Larangan MA Nikah Beda Agama

Silvia Ng - detikJatim
Jumat, 21 Jul 2023 15:10 WIB
Mendagri Tito Karnavian
Mendagri Tito Karnavian. (Foto: dok. Kemendagri)
Surabaya - Mahkamah Agung (MA) menerbitkan Surat Edaran MA (SEMA) Nomor 2 Tahun 2023 soal larangan hakim mengabulkan pencatatan pernikahan beda agama. Mendagri Tito Karnavian menyampaikan respons.

Mengenai SEMA itu, Tito mengatakan Kemendagri yang membawahi kependudukan dan pencatatan sipil akan mengikuti apa yang menjadi putusan pengadilan.

"Pernah disampaikan sebenarnya dulu, prinsip utama dari Kemendagri adalah putusan pengadilan," katanya dilansir dari detikNews, Jumat (21/7/2023).

"Ketika putusan pengadilan mengesahkan, maka ya mau nggak mau harus dilayani, dicantumkan dalam KTP," imbuh Tito.

Tito menegaskan pihaknya tidak akan mencatat pernikahan beda agama apabila pengadilan menolak permohonan. Karena itu, kata Tito, pihaknya hanya mengikuti pengadilan.

"Tapi kalau seandainya pengadilan menolak, otomatis kita juga nggak bisa mencantumkan," ujar Tito.

Pada 9 Juni 2022 di Surabaya, Dinas Kependudukan dan Pencatatan Sipil pada akhirnya mengeluarkan akta pernikahan bagi pasangan beda agama atas perintah Pengadilan Negeri Surabaya.

Kepala Dispendukcapil Surabaya Agus Imam Sonhaji mengatakan pernikahan beda agama itu sudah ada pada UU 23/2006 tentang administrasi kependudukan.

Proses pernikahan bagi muslim di KUA, sedangkan nonmuslim di tempat ibadah dan dipimpin pemuka agama masing-masing.

"Dokumen dipakai pemohon atau mempelai didaftarkan di Dispendukcapil, dicatat sebagai persyaratan mendapatkan akta perkawinan," kata Sonhaji pada Selasa 21 Juni 2022.

"Untuk pernikahan beda agama sesuai dengan UU Dukcapil No 23/2006 pasal 35 a disebutkan, dilengkapi dengan penetapan pengadilan. Ketika itu ada, ya akan kami proses," tambahnya.

Dengan adanya SEMA 2/2023 yang telah disahkan oleh MA, tidak ada lagi celah bagi pasangan yang menikah beda agama untuk mengajukan permohonan pencatatan pernikahan mereka secara administrasi kependudukan.

Berikut isi SEMA:

Untuk memberikan kepastian dan kesatuan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antar umat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan, para hakim harus berpedoman pada ketentuan sebagai berikut:

1. Perkawinan yang sah adalah yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaan itu, sesuai Pasal 2 ayat 1 dan Pasal 8 huruf f UU Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.

2. Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar umat beragama yang berbeda agama dan kepercayaan.


(dpe/fat)


Hide Ads