Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) nomor 2 tahun 2023 yang melarang hakim mengabulkan permohonan nikah beda agama sudah resmi berlaku. Aturan itu berlaku bagi seluruh hakim di seluruh Pengadilan Negeri (PN), termasuk di PN Surabaya.
Di dalam SEMA itu MA telah memerintahkan kepada seluruh hakim untuk tidak mengabulkan permohonan nikah beda agama. Secara umum surat edaran itu mengatur 'Petunjuk bagi Hakim dalam Mengadili Perkara Permohonan Pencatatan Perkawinan Antarumat yang Berbeda Agama dan Kepercayaan'.
Wakil Humas PN Surabaya Anak Agung Gede Agung Pranata menegaskan bahwa hakim di PN Surabaya pasti akan mematuhi surat edaran dari Mahkamah Agung tersebut. Namun, bila ada pengajuan yang masuk, PN Surabaya akan tetap menerima dan memprosesnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau ada yang mengajukan, ya tetap kami terima. Tidak mungkin kami tolak," kata Agung saat dikonfirmasi detikJatim, Jumat (21/7/2023).
Dia memastikan bahwa PN Surabaya akan tetap memproses sidang tentang perkara nikah beda agama. Mengenai keputusan hakim, apakah akan ditolak atau dikabulkan dia menyatakan bahwa hal itu adalah keputusan hakim sesuai dengan hasil sidang.
"Namanya permohonan, kan, sama dengan gugatan. Kami tidak bisa menolak. Kalau (putusan) ditolak atau tidak, kan, saya tidak tahu. Ya tergantung dari hasil sidang," ujarnya.
Agung menyebutkan bahwa sebelumnya sudah ada 17 permohonan nikah beda agama yang masuk ke Pengadilan Negeri Surabaya. Seluruhnya, dia pastikan telah disidang dan sudah dikeluarkan keputusan.
"Mestinya sudah diputus (oleh hakim yang mengadili). Tapi saya tidak tahu detailnya, berapa yang dikabulkan, berapa yang ditolak," katanya.
Meski begitu ia mengaku saat ini belum ada permohonan nikah beda agama lagi. Dia juga menyatakan bahwa tidak ada hakim khusus yang menyidangkan permohonan serupa.
"Sampai sekarang masih belum ada (permohonan baru. Selama ini kan penunjukan ya. Tidak ada hakim khusus. Beda lagi kalau ada perkara-perkara yang memang menarik perhatian," tutupnya.
Sekadar informasi, SEMA yang ditandatangani Ketua MA Muhammad Syarifuddin itu diharapkan memberikan kepastian dan kesatuan penerapan hukum dalam mengadili permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan.
Karena itulah, SEMA tersebut meminta para hakim berpedoman pada ketentuan berikut ini dalam memutus permohonan pencatatan nikah beda agama.
1. Perkawinan yang sah adalah perkawinan yang dilakukan menurut hukum masing-masing agama dan kepercayaannya itu, sesuai dengan Pasal 2 ayat (1) dan Pasal 8 huruf f Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan.
2. Pengadilan tidak mengabulkan permohonan pencatatan perkawinan antar-umat yang berbeda agama dan kepercayaan. Demikian untuk diperhatikan dan dilaksanakan.
(dpe/iwd)