Rumah Sakit (RS) Prasetya Husada membantah kematian pasien bernama Alvito Ghaniyu Maulidan (6) karena malapraktik. Mereka berkeyakinan penanganan pasien sudah sesuai dengan prosedur.
Direktur RS Prasetya Husada Dr Prima Evita mengatakan bahwa penanganan pasien sejak pertama datang ke RS hingga dinyatakan meninggal sudah sesuai Standar Operasional Prosedur (SOP) yang telah ditentukan.
"Penanganan RS Prasetya Husada atas pasien anak usia 6 tahun setelah kami melakukan audit internal tidak ditemukan adanya pelanggaran SOP," ujarnya saat konferensi pers di hadapan awak media, Kamis (22/6/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Dokter Spesialis Anak RS Prasetya Husadadr Agung Prasetyo Wibowo menyampaikan bahwa pasien datang ke RS pada Selasa (13/6/2023) malam pukul 23.00 WIB. Kondisi korban saat itu dia sebut sudah dalam keadaan kurang baik.
"Waktu masuk RS keluhannya muntah, sulit makan dan memang anaknya agak lemes. Saat pasien datang tangan dan kakinya dingin, denyut nadinya sudah mulai meningkat," kata Agung.
Saat itu dirinya mendiagnosis bahwa pasien menderita infeksi pencernaan disertai dehidrasi. Karena itu harus ada tindakan pemasangan infus.
"(Dari gejala tersebut) pasien diputuskan sebagai infeksi pencernaan dengan dehidrasi dan kemudian dipasang infus," ujarnya.
Agung mengakui proses pemasangan infus sempat terkendala hingga baru bisa terpasang kurang lebih 1 jam. Tidak berselang lama setelah pemasangan infus pasien muntah-muntah.
Melihat kondisi itu tim medis memberi suntikan obat mual dan lambung. Tapi bukan membaik, pasien malah kejang-kejang setelah beberapa waktu diberi obat pada selang infus.
"Saat itu saya dengar jika pasien mengalami kejang-kejang dan akhirnya Dokter IGD meminta izin ke saya untuk melakukan evaluasi ulang karena kondisi pasien mengalami perubahan," terangnya.
Sebelumnya ayah korban...
Sebelumnya, Ayah korban, Imam Jazuli yang merupakan warga Jalan Raya Pertamanan, Desa Kepuharjo, Kecamatan Karangploso, Malang menyebutkan bahwa dugaan malapraktik itu muncul karena pada saat perawatan bocah itu mengalami gejala aneh usai menerima 2 suntikan obat.
Peristiwa itu terjadi saat anaknya dalam keadaan drop disertai mual-mual dan demam. Melihat kondisi tersebut Imam membawa anaknya ke RSU Prasetya Husada pada Selasa (13/6).
"Sampai di IGD itu sekitar pukul 23.30 WIB. Saat itu anak saya langsung mendapatkan perawatan dari petugas dan diberi infus. Awalnya sudah agak mendingan setelah diinfus," ujar Imam, Selasa (20/6/2023).
"Gak lama kemudian sama perawat itu dikasih obat suntik di kantong infus, katanya obat mual. Disuntikkan 2 kali. Habis disuntik cuman selang waktu sekitar 5 menit anak saya malah meronta-ronta (kejang)," sambungnya.
Dari situ, Imam langsung melaporkan kondisi anaknya yang mengalami kejang hingga tubuhnya membiru kepada perawat dan dilaporkan ke dokter. Tapi respons yang dilakukan pihak RS terbilang cukup lambat.
"Kondisi anak saya itu sudah kayak kritis, kejang-kejang, meronta-ronta gitu. Tapi respons dari rumah sakit kayak santai-santai aja. Terus terang saya waktu itu sudah panik,'' katanya.
"Agak lama kemudian petugas baru datang memeriksa anak saya dan dikatakan jika detak jantungnya sudah berhenti. Anak saya meninggal pada Rabu (14/6/2023) pukul 00.30 WIB," sambungnya.
Kaget mendengar pernyataan tersebut, sontak Imam menanyakan kepada perawat obat apa yang disuntikkan kepada anaknya. Si perawat menjawab bahwa yang disuntikkan itu adalah obat lambung.
Dalam kondisi syok dan sedih Imam dan istrinya memutuskan untuk membawa pulang jenazah anaknya. Saat mendapatkan hasil rekam medis sebelum meninggalkan RS, Imam menilai ada kejanggalan.
"Contoh (kejanggalan yang saya maksud adalah) waktu anak saya mendapatkan suntikan obat dan mengalami kejang itu jedanya cuman 5 menit, tapi di hasil rekam medis itu keterangan jedanya 20 menit," terangnya.