Selain menyisakan sejumlah makam yang terkesan kuno yang dikelilingi himpunan pohon bambu, keberadaan Desa Kemuning menyisakan cerita tentang kengerian teror macan. Terutama tentang kisah pilu pengantin baru yang menjadi korban terkaman macan.
Sejumlah warga Desa Lowayu, Kecamatan Dukun, Gresik yang jaraknya hanya 1 kilometer dari Desa Kemuning menuturkan bahwa Desa Kemuning sudah ditinggalkan oleh warganya sejak 1943.
Tidak tersisa rumah warga di area lahan yang dulu menjadi lokasi Desa Kemuning. Di lokasi itu hanya bisa ditemukan pemakaman yang dikelilingi bambu berisi sejumlah makam. Salah satunya merupakan makam sesepuh pendiri Desa Kemuning, Mbah Bening.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Salah satu warga Desa Lowayu, Muyadi menceritakan ulang apa yang pernah dia dengar dari para pendahulunya tentang Desa Kemuning. Dahulu, tidak sedikit warga Desa Kemuning yang menikah dengan warga Desa Lowayu.
Seperti halnya pasangan pada umumnya, meski telah bermukim di salah satu desa, sewaktu-waktu mereka akan pulang ke rumah orang tua. Kala itu, pengantin baru warga Desa Kemuning itu pamit pulang ke rumah mertuanya yang tinggal di Desa Lowayu.
"Tetapi setelah tiga hari, orang itu tidak pulang ke Kemuning. Warga Kemuning pun mengira orang itu menginap di rumah mertuanya," kata Muyadi kepada detikJatim, Jumat (16/6/2023).
Namun, tiba-tiba saja istrinya datang ke Desa Kemuning untuk menyusul suaminya karena sudah 3 hari tidak pulang ke rumah. Orang tua sang suami pun menyatakan hal yang sama dan mengira anaknya tidur di rumah sang istri.
Setelah itu, beberapa hari kemudian baik sang suami maupun sang istri sama-sama tidak pulang ke rumah. Warga Desa Kemuning dan Desa Lowayu pun mulai geger dan terus melakukan pencarian.
"Sampai akhirnya mereka mendapat kabar ada warga yang menemukan kepala keduanya di alas (hutan) antara Desa Kemuning dan Desa Lowayu. Kepalanya itu dimakamkan di sini pemakaman Kemuning itu, cuma saya nggak tahu yang mana," kata Muyadi.
Kisah pengantin baru yang diterkam macan itu hanyalah satu dari sejumlah cerita tentang teror macan yang dialami warga Desa Kemuning dan Desa Lowayu.
Selang beberapa hari setelah ditemukannya kepala kedua pasutri itu, Kepala Desa Kemuning kembali mendapat laporan warganya yang hilang saat mencari kayu bakar. Warga pun kembali melakukan pencarian hingga menemukan kepala dan tangan warga tersebut di hutan.
"Warga Kemuning pun menganggap bahwa pasutri dan pencari kayu bakar itu dimakan macan. Mereka memutuskan untuk pindah ke Desa Lowayu. Jadi warga di Desa Lowayu ini adalah keturunan dari warga Desa Kemuning juga," katanya.
Suyatno (45), warga Lowayu menyatakan bahwa dirinya merupakan keturunan warga Desa Kemuning. Kepada detikJatim dia mengaku buyutnya (ibu dari neneknya) merupakan warga Kemuning yang pindah ke Lowayu.
"Buyut kulo riyen orang Kemuning. Ancen leres, katah tiang Kemuning pindah mriki (Lowayu), soale katah sing dipangan macan. (Buyut saya dulu orang Kemuning. Memang benar, banyak orang Kemuning pindah ke sini karena banyak warga yang dimakan macan)," kata Suyatno.
Dia sendiri mengaku belum lahir saat teror macan menghantui warga Kemuning. Namun, ketika dirinya masih remaja, dia sering mendengar cerita dari neneknya bahwa dahulu buyutnya meninggalkan Desa Kemuning karena takut dimakan macan.
"Sampai pada akhirnya macan itu tidak lagi meneror. Mungkin karena banyak pejuang yang melarikan diri ke hutan Kemuning itu. Saat itu para pejuang, kan, bawa senjata dan siap bertarung. Mungkin macan itu dibunuh. Tapi itu semua ceritanya mbah-mbah saya," kata Suyatno.
Suyatno menambahkan, selain dirinya ada beberapa warga yang juga keturunan asli Warga Kemuning. Beberapa di antaranya saat ini mengelola tanah peninggalan nenek moyangnya menjadi lahan pertanian.
"Kalau keturunan warga Kemuning biasanya ada peninggalan dari mbah-mbahnya di sana (area Desa Kemuning). Seperti bekas rumah dan halamannya yang sekarang menjadi sawah atau kebun. Yang tersisa ya cuma makam warga Kemuning itu," ujar Suyatno.
(dpe/dte)