Mahfud mengatakan, kelompok teroris ini memanfaatkan teknologi digital dalam melancarkan dan mengembangkan kelompoknya. Uang miliaran rupiah tersebut, juga digunakan untuk merekrut anggota baru dan melancarkan serangan.
"Ada juga cyber terrorist, di mana teknologi digital telah memberikan alat baru di kelompok teroris untuk melancarkan serangan dan merekrut anggota baru untuk merencanakan serangan," kata Mahfud dalam sambutannya di acara Pengarahan Gerakan Literasi Digital di Mabes TNI, Cilangkap, Jakarta Timur yang dikutip dari detikNews, Selasa (13/6/2023).
"Pengiriman uang juga untuk teroris melalui ini itu di PPATK itu banyak sekali. Saya kebetulan Ketua Tim TPPU. Jadi saya lihat berapa banyak yang mencurigakan bahwa ini untuk terorisme, ngirim uang ke suatu daerah, apa, ini memesan produk sajadah di sebuah tempat di Jawa Timur, uangnya miliaran," kata Mahfud.
Pria yang menjabat sebagai Ketua Komite TPPU ini menuturkan, perusahaan manipulatif itu tidak dikirimi sajadah. Saat dilacak transaksi keuangannya oleh PPATK, uang tersebut dipergunakan untuk merakit bom.
"Saudara, tapi tidak ada feedback-nya perusahaan yang dikirimi itu sajadah, yang kemarin sudah dilacak, itu digunakan untuk merakit bom, dan sebagainya dan sebagainya, ini begini," ucapnya.
Selain serangan cyber terrorist, hal yang perlu diperhatikan juga serangan siber oleh suatu negara atau kelompok jahat yang melakukan pengintaian. Mahfud mencontohkan munculnya Bjorka, yang pernah menghebohkan di media sosial, yang mengklaim telah terjadi kebocoran data.
"Kemudian ada serangan siber yang disponsori oleh negara atau kelompok yang bermaksud jahat dapat melakukan pengintaian atau pencurian informasi seperti kita pernah dengar, di sini ada data pribadi bocor, Bjorka, pembicaraan antara presiden dan menteri bocor dulu, dan bisa lebih dahsyat dari itu hanya saja ini tidak kita ketahui," imbuhnya.
(hil/fat)