Aksi itu selain diikuti kaum pria, juga melibatkan emak-emak. Mereka memakai kalung dari kaleng bekas sebagai simbol, warga akan merana jika ganti rugi tanah mereka yang terdampak jalan tol tidak dinaikkan.
Dengan membawa berbagai banner bernada protes, puluhan warga mendatangi kantor desa setempat. Dalam orasinya, warga keberatan dengan nilai ganti rugi yang ditentukan. Apalagi harga yang ditentukan di bawah pasaran.
"Kami menuntut agar harga tanah dinaikkan 3 kali lipat, karena untuk 1 RU (14 meter persegi) hanya 6,5 juta. Padahal harga di pasaran 1 ru mencapai Rp 8 juta. Jika tuntutan kami tidak dipenuhi, maka warga di sini sepakat tidak akan menjual tanah untuk proyek jalan tol," kata salah satu warga, Muntinah, Senin (29/5/2023).
Warga kemudian ditemui kepala desa setempat. Di hadapan warga, Kepala Desa Tiron, Ina Rahayu berjanji akan menyampaikan keluhan warga ke dinas terkait. Namun untuk harga, pihaknya tidak bisa ikut campur. Sebab hal itu kewenangan dari pihak appraisal dengan warga.
"Kita akan menyampaikan keluhan dari warga ke dinas terkait dan pihak appraisal. Karena untuk kesepakatan harga itu merupakan kewenangan dari pihak appraisal dengan warga yang terdampak proyek jalan tol," jelas Kades Ina Rahayu.
Mereka akhirnya membubarkan diri setelah mendapat penjelasan dari Kades Tiron Ina Rahayu. Namun warga kompak enggan menjual tanahnya jika tidak dinaikkan.
(abq/fat)