Pedagang es cincau di Mojokerto, Ipang Parta Murdiani (33), menawarkan menjual ginjalnya melalui beberapa platform media sosial. Warga Desa Banjaragung, Puri, Mojokerto ini terpaksa melakukannya karena terlilit utang sekitar Rp 68 juta.
Masalah ekonomi mulai menimpa keluarga Ipang pertengahan 2020. Pandemi COVID-19 saat itu membuatnya dirumahkan dari pabrik sepatu di Miji Baru, Kota Mojokerto. Padahal,sebagai tulang punggung keluarga, ia harus menafkahi istri, serta 2 anak berusia 5 tahun dan 3 bulan.
"Mencari kerja ke sana kemari tidak dapat, sementara itu kebutuhan hidup jalan terus," kata Ipang kepada wartawan di sebuah warung di Kelurahan Meri, Kranggan, Kota Mojokerto, Sabtu (13/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Karena menganggur, suami Sri Wilujeng (31) itu memakai uang tabungan untuk menyambung hidup sekitar 3 bulan. Sang istri terpaksa meminjam Rp 3 juta dari sebuah kelompok simpan pinjam di tempat tinggalnya, Dusun Unggahan, Desa Banjaragung. Angsurannya Rp 75.000 per minggu selama satu tahun.
Sampai sekitar 6 bulan berlalu, Ipang tak kunjung mendapatkan pekerjaan. Ia juga tak mempunyai modal untuk berdagang. Pinjaman tersebut mereka pakai memenuhi kebutuhan hidup dan membayar sekolah anak pertama. Dari situ lah awal utang menjeratnya kian dalam.
"Malah anak saya lulus TK masih ada tunggakan sekitar Rp 1,5 juta. Sampai sekarang ijazah belum bisa ambil. Di sekolah SD saya minta kelonggaran karena belum bisa ambil ijazah TK," terangnya.
Setelah sekitar 6 bulan berlalu, Ipang mulai menjadi pedagang kaki lima (PKL). Namun, ia sebatas menjualkan produk orang lain dengan sistem komisi. Antara lain jualan cilok, kerupuk uyel, dan es cincau.
Penghasilannya yang timpang dengan kebutuhan hidup, membuatnya masih terseok-seok untuk menafkahi istri dan 2 buah hatinya.
"Penghasilan sebagai PKL tidak menentu, kadang Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu per hari, kadang tidak dapat sama sekali," ujarnya.
Oleh sebab itu, ketika angsuran di Kelompok Mekar baru dapat separuh, Ipang terpaksa meminta istrinya untuk menambah pinjaman Rp 4 juta dengan angsuran Rp 100.000 per minggu selama 1 tahun. Sebagian uang itu untuk melunasi kekurangan angsuran lama, sebagian lainnya untuk menyambung hidup.
Utang pun menjeratnya kian kuat. Sebab saat ini, setiap pekan ia harus mencicil pinjaman dari 3 koperasi. Nilai pinjamannya Rp 1,5 juta, serta masing-masing Rp 1 juta. Jika ditotal, menurut Ipang, utangnya di 4 koperasi itu sekitar Rp 10 juta.
"Kemudian sempat nama saja dipinjam teman saya untuk kredit motor. Ternyata tanpa sepengetahuan saya, motornya dijual. Sehingga saya yang dikejar-kejar dua perusahaan leasing," ungkapnya.
Persoalan tersebut, lanjut Ipang, terjadi sejak awal 2022. Namanya dipinjam temannya untuk kredit sepeda motor Honda BeAT dengan angsuran Rp 781.000 per bulan selama 35 bulan. Imbalan Rp 2 juta dari temannya itu membuatnya tergiur. Sebab saat itu, ia benar-benar membutuhkan uang untuk biaya hidup keluarga maupun mengangsur pinjaman 4 koperasi.
Lanjutan cerita pilu Ipang, baca di halaman berikutnya!
Namun pada September 2022, datang lagi temannya yang lain meminjam nama istrinya untuk kredit sepeda motor Honda Vario. Angsurannya mencapai Rp 905.000 per bulan selama 35 bulan. Lagi-lagi, Ipang tergiur iming-iming imbalan Rp 4 juta lantaran terhimpit kebutuhan hidup. Namun, saat itu ia hanya diberi imbalan Rp 2 juta.
Bak jatuh tertimpa tangga, diam-diam kedua temannya menjual 2 sepeda itu dengan sistem patas. Padahal, mereka baru membayar angsuran masing-masing 3 bulan. Ipang pun sempat melanjutkan angsuran Honda BeAT sampai 9 bulan. Hingga Desember tahun lalu, ia tak sanggup lagi.
"Sudah berusaha saya temui dua teman saya itu, cuma tak ada hasil. Dia cuma bilang kalau ada apa-apa arahkan ke saya. Sedangkan leasing tidak mau tahu karena PK (penanggungjawab kredit) saya," jelasnya.
Masalah serupa juga dialami Ipang terkait kredit 2 ponsel. Ia harus menanggung kekurangan angsuran sekitar Rp 8 juta setelah temannya kabur. Padahal, namanya yang dipinjam untuk kredit hanya mendapat imbalan Rp 500.000.
Sehingga jika ditotal, utangnya saat ini sekitar Rp 68 juta. Ditambah lagi para penagih utang terus datang ke rumahnya.
Namun, Ipang tak pernah patah semangat. Ia terus bekerja keras dengan istrinya berdagang es cincau di Perumahan Surodinawan, Prajurit Kulon, Kota Mojokerto. Hanya saja, penghasilannya yang tak menentu masih kurang untuk mencukupi kebutuhan hidup. Apalagi untuk membayar utang-utangnya itu.
"Kadang kala dapat Rp 20 ribu sampai Rp 30 ribu per hari. Sering juga tidak dapat sama sekali. Cukup untuk makan, kadang tidak cukup," cetusnya.
Oleh sebab itu, Ipang memutuskan menjual salah satu ginjalnya. Keputusannya ini sudah disetujui istrinya karena menurutnya sudah tak ada jalan lain. Bapak dua anak ini berharap Bupati Mojokerto Ikfina Fahmawati maupun para pejabat lainnya membantunya donor ginjal secara legal.
Ipang optimis ginjalnya bakal laku. Sebab selama ini ia tidak pernah merokok maupun menenggak minuman beralkohol. Pemilik golongan darah A ini juga rutin 3 bulan sekali donor darah di PMI Kabupaten Mojokerto sejak SMA. Risiko kesehatan pasca satu ginjalnya diambil juga sudah siap ia tanggung.
Sejauh ini, Ipang menawarkan ginjalnya itu melalui medsos. Akun sejumlah nama pejabat pun ia colek agar bersedia memfasilitasinya untuk donor ginjal secara legal. Mulai dari Bupati dan Wabup Mojokerto, Gubernur Jatim Khofifah Indar Parawansa hingga Gubernur Jateng Ganjar Pranowo dan Presiden Jokowi.
Ia juga melakukan hal serupa terhadap sejumlah akun medsos artis papan atas, seperti Raffi Ahmad, Baim Wong. Bahkan, Ipang tak segan meminta tolong dengan menghubungi akun medsos para selebgram dan para ulama Indonesia.
"Tujuan saya donor ginjal yang utama untuk menutup utang. Bila memang ada yang memfasilitasi jalannya, sisa uang untuk buka usaha sendiri bersama istri. Untuk jaga-jaga kemungkinan terburuk, saya minta Rp 100 juta ke atas," tandasnya.