Manajemen Malang Plaza menganggap terjadinya kebakaran disebabkan force majeure. Pernyataan itu mengundang reaksi pedagang. Mereka siap melayangkan gugatan hukum apabila manajemen tak memiliki iktikad baik.
Kuasa hukum pemilik tenan Malang Plaza Gunadi Handoko menilai pernyataan terjadinya kebakaran bukan kesengajaan atau force majeure terlalu dini disampaikan.
"Kami menyayangkan statemen yang beredar di masyarakat, bahwa tidak ada kesengajaan atau force majeure akan terjadinya kebakaran,"ujar Gunadi kepada wartawan, Senin (8/5/2023).
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Menurut Gunadi, pernyataan bukan adanya kesengajaan hingga mengakibatkan kebakaran terlalu dini untuk disampaikan.
Apalagi kepolisian tengah melakukan penyelidikan dengan menurunkan Tim Labfor Mabes Polri cabang Surabaya untuk melakukan olah TKP.
"Kami menilai terlalu prematur, terlalu dini menyampaikan force majeure ketika Tim Labfor masih bekerja untuk melakukan penyelidikan," tuturnya.
Kepastian dari penyebab terjadinya kebakaran hanya patut disampaikan oleh instansi terkait. Dalam hal ini kepolisian berdasarkan hasil penyelidikan. Sehingga pernyataan manajemen Malang Plaza menganggap kebakaran karena force majeure sangat tidak tepat.
"Itu mendahului, statemen itu wewenang penegak hukum," tegasnya.
Di luar itu, Gunadi menyampaikan kebakaran yang terjadi di Malang Plaza pada Selasa (2/5/2023), dini hari, membawa dampak ekonomi dan aspek hukum.
Dari aspek hukum diketahui bahwa bangunan Malang Plaza belum mengantongi sertifikat laik fungsi (SLF), yang diatur dalam Peraturan Menteri Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR) Nomor 3 Tahun 2020 dan Peraturan Menteri PUPR No 24/PRT/M/2008 Tahun 2008.
Gunadi menyinggung bagaimana setiap gedung atau bangunan wajib memenuhi persyaratan atau aturan yang berlaku, dan dasar hukumnya terdapat di Pasal 44 UU No 28 Tahun 2002 Tentang Bangunan Gedung.
"Apabila pihak Malang Plaza tidak memiliki SLF dan menyebabkan kebakaran tidak dapat dicegah secara maksimal, tentunya ini suatu pelanggaran peraturan yang berlaku dan inilah yang disebut sebagai kelalaian sebagaimana yang diatur di dalam Pasal 188 KUHP," ungkapnya.
Jika berdasarkan aspek hukum tersebut, lanjut Gunadi, perbuatan yang dilakukan manajemen pengelola Malang Plaza termasuk melanggar Pasal 1365 KUHPerdata tentang Perbuatan Melawan Hukum.
Gunadi mengatakan jika dalam pasal tersebut, tiap-tiap perbuatan melawan hukum yang membawa kerugian kepada orang lain, wajib untuk bertanggung jawab dan mengganti kerugian yang ditimbulkan.
"Dan di Pasal 1366 KUHPerdata, ada penjelasan setiap orang bertanggung jawab tidak saja untuk kerugian akibat perbuatannya, tetapi juga kerugian yang disebabkan kelalaian atau kekurang hatian-hatian," jelasnya.
Meski akan menempuh jalur hukum, Gunadi menegaskan pihaknya masih menunggu iktikad baik dari manajemen Malang Plaza terkait ganti rugi yang diderita kliennya.
Dalam kesempatan itu, Gunadi mengungkap bahwa belasan pedagang yang memberikan kuasa kepadanya, adalah pemilik tenan, bukan penyewa. Hal itu berdasarkan dokumen kepemilikkan yang dimiliki.
"Ini yang belum pernah diketahui, bahwa klien kami adalah pemilik tenan berdasarkan dokumen akta jual beli, bukan jual beli stan. Dengan begitu, klien kami adalah pemilik tanah dan bangunan berdasarkan AJB," pungkasnya.
Gunadi menambahkan pembelian tenan terjadi beberapa kurun waktu. Ada sebelum Malang Plaza diresmikan dan setelahnya, dengan pembelian tunai ataupun mencicil.
"Masalahnya, sampai sekarang sertifikat belum dipecah. Klien kami ada yang membeli tenan tahun 1984 sampai tahun 1986 dan mendapatkan AJB (akta jual beli)," pungkasnya.
Sebelumnya, kuasa hukum manajemen Malang Plaza Solehuddin menyebut bahwa kebakaran yang terjadi pada Selasa (2/5) bukan sebuah kesengajaan. Namun insiden tersebut ketidaksengajaan.
"Kejadian itu menurut kami force majeure atau tidak ada unsur kesengajaan terkait kebakaran itu," ujar kuasa hukum manajemen Malang Plaza Solehoddin, Kamis (4/5/2023), lalu.
(mua/iwd)