- Berikut 7 fatwa Thoriqoh Musa ala Katimun yang disebut-sebut menyihir 52 warga, seperti dalam rilis yang disebar pihak Kecamatan Badegan: 1. Kiamat sudah dekat 2. Ramadhan tahun ini (2019) akan ada huru-hara atau perang 3. Akan ada kemarau panjang selama 3 tahun mulai 2019-2021, yang mengakibatkan paceklik. 4. Bendera Tauhid 5. Foto pengasuh ponpes 6. Anak-anak tidak boleh sekolah 7. Anak boleh menghukum orang tuanya jika tidak membaiat atau bersumpah untuk mengamalkan Thoriqoh Akmaliyah Sholihiyah.
Awal Maret 2019, terjadi eksodus warga Ponorogo ke Malang. Mereka termakan fatwa meteor jatuh di bulan Ramadhan sebagai salah satu tanda kiamat.
Total ada 52 warga Ponorogo yang eksodus ke Malang. Tepatnya pada Rabu (13/3/2019), puluhan warga Desa Watubonang, Kecamatan Badegan berbondong-bondong pindah Ponpes Miftahul Fallahil Mubtadin, Kasembon, Kabupaten Malang.
Kepindahan mereka mencuri perhatian dan menimbulkan tanda tanya. Sebab, banyak dari mereka yang pergi dengan menjual rumah seperti tidak akan pernah kembali.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Pada awalnya mereka dipengaruhi atau diajak oleh Katimun (48), warga RT 05 RW 01 Dukuh Rrajan, Desa Watubonang yang merupakan jemaah santri di sana," kata Camat Badegan, Ringga Irawan, Rabu (13/3/2019).
Warga disebut mendapat fatwa Thoriqoh Musa dari Katimun. Seperti tentang kiamat sudah dekat, soal perang hingga kemarau panjang.
"Jemaah diminta menjual aset-aset yang dimiliki untuk bekal akhirat, dibawa dan disetorkan ke pondok. Jemaah salat 5 waktu di masjid pondok," imbuh Ringga.
Berikut 7 fatwa Thoriqoh Musa ala Katimun yang disebut-sebut menyihir 52 warga, seperti dalam rilis yang disebar pihak Kecamatan Badegan:
1. Kiamat sudah dekat
Jemaah diminta menjual aset-aset yang mereka miliki untuk bekal akhirat. Uang hasil penjualan aset dibawa dan disetorkan ke ponpes. Selain itu, jemaah juga diharuskan salat 5 waktu di masjid pondok di Malang.
2. Ramadhan tahun ini (2019) akan ada huru-hara atau perang
Jemaah diminta membeli pedang seharga Rp 1 juta. Sementara jemaah yang tidak membeli pedang diharuskan menyiapkan senjata di rumah, sehingga meresahkan masyarakat sekitar. Kemudian jemaah juga diminta berlindung di pondok.
3. Akan ada kemarau panjang selama 3 tahun mulai 2019-2021, yang mengakibatkan paceklik.
Jemaah diminta menyetor gabah 500 kg per orang. Bahkan ada anak kelas 5 SD yang sudah ditarik dari pondok mengatakan ke orang tuanya tentang sesuatu hal yang mengerikan. "Jika nanti terjadi paceklik, tangan adik saya potong, saya makan," cerita si anak.
4. Bendera Tauhid
Jemaah diimbau untuk mengibarkan bendera tauhid.
5. Foto pengasuh ponpes
Jemaah diminta menebus atau membeli foto pengasuh pondok pesantren seharga Rp 1 juta. Foto tersebut dijadikan pusaka atau teknologi antigempa.
6. Anak-anak tidak boleh sekolah
Anak-anak di usia sekolah tidak diizinkan mengenyam bangku pendidikan. Dengan alasan karena ijazah tidak berguna.
7. Anak boleh menghukum orang tuanya jika tidak membaiat atau bersumpah untuk mengamalkan Thoriqoh Akmaliyah Sholihiyah.
Puluhan warga eksodus menjelang Ramadhan. Beberapa poin yang mencuri perhatian yakni nomor 1 dan 2. Soal kiamat sudah dekat dan soal huru-hara saat Ramadhan.
Fatwa tersebut dibantah Pengasuh Ponpes Miftahul Fallahil Mubtadin, M Romli atau Gus Romli. Menurutnya, ponpes tidak pernah mengeluarkan fatwa kiamat sudah dekat. Ia mengaku hanya menyampaikan 10 tanda kiamat yang ada dalam Al-Qur'an serta Hadis seperti yang disampaikan para ulama.
"Tanda-tanda kiamat juga dijelaskan dalam Al-Qur'an dan Hadis, begitu juga dengan tanda-tandanya. Nah, para jemaah di sini, ingin bersama mursyidnya ketika tanda-tanda itu akan terjadi," kata Gus Romli di Ponpes, Kamis (14/3/2019).
Gus Romli menanggapi soal 52 warga Ponorogo yang hijrah ke ponpesnya. Menurutnya, kedatangan mereka bukan untuk berlindung dari kiamat, melainkan mengikuti program triwulanan yang diselenggarakan ponpes.
"Di sini ini adalah thoriqoh, ada santri yang bermukim (mondok), ada juga jemaah yang datang untuk ikut program triwulanan. Di mulai pada bulan Rajab sampai Ramadhan," terang Gus Romli.
"Setelah itu, mereka akan kembali ke rumah masing-masing. Tujuannya ke sini, untuk mendekatkan diri kepada Allah SWT," imbuhnya.
Kemudian soal huru-hara yang bakal terjadi pada Ramadhan, menurutnya itu bukan peperangan atau kekacauan di masyarakat. Melainkan akan jatuhnya meteor pertanda kiamat.
"Huru-hara itu ya meteor yang jatuh di Bulan Ramadhan. Jadi jemaah harus menyiapkan diri sebelumnya, karena itu menjadi 10 tanda besar terjadinya kiamat," kata Romli.
Gabah dan beras harus disiapkan oleh jemaah ketika pertanda kiamat itu benar-benar terjadi. Logistik itu memang disampaikan Romli ketika jemaah akan hadir mengikuti program ibadah triwulan yang dimulai Rajab sampai Ramadhan 2019 tersebut.
Menurut Romli, setiap jemaah membutuhkan 500 kg gabah atau 300 kg beras sebagai bekal selama satu tahun pascameteor jatuh. Jika tidak ada meteor jatuh, maka gabah dan beras kembali dibawa pulang jemaah ke kampung halaman masing-masing.
"Bisa dilihat itu gabah dan berasnya ditumpuk, saya tidak pernah meminta, mereka yang bawa sendiri. Kalau meteor tidak jatuh, akan dibawa pulang," tambahnya.
Tak hanya puluhan warga dari Ponorogo yang dikabarkan eksodus waktu itu, ada banyak jemaah lainnya yang mengikuti program ibadah triwulan tersebut. Seperti jemaah dari Mojokerto dan Jember. Mereka disebut jemaah Thoriqoh Akhmaliyah As-sholihiyah.
Puluhan warga Ponorogo tersebut sempat pulang saat Pemilu 2019. Mereka menyalurkan hak pilih. Waktu itu salah seorang jemaah mengatakan, semuanya akan kembali tinggal di Ponorogo setelah program ibadah triwulan selesai.
"Setelah 3 bulan ngaji ya balik lagi ke sini (Ponorogo)," kata Ahmad Jamroji (48) saat ditemui detikJatim, Minggu (14/4/2019).
Jatim Flashback adalah rubrik spesial detikJatim yang mengulas peristiwa-peristiwa di Jawa Timur serta menjadi perhatian besar pada masa lalu. Jatim Flashback diharapkan bisa memutar kembali memori pembaca setia detikJatim. Jatim Flashback tayang setiap hari Sabtu. Ingin mencari artikel-artikel lain di rubrik Jatim Flashback? Klik di sini.
(sun/iwd)