Pada Januari 2023 sudah ada 19 remaja di Surabaya yang mengajukan dispensasi nikah (diska). Penyebabnya bermacam-macam. Tak selalu hamil duluan.
Ada yang karena faktor ekonomi keluarga, budaya, atau perjodohan orang tua. Bahkan ada pula yang hendak melanjutkan sekolah ke luar negeri sehingga harus dinikahkan.
Kepala Dinas Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak serta Pengendalian Penduduk dan Keluarga Berencana (DP3A-PPKB) Surabaya Tomi Ardiyanto menegaskan edukasi akan tetap dilakukan.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Data 19 itu masih pengajuan dispensasi nikah di pengadilan agama. Karena itu juga harus dilakukan pembinaan dan edukasi kepada kelompok-kelompok komunitas atau lingkungan tertentu yang masih menganggap pernikahan dini itu biasa," ujarnya kepada wartawan, Jumat (27/1/2023).
Menurutnya, upaya pencegahan pernikahan usia dini pada anak tak hanya dilakukan pemerintah. Yang seharusnya paling bertanggung jawab adalah orang tua dan keluarga.
"Kami mengimbau para orang tua harus lebih meningkatkan perhatian pengawasan terhadap anak-anaknya. Jangan melihat anak-anak itu sebagai insan yang lugu seperti kita dulu waktu kecil," ujarnya.
Menurutnya anak-anak di zaman sekarang itu luar biasa. Mereka bisa mendapatkan informasi apa pun dari internet, media sosial, maupun pelbagai aplikasi di ponsel.
"Hal ini salah satu dampak yang cukup besar terkait dengan penyalahgunaan internet yang kurang bijak seperti itu," jelasnya.
Jika anak tersebut masih berstatus pelajar dan mengajukan Diska karena hamil duluan, maka ada aturan sekolah untuk mengeluarkan siswa itu.
Tak hanya hamil duluan, siswa akan dikeluarkan ketika menggunakan narkoba dan pelanggaran lainnya yang tidak bisa ditoleransi.
"Jadi perlu ada peningkatan terkait materi pembinaan karakter untuk anak-anak sekarang, karena kalau akademis mereka bisa belajar dari mana pun. Tapi pembinaan karakter butuh contoh atau teladan," ujarnya.
Tomi menyebutkan sekitar 29,7 persen warga Surabaya merupakan anak-anak usia 0 hingga 18 tahun. Karena itu sangat penting sekali untuk mendengar langsung apa saja keinginan dari anak-anak itu.
Forum Anak Surabaya. Baca di halaman selanjutnya.
Untuk itulah Pemkot Surabaya menggelar Forum Anak Surabaya yang akan menjadi wadah agar Pemkot Surabaya dan orang tua mengetahui apa yang sebenarnya diinginkan anak-anak di Kota Pahlawan.
Tidak hanya itu, hasil dari Forum Anak Surabaya itu bisa menjadi acuan bagi pemerintah dan orang tua pada umumnya untuk berupaya memenuhi hak-hak anak.
"Kami ingin menjadikan Forum Anak Surabaya ini sebagai perwakilan terkait apa yang diinginkan anak-anak di Kota Surabaya," kata mantan Camat Wonokromo ini.
Terkait remaja yang mengajukan diska, bagaimana dengan pendidikannya? Ketua Forum Anak Surabaya Neerzara Syarifah Alfarizi (16) berharap mereka yang putus sekolah karena menikah dini masih mendapat pendidikan.
"Ke depan semoga anak-anak juga bisa mendapatkan pendidikan yang memang wajib, tidak ada anak yang putus sekolah lagi. Harapan saya, anak yang memerlukan perlindungan khusus dilibatkan dalam setiap kegiatan yang diadakan pemerintah Kota Surabaya, termasuk anak yang berkebutuhan khusus," kata Caca sapaan akrabnya.
Ia juga merasa miris dengan kasus pergaulan bebas dan membuat anak-anak mudah berbaur dan terperosok di dalamnya. Peran sekolah menurutnya juga penting untuk mencegah siswa putus sekolah.
Mirisnya, ada kasus remaja hamil di luar nikah bukan dengan sesama remaja. Melainkan dengan orang dewasa yang sudah bekerja. Sehingga muncul ketakutan-ketakutan akan manipulasi.
"Itu kan bisa menimbulkan grooming. Takutnya anak-anak itu dimanipulasi oleh mereka yang memang sudah lebih dewasa," ujarnya.
Menurutnya, berbagai upaya yang dilakukan pemkot terhadap pemenuhan hak-hak anak di Kota Pahlawan dia nilai sudah cukup. Namun, kata dia, upaya itu ke depan harus lebih dikembangkan.
"Sudah cukup, cuman harus dikembangkan lagi menurut saya. Seperti dalam kegiatan-kegiatan talkshow atau edukasi itu harus lebih menyasar kepada anak yang memang relate dengan kasus-kasus itu," katanya.