53 Keluarga di Ponorogo Mengadu ke DPRD Terkait Nasib Tukar Guling Tanah

53 Keluarga di Ponorogo Mengadu ke DPRD Terkait Nasib Tukar Guling Tanah

Charolin Pebrianti - detikJatim
Rabu, 25 Jan 2023 12:26 WIB
Warga Ponorogo mengadu ke DPRD soal nasib tanah mereka
Foto: Warga Ponorogo mengadu ke DPRD soal nasib tanah mereka (Charolin Pebrianti/detikJatim)
Ponorogo - Sebanyak 53 KK warga Desa Gajah, Sambit mengadu ke gedung DPRD Ponorogo. Mereka mengadukan nasib tanah milik mereka.

Salah satu tokoh warga, Panut (57) mengatakan kejadian awalnya saat tahun 1992 terjadi tanah longsor di Dusun Jrankah, Desa Gajah, Sambit. Kemudian, karena khawatir dengan keselamatan warga akhirnya warga direlokasi ke Gunung Gede, Desa Cepoko, Ngrayun.

"Masyarakat yang sudah dipindah Pemkab ini, sejak 1992 sampai sekarang tukar gulingnya belum selesai," tutur Panut kepada wartawan, Rabu (25/1/2023).

Panut menerangkan pihaknya sebenarnya sudah menyerahkan permasalahan ini ke Pemkab Ponorogo. Namun hingga 30 tahun berlalu, kejelasan sertifikat tanah mereka belum ada.

"Sebelumnya di Dusun Jrakah, Desa Gajah, Kecamatan Sambit, terjadi bencana 20 hektare tanah retak dan longsor. Warga dipindah ke lokasi aman di Dusun Ngandel, Desa Cepoko, Kecamatan Ngrayun. Di relokasi ini warga hanya punya rumah. Sedangkan lahan tidak ada. Lahan di lokasi awal saat ini sudah dipakai Perhutani. Sebagian sisa lahan baru diolah, padahal warga bergantung dari hasil pertanian," terang Panut.

Dari semula 85 KK sekarang menjadi 53 KK yang tinggal di Gunung Gede, Desa Cepoko, Kecamatan Ngrayun. Panut bersama 52 KK lain berharap, permasalahan ini cepat selesai terutama soal sertifikat tanah mereka.

"Kami ingin permasalahan tukar guling lahan penduduk dengan Perhutani bisa secepatnya selesai," tandas Panut.

Wakil DPRD Ponorogo, Miseri Effendi mengatakan setelah adanya aduan masyarakat pihaknya akan membentuk tim untuk mengawal dan menargetkan tahun 2023 ini selesai.

"Tentunya perlu koordinasi semua instansi terkait. Undang tomas, Kades, Perhutani, BPN, dan kawan-kawan eksekutif sesuai leading sector," ujar Miseri.

Menurutnya, permasalahan utama warga ingin mendapatkan sertifikat di lahan relokasi. Sebab, tanah mereka yang sebelumnya sudah dipergunakan oleh Perhutani.

"Secara geografis wilayah ditempati masuk di Dukuh Gunung Gede, Desa Cepoko, Kecamatan Ngrayun. Semula mereka di Dukuh Pucung, Jrakah, Desa Gajah, Kecamatan Sambit. Identitas dan tempat tinggal tidak linier akhirnya muncul persoalan program, bansos dan lain-lain," papar Miseri.

Miseri pun bakal melakukan pengawalan spesial. Koordinasi antara Pemda dan pusat untuk mengajukan syarat. Masyarakat harus mendapatkan hak sertifikat.

"Karena lahan yang ditinggali sudah ditanami pinus sudah produktif dan memberikan kontribusi pendapatan untuk Perhutani. Mereka harus punya kepastian hukum terkait SHM," pungkas Miseri.


(abq/iwd)


Hide Ads