Di usia senjanya, Abdul Sukur atau yang kerap disapa Pak Tuwek punya hobi mulia. Pengayuh becak di Surabaya ini secara sukarela menambal jalan yang rusak. Meski penghasilannya pas-pasan, namun tak menyurutkan keikhlasannya menambal jalanan Kota Pahlawan.
Kisah ini terjadi pada 2015 silam. Meski saat itu usianya sudah tak muda, 65 tahun pada 2015, Pak Tuwek masih semangat bekerja. Pak Tuwek kini sudah meninggal dunia.
Semasa hidupnya, di tengah lelahnya mengayuh becak sepanjang hari, tak membuat Pak Tuwek acuh dengan lingkungan sekitar. Ia paling tak bisa melihat ada jalanan berlubang. Menurutnya, hal ini bisa membahayakan pengguna jalan lain.
Pak Tuwek memiliki 6 anak. Ia merupakan warga asli Kertopaten, namun kemudian hijrah ke Tambak Segaran Barat gang I, Surabaya bersama anak dan istrinya. Namun, istri tercinta Tuwek telah meninggal dunia pada 2014 karena menderita komplikasi.
Meski sudah renta, sejak pagi hingga sore, ia harus berjuang membanting tulang mengayuh becaknya. Panas dan berdebu jalanan Kota Surabaya sudah menjadi kawan. Sehari-hari, ia mangkal di depan pusat perbelanjaan ITC Undaan.
"Saya berhenti narik becak jam lima, setelah itu cari batu atau sisa-sisa bongkaran untuk nambal jalan lubang," kata Tuwek kepada detikcom disela-sela menambal jalan lubang dengan bekas bongkaran aspal di kawasan Gembong, Kamis (14/5/2015) dinihari.
Kebiasaan atau 'hobi' Tuwek ini memang nyeleneh. Ia rela malam-malam menutup jalan aspal yang rusak berlubang seorang diri tanpa sarana pengaman untuk menghindari dari ancaman tertabrak kendaraan. Sementara jalanan yang kerap menjadi konsentrasinya yakni di daerah Surabaya utara, khususnya sekitar Gembong dan Undaan Kulon.
Tuwek pun tak pernah mengeluh, apalagi berharap ada imbalan dari yang telah dikerjakan selama 10 tahun ketika Surabaya dipimpin Wali Kota Bambang DH. Dirinya tak pernah pupus semangat untuk melakoni kegiatan rutinnya.
"Di mana saya tahu ada jalan berlubang ya saya tambal dengan batu bongkaran," katanya.
Hingga Surabaya berganti wali kota, Tuwek berikrar tak akan berhenti melakukan sesuatu yang bermanfaat bagi orang banyak.
"Zaman Pak Bambang DH dulu juga ada jalan yang berlubang, jadi tidak sekarang saja saya seperti ini. Dan sampai kapan pun saya tidak berhenti," tegas Tuwek.
Tuwek pun berharap warga Kota Surabaya tidak saling menyalahkan jika masih ada jalan lubang. Yang terpenting harus ada kemauan dari masing-masing pribadi untuk saling menolong dengan tulus tanpa pamrih.
"Saya ikhlas seperti ini, ndak ngejar pamrih," katanya.
Memang tak bisa dipungkiri, meski Pemkot Surabaya sudah berusaha keras membuat jalanan mulus, namun dengan berbagai faktor, tentu masih ada yang bisa membuat jalan itu rusak hingga berlubang.
"Kita harus sadar, daripada cuma bisa ngomong ngalor ngidul lebih baik kita tunjukkan kerja nyata, turun dan tutup jalan lubang itu sebelum ada korban. Saya tidak mencari apa-apa, tapi hanya ini yang bisa saya lakukan untuk membantu pengguna jalan agar tidak kecelakaan atau terperosok," terangnya.
Kejujuran Pak Tuwek yang bikin haru. Baca di halaman selanjutnya!
(hil/dte)