Terdakwa kasus pemerkosaan Selamat Pagi Indonesia (SPI), Julianto Eka Putra alias JE telah dihukum 12 tahun penjara. Di satu sisi, SPI kini meminta perlindungan hukum kepada Menko Polhukam terkait laporan dugaan eksploitasi anak di sekolah itu.
Hal itu imbas dari Julianto Eka Putra yang dilaporkan oleh Direktorat Kriminal Umum Polda Jawa Timur atas dugaan Eksploitasi Ekonomi terhadap anak sebagaimana dimaksud dalam pasal 76I UU Perlidungan Anak. Namun, JE dan pihak sekolah keberatan dengan kasus yang dilaporkan oleh RB itu.
"Tuduhan ini sepenuhnya tidak benar dan fitnah," kata kuasa hukum JE dan SPI, Duke Arie Widagdo kepada wartawan dilansir dari detikNews, Senin (17/10/2022).
Duke menceritakan, Sekolah SMA SPI didirikan pada 2005. JE menjadi Ketua Pembina Yayasan Selamat Pagi Indonesia sejak 2007. Sekolah ini dibuka untuk anak-anak yatim piatu yang tidak mampu dari berbagai agama (40% Islam, 20% Katholik, 20% Kristen, 10% Hindhu, dan 10% Budha) dari seluruh Indonesia dari Aceh sampai Papua. Sehingga, sekolah ini tidak dipungut biaya.
"Semua ditanggung oleh Yayasan, mulai kebutuhan sehari-hari, makan sehari 3 kali, asrama layak (kasur spring bed, dll), dan Sekolah SMA selama 3 tahun. Di sekolah ini juga diajarkan kewirausahaan, sehingga setelah siswa lulus dari sekolah SMA SPI sudah memiliki kemampuan kerja yang siap pakai," beber Duke Arie.
RB selaku pelapor awalnya menjadi siswa SPI. Semua berjalan seperti biasa.
"Dan selama bersekolah, pelapor dan semua siswa siswi dan semu tenaga pendidik / guru, bebas berinteraksi dan berkomunikasi dengan siapapun bahkan termasuk dalam media sosial. Bahkan juga mendapatkan liburan atau pulang bertemu keluarga atau keluarga juga bisa berkunjung," ucap Duke Arie.
Setelah lulus, RB mendaftar menjadi staf di sekolah itu. SPI kemudian memberikan hak-haknya kepada RB selaku karyawan.
"Bahkan juga mendapatkan liburan atau cuti/izin pulang bertemu keluarga atau keluarga / siapapun juga bisa berkunjung ke kantor," beber Duke Arie.
Duke Araie melanjutkan, tuduhan mengenai adanya dugaan tindak pidana Eksploitasi Ekonomi terhadap anak dalam kurun waktu masa studi yakni 2009 - 2012 tidak terbukti. Sebab, saat itu RB terbukti melaksanakan tugasnya sebagai siswa untuk mengikuti kegiatan belajar di sekolah.
"Sehingga mana mungkin Pelapor bekerja atau dimanfaatkan tenaganya untuk kepentingan sekolah. Hal ini juga terbukti dari Hasil Belajar dan foto-foto kegiatan Pelapor sampai ke Luar Negeri pada tahun 2012," urai Duke Arie.
Duke Arie menegaskan, RB sadar tanpa paksaan mengajukan diri untuk bekerja di Yayasan Sekolah SPI. Pada saat itu RB telah berumur 18 tahun karena kelahiran tahun 1994.
"Sehingga jika hal ini yang dijadikan dasar adanya dugaan tindak pidana Eskploitasi Ekonomi terhadap Anak sudah tidak relevan lagi. Sebab Pelapor pada saat itu sudah dewasa bukan anak-anak lagi. Terbutki Pelapor juga diberikan hak-hak nya sebagai karyawan dewasa lainnya. Bahkan saat Pelapor di Januari 2021 izin cuti untuk persiapan menikah, Pelapor juga membawa uang tabungan yang bernilai besar," kata Duke Arie menegaskan.
Atas konstruksi peristiwa di atas, maka SPI dan JE meminta perlindungan hukum ke Menko Polhukam.
"Kami sebagai tim kuasa hukum atas permasalahan ini telah mengambil langkah hukum untuk melaporkan masalah ini ke pihak Kementrian Koordinator Politik Hukum dan Keamanan untuk mendapatkan perlidungan hukum dari upaya kriminalisasi yang ditujukan kepada klien kami, SMA Selamat Pagi Indonesia dan Sekolah Tinggi Kewirausahan Selamat Pagi Indonesia. Laporan kami telah disampaikan ke Kemenkopolhukkam dan telah diterima tanggal 12 Oktober 2022," tukas Duke Arie.
Simak Video "Video Viral Ibu Antar Anak Mengemis, Pekanbaru Bukan Lagi 'Kota Layak Anak'"
(hse/dte)