Setiap Tahun Kemendikbudristek Terbitkan Panduan Pelaksanaan Ospek
Hingga saat ini, setiap tahunnya Kementerian Pendidikan, Kebudayaan, Riset, dan Teknologi (Kemendikbudristek) selalu mengeluarkan panduan pelaksanaan PKKMB bagi seluruh kampus. Salah satu tujuan panduan PKKMB ini adalah untuk menghindari dan menghapus praktik perploncoan tersebut.
Namun, praktik perploncoan itu seolah menjadi tradisi. Pengamat pendidikan yang juga Guru Besar Fakultas Ilmu Sosial dan Hukum Universitas Negeri Surabaya Prof Dr Warsono menganalisis, perploncoan di kampus sulit dihapus karena telah menjadi tradisi yang dibangun oleh mahasiswa di tingkat fakultas.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Sebetulnya ini, kan, secara kelembagaan kampus, secara kebijakan, sudah tidak boleh. Tetapi selalu ada relasi antara mahasiswa baru dengan mahasiswa lama, ya, pengurus-pengurus BEM itu. Dan masing-masing fakultas itu punya budaya sendiri dan relasi kuasa sendiri-sendiri yang sangat tergantung pada tradisi yang dibangun mahasiswa di tiap fakultas," papar Warsono kepada detikJatim.
Warsono mengungkapkan, seringkali ada kepentingan yang berbeda antara kepentingan kampus dengan kepentingan mahasiswa berkaitan dengan ospek atau PKKMB. Menurutnya, kampus memandang ospek adalah orientasi pengenalan kehidupan kampus.
"Bagi kampus ospek itu adalah masa orientasi studi dan pengenalan kehidupan kampus. Pengenalan budaya di kampus dan lain sebagainya. Di sisi lain, mahasiswa menjadikan ospek itu sebagai sarana membangun struktur kesenioritasan atas dan bawah atau ada semacam relasi kuasa. Dengan tujuan seperti ini seringkali menimbulkan tindakan-tindakan yang melenceng," katanya.
Pengamat Belum Temukan Formula Alasan Maba Lebih Takut ke Senior daripada Kampus
Warsono yang mengaku sempat menangani kemahasiswaan di Unesa sebelum akhirnya terpilih menjadi Rektor Unesa pada periode 2014-2018 menyebutkan, ia bahkan belum mampu memecahkan secara rasional, sebenarnya apa yang melandasi mahasiswa cenderung melakukan perploncoan.
"Saya sebagai orang yang sempat menangani itu juga belum sampai menemukan jawabannya. Mahasiswa (baru) itu seringkali takut dengan senior-seniornya daripada dengan lembaganya (kampus). Seringkali yang terjadi seperti itu, sehingga kadang-kadang ini tidak masuk akal," ujarnya.
Ia mencontohkan apa yang telah dia alami di Unesa. Ketika dosen menyampaikan kepada mahasiswa baru bahwa apa yang diminta para mahasiswa senior di Badan Eksekutif Mahasiswa (BEM) tidak wajib dituruti para mahasiswa baru itu memilih lebih menurut atau patuh kepada seniornya dibandingkan kepada dosennya. Ia menduga itu dilandasi rasa ketakutan para mahasiswa baru itu sendiri.
"Menurut pengalaman saya yang pernah menjadi PR (pembantu rektor) III bidang kemahasiswaan, seringkali praktiknya ada semacam omongan begini, 'Eh, kamu kalau tidak mau menurut tidak akan dibantu kalau butuh bantuan'. Jadi dibangun semacam, apa ya, indoktrinasi. Sehingga mereka lebih takut pada seniornya dibandingkan dengan dosennya," urainya.
Warsono mengakui perploncoan oleh para senior yang biasanya dilakukan para pengurus BEM di fakultas tidak bisa sepenuhnya dihilangkan. Bahkan ketika ospek sudah diganti istilahnya dengan PKKMB dan sudah ada panduan pelaksanaan yang lebih banyak bersifat akademik, perploncoan masih saja membayangi masa pengenalan kampus. Seperti kasus terakhir yang sedang terjadi di Fakultas Teknik Universitas Jember.
"Ya, memang seharusnya kampus itu harus mengawasi, harus terus mengawasi secara lebih ketat, ya," katanya.