Orang Tua Harus Berperan untuk Hindari Anak Jadi Sasaran Bullying

Orang Tua Harus Berperan untuk Hindari Anak Jadi Sasaran Bullying

Muhammad Aminudin - detikJatim
Minggu, 04 Sep 2022 02:33 WIB
pelajar smp di malang dibully
Korban saat dibully temannya (Foto: Tangkapan layar)
Kota Malang - Seorang pelajar SMP di Kota Malang menjadi korban bullying oleh teman bermainnya. Psikolog menyebut orang tua memiliki peran besar untuk memberikan pemahaman kepada anak tentang perundungan atau bulliying.

Psikolog Universitas Brawijaya Cleoputri Yusainy mengatakan bahwa orang tua harus memberikan edukasi ke anaknya, pemahaman tentang perundungan atau bullying. Hal tersebut karena di tengah paparan sosial media yang saat ini begitu masif, anak bisa dengan mudah mengakses informasi buruk.

"Bukan tidak mungkin jadi korban, bisa jadi pelaku juga. Orang tua menunjukkan kepada anak bagaimana antisipasi bullying. Apa yang harus dilakukan jika itu terjadi. Dengan menunjukkan, anak terbiasa melihat isu tentang bullying, sehingga bisa ditangani secara bersama" jelasnya kepada detikJatim, Sabtu (3/9/2022).

Orang tua diharap memberi pengawasan maksimal pada anak. Karena perilaku bulyying tidak hanya terjadi di sekolah. Namun juga bisa terjadi di lingkungan bermain anak yang kerap dirasa orang tua aman.

Menurut Cleoputri, orang tua perlu meluangkan untuk berbicara dengan anak terutama membahas soal lingkungan sekaligus teman-temannya. Dengan begitu, orang tua akan menerima penjelasan dari sang anak terkait lingkungan bermain ataupun bergaul dengan siapa saja.

Meskipun, usia remaja sangat sulit untuk berkomunikasi dengan orang tua, mereka cenderung lebih ingin menghindar dan lebih nyaman berbicara dengan teman sebayanya. "Orang tua perlu lebih meluangkan waktu atau bertanya ke anak. Dia suka bergaul dengan siapa?. Terus saat bergaul apa sih yang dimainkan?, untuk melihat indikasi ada kejadian bully, misalnya," tuturnya.

Cleoputri menambahkan jika anak juga berpotensi menjadi pelaku bullying karena memiliki kebutuhan sangat besar untuk diterima oleh teman sebayanya. Sehingga anak mudah terprovokasi. Apalagi, kini banyak dari anak-anak terpengaruh film ataupun game yang kemudian dilakukan terhadap teman-teman di sekitarnya.

"Ketika dalam kelompok ada bullying, bisa jadi anak akan terpancing. Selain memang dari kecil anak-anak di Indonesia diajarkan konsep ksatria, orang yang secara fisik kuat tidak terkalahkan. Perbendaharaan kognisi bahwa sosok seperti itu bagus, rupanya diwujudkan dari perilaku bullying" imbuhnya.

Cleoputri meminta agar orang tua dapat membangun mental anak untuk berani menghadapi situasi di sekitarnya. Menghindarkan anak dari persoalan, misalnya sampai memindahkan tempat sekolah justru akan berdampak buruk.

"Anak yang jadi korban, jangan langsung memberi label ke anaknya bahwa dia lemah cengeng. Itu malah gak menyelesaikan masalah. Kadang orang tua juga jadi malu dan menyembunyikan dari lingkungan. Ini gak bagus," katanya.

Dari kasus perundungan yang menimpa pelajar kelas SMP viral beberapa hari ini, Cleoputri melihat anak di usia tersebut belum mampu membedakan antara dunia nyata dan maya. Apalagi sekarang pengaruh paparan media dan game online menyebabkan anak-anak itu terbiasa melihat kekerasan dan kemudian membuat mereka senang.

"Kalau bermain game, dia kalah kepukul kan gak sakit. Kemampuan membedakan batas sampai dimana itu sudah gak seperti dulu lagi. Karena yang dihadapi permainan dua dimensi. Di usia segitu sebenarnya belum bisa membedakan dunia nyata dan maya. Akhirnya perilaku di dunia maya biasa pukul-pukulan hingga dipikir sama saja dengan dunia nyata. Kalau secara ilmiah otak anak umur segitu belum matang untuk melihat akibat dari perbuatan dia. Yang dipikir hanya niat dia becanda tapi gak bisa ngukur kalau perbuatannya bisa merugikan orang lain," pungkasnya.


(iwd/iwd)


Hide Ads