Penyakit gastritis (Maag), ulkus peptikum, limfoma lambung dan kanker lambung muncul dikarenakan adanya helicobacter pylori. Helicobacter pylori ini bakteri yang hidup berkoloni pada lambung manusia dan telah terbukti menjadi agen penyebab maag, ulkus peptikum, limfoma lambung dan kanker lambung.
Ahli dan Spesialis Penyakit Dalam, Prof dr Muhammad Miftahussurur MKes SpPD-KGEH PhD FINASIM mengatakan, pada tahun 1982 ditemukan bakteri helicobacter pylori oleh peneliti dari Australia. Dulu, seluruh dokter di dunia berpikir sakit maag atau gastritis, tukak lambung dan kanker lambung disebabkan masalah obat-obatan, diet dan gaya hidup.
Saat menemukan bakteri ini, ketiga penyakit ini menjadi entitas infeksi. Hampir semua penelitian menyebutkan, jika helicobacter pylori diindikasi dan dibunuh lebih awal, kemungkinan kanker lambung bisa dicegah.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kenapa bakteri ini bisa mengakibatkan kanker lambung? Karena ini mempunyai kemampuan untuk melawan keasaman lambung dengan urease, suatu enzim yang dimiliki H. pylori. Maka kolonisasi bisa hidup lama, akhirnya muncul inflamasi dan terjadi pembengkakan atau suatu perubahan di dalam lambung. Lama kelamaan lambung terjadi inflamasi dan capek, akhirnya sel lambung mengecil atau hilang, dan digantikan sel kanker," kata Prof Miftah kepada detikJatim, Rabu (31/8/2022).
"Oleh karena itu urutannya sakit maag yang berlangsung lama, berubah menjadi gastritis atrofi, hilang selnya, kemudian menjadi metaplasia berubahnya sel kelenjar menjadi sel pipih menjadi kanker," tambah pria yang dikukuhkan sebagai Guru Besar Bidang Ilmu Penyakit Dalam FK Unair.
Pria yang juga Wakil Rektor Bidang Internasionalisasi, Digitalisasi dan Informasi Unair ini menjelaskan banyak risiko memicu adanya bakteri helicobacter pylori. Pada tahun 2015-2018 pihaknya meneliti, jika orang-orang yang minum dari air PDAM risiko lebih rendah dari pada minum air sumur atau sungai.
"Ada teori higiene hipotesis. Orang yang lahir di dalam lingkungan yang kumuh, maka akan lebih sulit terkena penyakit alergi daripada hidup di lingkungan bersih. Kalau di daerah kumuh infeksi yang lebih menonjol, daerah terlalu bersih alergi menonjol. Itu menjadi faktor risiko tertentu," jelasnya.
Ada hal yang menarik, saat dia meneliti helicobacter pylori di Indonesia. Ditemukan bahwa etnik dan kerentanan individu menjadi salah satu faktor risiko utama infeksi helicobacter pylori.
"Dalam penelitian kami yang sedang proses publikasi, didapatkan 4 etnik utama, Batak, Bugis, Papua, Timor punya risiko yang jauh lebih tinggi, bisa 20x lipat dari orang keturunan Melayu," ujarnya.
Misalnya, lanjut dia, Melayu Jawa, Sunda, Sumatera sangat rendah. Bahkan 0%, bahkan Aceh 0% tidak ada infeksi helicobacter pylori di sana, Sunda 0%, Jawa 0,28%, Batak 40%. Dari 100 orang diperiksa 2-3 positif kalau orang Jawa, Chinnese Surabaya 18%.
Kerentanan individu
"Lebih dari setengah populasi dunia telah terinfeksi helicobacter pylori. Yang menarik, penelitian kami di Surabaya menemukan tingkat infeksi helicobacter pylori yang rendah yaitu sebesar 11,5%. Hasil yang konsisten juga kami dapatkan di Manado, Sulawesi Utara pada tahun 2011-2012, sebesar 14,3%," tambahnya.
Begitu juga infeksi helicobacter pylori pada anak-anak yang hanya sebesar 3,8%.
Jika sudah terkena helicobacter pylori, perlu melakukan deteksinya yang betul terlebih dulu, apakah benar positif. Pilihan tes harus bagus, tes urine dan darah tidak bisa membuktikan itu pylori saat ini atau tidak, karena bisa saja riwayat. Bahkan pernah pylori 6 bulan yang lalu, ketika tes urine dan darah tetap positif.
![]() |
Ia menegaskan, jika ingin memastikan bakteri jangan lewat urine atau darah, tetapi screening. Untuk memastikannya, pertama memakai endoscopi, diambil jaringannya, dilihat ada bakteri atau tidak. Kedua pakai tes tiup pylori atau urea breath test.
"Pylori punya urease, hasil urease akan keluar lewat nafas ditangkap. Kalau ureanya pada level tinggi sekian, kira-kira ada pylori. Karena bakteri yang menghasilkan urease tidak banyak dan yang dominan pylori. Ketiga pakai stool (tinja) antigen test bisa dideteksi problem. Orang Indonesia lebih mudah disuruh mengumpulkan darah dari pada tinja," ujarnya.
Dokter yang pernah masuk top 16 peneliti terbaik versi google scholar tahun 2020 ini menyebut di RSU dr Soetomo ada banyak pasien penderita kanker lambung. Tetapi tidak semuanya warga Surabaya. "Banyak, walaupun 2,5% rujukan, hanya lebih banyak di kabupaten," sebutnya.
Lantas, bagaimana dengan pantangan makanan dan minuman?
"Kalau manifestasi klinis berupa maag, tentunya makanan yang menambah berat sakit yakni kecut, pedes, keju, coklat, produk susu itu dianggap menurunkan motilitas lambung, gerakan lambung turun dan kembung. Tapi tidak berhubungan membunuh pylori atau tidak. Penelitian saya memakai produk madu, dia punya sifat eradikasi, sifat untuk membunuh pylori. Tapi, inikan masih penelitian invitro. Penelitian pakai invitro sudah oke," jelasnya.
Selain itu, ia juga memiliki penelitian yang menarik, di mana orang-orang Indonesia keturunan Melayu cukup rendah pylori-nya. Di dunia sekitar 70-80%, Indonesia hanya 2%. Tetapi mengapa dispepsia atau rasa tidak enak di perut peringkat 4-5?
Hal ini pun sudah diteliti dan publikasi di jurnal cukup baik di dunia. Di jurnalnya mengatakan, ternyata ada bakteri lain di dalam lambung yang mungkin akan berpengaruh terhadap ending dari perjalanan sakit maag. Ada 3 jenis bakteri dan perlu diperhatikan untuk bahan penelitian di masa yang akan datang.
Oleh karena itu pusat risetnya sudah diganti, namanya bukan hanya helicobacter pylori group tapi helicobacter pylori & microbiota group yang menunjukkan visi mereka. Bahwa saat ini tidak hanya bicara pylori, tetapi pylori dan hubungannya bakteri lain di dalam lambung.
"Dengan penelitian tersebut menegaskan, termasuk kepada peneliti dunia, bahwa dunia penelitian tentang lambung di Indonesia kita tidak ketinggalan. Kami kolaborasi internasional juga mewujudkan khusus untuk Indonesia. Publikasi kedua hubungannya bakteri di lambung dengan gerd akan terbit," ujarnya.
Ia pun juga berpesan kepada masyarakat, bahwa prinsipnya adalah harus ada sebuah pandangan, ketika bicara tentang maag dan nyeri perut bukan hanya "oh makannya salah", "oh telat makan", "minum obat-obatan anti nyeri, ya". Tidak hanya itu, tapi harus memikirkan entitas sebuah infeksi sebelum dibunuh dilakukan eradikasi maka penyakit itu tetap ada.
"Kalau memang terbukti ada bakteri tersebut, segera dilakukan eradikasi, karena akan menimbulkan komplikasi jangka panjang, ini harus dicegah. Kepada dokter di seluruh Indonesia, peta kuman sudah ada. Maka lakukan eradikasi sesuai dengan peta kuman dan mari bersama-sama mengembangkan pusat riset dan pusat tes kuman. Diobati pertama, kedua, ketiga gagal, keempat disarankan dites dulu pakai invitro di lab. Yang perlu pylori, pusat riset yang mampu mengukur antibiotik," pungkas dokter yang praktik di RS Mitra Waru Surabaya, RS Siti Khodijah Sepanjang dan RSU dr Soetomo.
Simak Video "Penegasan Kemenkes Tak Terkait Pencopotan Dekan FK Unair"
[Gambas:Video 20detik]
(hil/fat)