Heboh padepokan Nur Dzat Sejati yang dipimpin Gus Samsudin, membuat banyak kalangan tanda tanya. Pasalnya padepokan itu berpraktek menyembuhkan orang. Seharusnya, siapa yang berhak dipanggil Gus.
Panggilan Gus dan Ning sangat populer di kalangan pesantren. Panggilan Gus dan Ning sebutan anak keturunan kiai. Sebutan Gus untuk putra kiai dan Ning julukan putri sang kiai.
Melansir dari laman nu.or.id, seorang Gus dapat diangkat menjadi jadi kiai. Itulah sebabnya Gus juga disebut sebagai kiai muda. Pada tingkatan itu, seorang Gus bisa menerimanya bisa juga tidak. Kalau lebih suka dipanggil Gus, dia bisa tetap bergelar gus daripada kiai meski kedudukannya sudah naik menjadi kepala pesantren warisan ayahnya.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
Namun akhir-akhir ini ada fenomena panggilan Gus untuk seorang dukun atau orang pintar. Hal ini membuat cenderung salah dipahami masyarakat, juga cenderung dimanfaatkan oknum tertentu untuk mengambil keuntungan. Bahkan banyak orang saat ini sangat mudah mendapat predikat kiai atau gus.
Bendahara GP Ansor Jatim Muhammad Fawait ini prihatin fenomena yang terjadi di masyarakat terkait padepokan Samsudin. Menurutnya, banyak orang saat ini sangat mudah mendapat predikat kiai atau gus.
"Ini yang harus diluruskan. Kalau kiai atau ulama itu harus jelas sanad keilmuannya, sedangkan Gus harus jelas nasabnya. Jadi masyarakat jangan mudah percaya pada orang yang mengaku kiai atau gus. Lihat dulu sanad dan nasabnya," kata Fawait kepada detikJatim, Selasa (2/8/2022).
Dia mengungkapkan segala hal itu harus diposisikan sesuai tempatnya. Termasuk istilah atau penyebutan kiai atau gus dalam kehidupan bermasyarakat.
"Demikian juga dengan istilah gus. Itu adalah sebutan untuk anak kiai di Pulau Jawa, untuk menghormati bapaknya yang seorang kiai. Jadi tidak boleh sembarangan menyebut seseorang sebagai gus. Cari tahu dulu dia anak kiai siapa, di mana pondok pesantrennya?" ujar Fawait.
"Banyak kasus terjadi, orang yang melakukan praktik perdukunan menyebut dirinya kiai atau gus. Itu untuk mendapatkan kepercayaan masyarakat. Tapi ujung-ujungnya mencari keuntungan pribadi. Ini tentu merugikan kiai dan gus yang benar-benar asli," tandasnya.
Lebih lanjut Fawait secara khusus meminta kepada warga agar lebih cermat dalam memilih dan selektif mana yang benar-benar ulama mana yang hanya memanfaatkan untuk keuntungan pribadi.
"Dari sudut pandang, kalau urusan masalah gus itu anak kiai. Bukan gus itu bisa terbang atau gimana-gimana, ya. Apa yang dilakukan Gus Samsudin itu unik, tidak lumrah, ya. Saya enggak tahu dia anak kiai atau bukan, kami dalam rangka meluruskan siapa sih yang dipanggil ulama, gus, dan kiai," kata Fawait.
Tentang definisi masing-masing predikat, jelas dia, terkait siapa yang disebut ulama, siapa yang layak disebut kiai, dan siapa yang seharusnya disebut gus.
"Ulama itu pewaris nabi, punya ilmu untuk diajarkan ke masyarakat. Gus bentuk penghormatan dari masyarakat untuk anak kiai, atau anak ulama yang sudah dakwah ke masyarakat. Jadi sekali lagi, jangan asal ngaku ulama, jangan asal ngaku gus. Kalau kita mengamini (memanggil gus) ada apa-apa nanti disalahkan nama kiai, gus, ulama semuanya. Ini momentum untuk meluruskan definisi," lanjutnya.
Simak Video "Video: Detik-detik KA Sancaka Dilempar Batu, Penumpang Kena Serpihan Kaca"
[Gambas:Video 20detik]
(fat/fat)