Informasi dalam artikel ini bisa mengganggu pembaca, terutama bagi ibu hamil yang tidak disarankan untuk membaca artikel ini.
Kasus ibu diduga dipaksa melahirkan normal di RSUD Jombang hingga bayi meninggal menjadi perhatian berbagai pihak. Termasuk Jamkes Watch-KSPI Jatim sebagai lembaga pengawas sistem jaminan sosial nasional.
Ketua DPW Jamkes Watch-KSPI Provinsi Jawa Timur Nuruddin Hidayat menyatakan, pihaknya menyayangkan terjadinya peristiwa itu.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Jamkes Watch Jatim menyayangkan kejadian Ibu yang diduga dipaksa melahirkan secara normal, sehingga mengakibatkan bayi meninggal dunia di RSUD Jombang," ujarnya kepada detikJatim melalui keterangan tertulis, Rabu (3/8/2022).
Menurut pria yang akrab disapa Udin itu, keselamatan pasien adalah yang utama. Tidak seharusnya rumah sakit membeda-bedakan pelayanan berdasarkan status kepesertaan BPJS.
"Terlepas dari penjaminan biaya persalinan, entah dengan BPJS Kelas 1, Kelas 2, atau kelas 3. Atau memakai Jamkesda ataupun dengan biaya sendiri sebagai pasien umum, keselamatan pasien tetap yang harus diutamakan," kata Udin.
Hingga saat ini, Jamkes Watch Jatim masih melakukan pendalaman permasalahan yang terjadi di Jombang. Terutama berkaitan kepesertaan Rohma Roudotul Jannah (29), ibu yang telah kehilangan bayinya.
Sebelumnya, bayi yang meninggal itu adalah buah hati dari pasangan Yopi Widianto (26) dan Rohma Roudotul Jannah (29). Bayi tersebut meninggal dalam proses persalinan di RSUD Jombang.
Sebelumnya Manajemen RSUD Jombang telah menggelar konferensi menyampaikan bahwa RSUD Jombang tidak bisa mengabulkan permintaan Rohma yang sejak awal meminta dioperasi caesar. Sebab, operasi caesar terhadap pasien BPJS Kesehatan seperti Rohma harus berdasarkan indikasi medis.
"Kalau sejak awal melakukan caesar, dasarnya tim apa? Dipertanyakan nanti oleh tim audit. Ini kan pakai BPJS, nanti kan kami diaudit. Kami malah disalahkan nanti," jelas Kabid Pelayanan Medis dan Keperawatan (Yanmed) RSUD Jombang dr Vidya Buana di RSUD Jombang, Senin lalu (1/8).
"Ini kan pasien peserta jaminan kesehatan yang harus melalui proses audit. Kalau nanti diaudit, kena lah kami karena tidak ada indikasi di awal. Harusnya tidak bisa atas permintaan keluarga, harus atas indikasi," dr Vidya melanjutkan.
Belakangan, ketika rapat dengar pendapat di DPRD Jombang pernyataan dr Vidya itu berubah. Menurutnya, di DPRD Jombang, persalinan perempuan asal Desa Plemahan Kecamatan Sumobito itu dilakukan secara normal, sepenuhnya atas dasar indikasi medis.
"Penanganan pasien di RSUD Jombang dilakukan berdasarkan indikasi medis. Kami tidak pernah membedakan status pasien. Jadi, tidak dilakukan SC (operasi caesar terhadap Rohma) di awal karena betul-betul atas dasar indikasi medis, bukan karena pasien ini KIS," kata saat hearing, Selasa (2/8).
Untuk mengakses layanan persalinan di RSUD Jombang, Rohma memang menggunakan BPJS Kesehatan kelas 3. Ia tercatat sebagai penerima bantuan iuran (PBI) dari pemerintah.
Rohma sempat tiga kali meminta operasi caesar kepada petugas medis RSUD Jombang yang menangani persalinannya pada Kamis (28/7). Namun, permintaan Rohma tidak dikabulkan oleh pihak rumah sakit. Sehingga, persalinannya tetap secara normal.
Menurut dr Vidya, tindakan yang diberikan tim dokter berupa persalinan normal sudah sesuai dengan indikasi medis pada Rohma saat itu. Meliputi kondisi Rohma yang tergolong baik, posisi kepala janin sudah di dasar panggul, serta pembukaan jalan lahir berjalan lancar.
Kali ini, dr Vidya menyatakan, layanan operasi caesar tidak diberikan kepada Rohma sama sekali tidak berkaitan dengan status pasien sebagai peserta BPJS Kesehatan kelas 3. Pihaknya juga tidak memberi opsi kepada Rohma untuk menjalani operasi caesar dengan biaya sendiri.
"Tidak (memberikan opsi kepada Rohma untuk menjalani operasi caesar dengan biaya sendiri), tetap berdasarkan indikasi medis. Kami tidak melihat penjaminan, pokoknya kami layani dengan baik, indikasinya seperti apa. Mau dia umum, mau dia BPJS, non-BPJS, tindakan sesuai indikasi medis," tegasnya.
Ketika suami tidak punya banyak pilihan. Baca selengkapnya di halaman selanjutnya.
Kejadian bermula Kamis (28/7) pagi. Saat itu, Rohma Roudotul Jannah (29) yang hamil 9 bulan kontrol ke Puskesmas Sumobito, Jombang. Ternyata, istri Yopi Widianto (26) itu sudah bukaan 3. Rohma pun dirujuk ke RSUD Jombang. Perempuan itu berharap menjalani operasi caesar.
Warga Dusun Slombok, Desa Plemahan, Sumobito, Jombang itu sudah menyadari bahwa dirinya tidak akan kuat bila harus lahiran normal. Ada kelainan gula darah dan darah tinggi pada dirinya. Hingga akhirnya setelah beberapa kali upaya mengejan Rohma tak kuat lagi. Kondisinya sudah lemas.
Perawat atau bidan yang menanganinya pun memtusukan untuk menerapkan vakum atau menyedot bayi. Namun yang keluar hanya kepala bayi, tubuhnya tersangkut di dalam rahim hingga bayi meninggal. Yopi mengatakan, para perawat itu panik, menelepon dokter.
Dokter yang datang hingga 4 orang tetap tidak berhasil mengeluarkan bayi yang sudah meninggal itu. Hingga setelah jeda untuk diskusi dokter meminta izin dari Yopi untuk pemisahan anggota tubuh agar bayi bisa dikeluarkan dari rahim demi menyelamatkan nyawa istrinya.
"Saya setujui proses itu karena tidak ada cara lain agar bayi bisa keluar dan ibunya bisa selamat," kata Yopi.
Operasi pengeluaran bayi selesai pada tangah malam. Yopi membawa pulang jenazah bayi perempuannya setelah tubuh si bayi dijahit kembali pada Jumat (29/7) sekitar pukul 00.30 WIB.
"Pasti saya kecewa. Meskipun bayi saya tidak selamat, setidaknya tanpa pemisahan tubuh," ujarnya.