Peringatan Hari Anak Nasional 2022 di Jawa Timur diperingati di tengah maraknya kasus kekerasan terhadap anak. Ada sejumlah kasus kekerasan seksual terhadap anak di Jatim yang menyedot perhatian publik.
Belakangan masyarakat terbelalak dengan aksi polisi menangkap Mas Bechi anak kiai pengasuh Ponpes Shiddiqiyyah Jombang. Selanjutnya, ada Bos Sekolah Selamat Pagi Indonesia (SPI) di Kota Batu yang baru ditahan pada sidang ke-19. Juga kasus pencabulan oleh pengasuh Ponpes di Banyuwangi, Ustaz di TPQ Mojokerto, kemudian yang terbaru pemerkosaan oleh 3 orang terhadap pelajar Banyuwangi, dan pelajar SMP yang dihamili anak kiai di Tuban.
"Hari Anak Nasional ini diperingati dengan ironi, ya. Artinya, ironi itu muncul di tengah hadirnya kepedulian pemerintah berupa UU perlindungan anak, UU sistem peradilan pidana yang mengatur tentang peristiwa kekerasan terhadap anak, tetapi kemudian kekerasan terhadap anak itu tidak semakin berhenti," ujar Kepala Bidang Data dan Informasi LPAI Jatim Isa Anshori kepada detikJatim, Sabtu (23/7/2022).
Isa Anshori menyebutkan, peringatan Hari Anak Nasional kali ini semakin ironis ketika melihat data-data kekerasan seksual terhadap anak itu yang sebagian besar dilakukan oleh para pelaku yang merupakan individu dengan relasi sangat dekat dengan korban berjumlah banyak dan pelaku memiliki pengaruh bagi para korbannya. Sebut saja guru, tokoh agama, dan sebagainya.
"Kalau kita lihat data-data itu, kan, pelaku cenderung sendiri. Korbannya banyak. Dan itu biasanya dilakukan oleh orang yang relasinya cukup dekat dan berpengaruh terhadap korban. Guru, tokoh agama, dan sebagainya itu tadi. Nah menurut saya, penegakan hukum pada kasus ini harus lebih kuat. Harus mengandung efek jera. Prinsipnya ikutilah UU perlindungan anak dan jangan lagi ada main-main dalam penegakan hukum terhadap pelaku kekerasan pada anak," katanya.
Catatan LPAI Jatim, kasus kekerasan terhadap anak dari tahun ke tahun sejak 2020 lalu terus meningkat. Peningkatan justru mencapai lebih dari 100 persen pada 2021 bila dibandingkan dengan angka kekerasan terhadap anak pada 2020. Isa menyebutkan, pada 2020 secara keseluruhan kasus kekerasan anak mencapai 163 kasus. Sedangkan pada 2021 mencapai 362 kasus atau meningkat lebih dari 100 persen.
"Kemudian, catatan kami pada tahun ini, sejak Januari hingga Juniitu ada 120 kasus. Kalau ditambahkan dengan 53 kasus pada Juli ini termasuk yang di Jombang,Kota Batu, Kediri, juga Banyuwangi dan Mojokerto, total kasus kekerasan terhadap anak sudah mencapai 173 kasus," ujar Isa.
Semakin miris ketika dari total kasus kekerasan terhadap anak itu sebanyak 37 persen kasus kekerasan terhadap anak itu merupakan kasus kekerasan seksual yang dilakukan pihak-pihak yang seharusnya melindungi anak-anak.
"Dari total keseluruhan kasus kekerasan terhadap anak itu, 37 persennya merupakan kasus kekerasan seksual terhadap anak. Ini yang saya sebut ironi di Hari Anak Nasional," ujarnya.
Isa Anshori yang juga merupakan pemerhati pendidikan di Jawa Timur mengaku prihatin bahwa tidak sedikit dari kasus kekerasan terhadap anak, terutama kasus kekerasan seksual, terjadi di lingkungan dunia pendidikan. Menurutnya, perlu adanya penguatan dan penegasan bahwa lembaga pendidikan di Jatim benar-benar ramah terhadap anak, tidak sekadar secara administratif.
"Sekolah atau tempat pendidikan yang ramah anak itu tidak sekadar secara administratif, tetapi harus lebih implementatif. Implementatif dalam arti Seluruh komponen dalam lembaga pendidikan itu harus terkualifikasi. Sesuai standar nasional pendidikan berdasarkan peraturan pemerintah nomor 19 tahun 2005. Ada 8 standar, seperti proses belajar mengajar, guru, dan semuanya yang harus terkualifikasi sehingga layanannya betul-betul berpihak pada kepentingan terbaik bagi anak," katanya.
Dorong perlindungan anak hingga tingkat RT. Baca halaman selanjutnya.
Simak Video "Video: Warna-warni Pohon Natal hingga Kado Raksasa Hiasi Surabaya"
(dpe/dte)