LPAI Jatim: Hak Pelajar SMP Dihamili Anak Kiai Tuban Harus Terpenuhi

LPAI Jatim: Hak Pelajar SMP Dihamili Anak Kiai Tuban Harus Terpenuhi

Tim detikJatim - detikJatim
Sabtu, 23 Jul 2022 20:33 WIB
Poster
Ilustrasi kekerasan seksual. (Foto: Edi Wahyono/detikcom)
Tuban -

Lembaga Perlindungan Anak Indonesia (LPAI) Jatim berharap hak-hak pelajar SMP di Plumpang yang dihamili dan akan dinikahi anak kiai akan terjamin secara hukum dalam kesepakatan hitam di atas putih. Ia meminta polisi menjadi saksi kesepakatan itu.

Kepala Bidang Data dan Informasi LPAI Jatim Isa Anshori mengakui dengan adanya permaafan berupa menikahkan terduga korban yang berusia 14 tahun dengan orang yang menghamili, yang merupakan anak kiai, proses hukum dianggap selesai.

"Proses hukumnya memang dianggap selesai pada proses pemaafan. Tetapi tidak sekadar dimaafkan kemudian selesai semua. Tetapi harus ada jaminan dari pihak yang laki-laki, berupa hitam di atas putih bahwa hak-hak anak terduga korban ini terpenuhi," ujarnya.

SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT

Dengan adanya pernikahan antara pelajar SMP itu dengan anak kiai yang menghamilinya, terduga korban akan kehilangan masa anak-anaknya. Yang seharusnya ia sekolah bisa jadi tidak sekolah.

"Anak itu tadinya sekolah menjadi tidak sekolah. Anak itu harusnya bermain jadi tidak bisa bermain. Seharusnya ketemu teman-teman sebayanya menjadi tidak bisa lagi. Jadi menurut saya proses hukum harus melihat ke sana, bukan melihat bahwa ini sudah selesai," ujarnya.

ADVERTISEMENT

Seperti diketahui, sebagaimana keterangan Kasat Reskrim Polres Tuban AKP M Gananta, malam ini pelajar SMP yang dihamili itu akan menikah secara siri dengan anak kiai yang menghamili.

"Apalagi solusinya juga (hanya) dinikahkan secara siri, ya, kan? Menurut saya ini kan juga indikasi tidak serius kalau dinikahkan siri. Karena, pihak perempuan juga akan lemah posisinya tidak bisa menuntut apa-apa kalau terjadi sesuatu pasca pernikahan siri itu tadi," ujarnya.

Karena itulah, menurut Isa, polisi harus menjadi saksi dan menyaksikan langsung kesepakatan restitusi atau ganti rugi berupa kesepakatan hitam di atas putih terkait pemenuhan hak-hak pelajar yang dihamili dan anak yang dilahirkan.

"Sehingga, ketika (kesepakatan) itu dilanggar akan ada konsekuensi hukum yang lain lagi yang bisa dikenakan kepada pihak laki-laki. Karena sebetulnya persoalan hukumnya terjadi kekerasan seksual, dan itu memberhentikan masa depan korban yang masih anak-anak," ujarnya.

Sebelumnya, Rusjito Kepala Dusun tempat tinggal terduga korban menceritakan bahwa pihak keluarga hanya berharap satu hal, meski putri mereka akan segera menikah tapi masih bisa melanjutkan sekolah.

"Keluarga minta anak mereka tetap bisa sekolah," kata Rusjito Jumat (22/7).




(dpe/dte)

Berita Terkait

 

 

 

 

 

 

 

 


Hide Ads