Banyak orang menyepelekan bisnis rongsokan. Tapi tak banyak yang tahu, kalau usaha 'sampah' itu bisa mendulang 'intan'.
Bergelut dengan bau yang menyengat hingga tak luput dari kotor, menjadi teman para pelaku bisnis rongsokan. Ada pahit manisnya dalam berbisnis rongsokan. Dari mengais barang bekas, ditipu teman dan saudara, saling sikut, hingga bisa menjadi miliuner.
Seperti cerita Haji AT, warga Demak, Surabaya. Kepada detikJatim, AT menceritakan awal merintis bisnis rongsokan pada tahun 1998. Saat itu, ia yang bekerja sebagai penjaga toko aki bekas, meminta izin kepada bosnya untuk menjualkan aki-aki bekas tersebut dengan mengambil keuntungan lebih.
SCROLL TO CONTINUE WITH CONTENT
"Kalau merintis, saya sudah mulai tahun 1998. Saya waktu itu menjaga aki, hingga dipercaya pemiliknya untuk menjualbelikan aki bekas. Dari keuntungan yang sedikit itu lah saya kumpulkan untuk modal. Jadi bisa dibilang ini dari modal kepercayaan," kata AT, Sabtu (2/7/2022).
Dari menjual beli aki bekas, lanjut AT, ia berinisiatif untuk membeli barang bekas lainnya. Ia pun memberanikan diri untuk menjadi tukang rombeng dan mencari barang bekas dengan berkeliling Kota Pahlawan.
"Dari modal itu, saya keliling mencari barang bekas di sekitar Surabaya. Ada botol, besi tua, aki bekas, tembaga ya macam-macam, tapi paling cepet untung ya besi tua itu. Yang banyak permintaan itu besi dan plastik," imbuh AT.
Bahkan, karena sudah sering melakukan transaksi jual beli, para pelanggannya mulai menaruh kepercayan padanya. Banyak dari para penjual besi tua dan plastik dengan jumlah yang besar dengan pembayaran sistem tempo.
Kini Haji AT bisa meraup cuan hingga Rp 2 miliar. Seperti apa kisahnya? Baca di halaman selanjutnya.
"Dulu sering saya dikasih tempo untuk pembayaran barang yang saya beli. Karena waktu itu kan uang saya menipis, jadi kadang ya utang dulu, ketika sudah laku semua, baru saya bayar dan dikirim lagi barangnya. Tapi sekarang langsung saya bayar, nggak pakai tempo," katanya sembari tersenyum.
Setelah 5 tahun berlalu, bisnis rongsokan AT mengalami peningkatan cukup pesat. Meski tak memiliki tempat penampungan, ia meminjam bangunan milik orang tuanya untuk dijadikan gudang penampungan barang bekas.
"Waktu awal jadi pengepul barang bekas, itu tahun 2003. Saat itu saya dipinjami orang tua tempat untuk jadi gudang penampungan. Dari situlah saya memulai menjadi pengepul rongsokan. Ya Alhamdulillah, sekarang sudah punya gudang sendiri," ucap AT.
Dalam setahun, AT bisa meraup untung Rp 1,5 miliar sampai Rp 2 miliar dari hasil pengepul rongsokan. Bahkan, kini ia bisa menyisihkan uang dari hasil bisnis yang dipandang sebelah mata kebanyakan orang itu, untuk menyumbang tempat ibadah seperti masjid hingga pembangunan pondok pesantren.
"Alhamdulillah, kalau setahun saya nggak tahu pasti berapa, sekitar Rp 1,5 miliar sampai Rp 2 miliar. Tapi setiap bulan, saya sisihkan untuk pembangunan pondok pesantren di wilayah Bangkingan, Surabaya. Kadang kalau ramai, saya sisihkan Rp 50 juta untuk pondok," ucap AT dengan rasa syukur.